TintaSiyasi.com -- Seorang ibu di dalam Islam pada hakikatnya mulia. Dengan kemuliannya, dia didaulat sebagai pencetak generasi yang membawa pada keberhasilan dunia maupun akhirat, apabila dalam pengasuhan dan pendidikan yang diberikan kepada anak-anaknya itu adalah ilmu agama yang sesuai dengan syariat, maka berhasillah peradaban itu. Jika yang terjadi sebaliknya, bersiaplah hancur peradaban itu.
Pertanyaannya, bagaimana bisa mencetak generasi yang cerdas jika para ibu ini tidak dibekali dengan ilmu agama yang baik?
Banyak perempuan sekarang yang jauh dari syariat, dijauhkan oleh sistem atau sengaja menjauh. Mereka dengan rela menjauhi perintah Allah SWT dan mendekati laranganNya. Bahkan sampai tidak bisa membedakan mana yang haram, dan mana yang halal. Semua yang dikerjakan adalah sebuah tuntutan hidup yang harus segera dituntaskan.
Prioritas amal itu sangat perlu dipahami. Melaksanakan tugas sesegera mungkin memang baik, tetapi memprioritaskan kewajiban dari Allah jauh lebih penting. Masalahnya, tugas yang dikerjakan ini ada banyak sekali. Tak terlepas dari tuntutan-tuntutan kehidupan hedonisme yang sudah menjalar ke seluruh lapisan masyarakat. Baik laki-laki ataupun perempuan.
Maka dari itu, di kehidupan saat ini perempuan sudah menjadi sebuah obyek menjanjikan dalam mencari nafkah, sehingga mengesampingkan fitrah sesungguhnya. Misalnya menutup aurat hanya ketika ada acara penting, melalaikan dalam pengasuhan anak-anaknya, ataupun meninggalkan kewajiban-kewajiban yang lain. Yang dipirkan hanya bagaimana caranya supaya pemasukannya tetap ada tanpa harus mengandalkan pemberian dari suami atau orang tua.
Dengan demikian, pergeseran fitrahnya ini akhirnya membuat proses mencetak generasi-generasi yang cerdas dan mencerdaskan terlalaikan. Sejatinya perempuan terlahir dari tulang rusuk yang bengkok bukan sebagai tulang punggung. Sehingga tidak bisa dipaksakan untuk memikul beban berat mencari nafkah. Justru tulang rusuk ini harus dijaga supaya tidak patah. (Al-hadist)
Maka dari itu, jika para perempuan di akhir zaman ini tetap menyandang status sebagai tulang punggung, generasi emas akan cepat sirna. Bukan hal asing lagi jika robot-robot semakin banyak diproduksi untuk menggantikan peran manusia.
Oleh karena itu, perlu dibutuhkan tenaga yang super untuk membina para perempuan muslim supaya memiliki pemikiran yang cemerlang, yang paham fitrahnya, dan bisa menjalankan tugasnya dengan benar. Dibutuhkan juga dukungan dari keluarga, tetangga, sahabat, dan Negara tentunya.
Teringat kisah salah seorang pahlawan Islam, Shalahuddin Al-Ayyubi. Terlahir dari orang tua yang sejak remaja sudah memiliki visi misi untuk bisa melahirkan generasi pembebas Baitul maqdis. Kedua orang tua Shalahuddin al-Ayyubi berdoa agar memiliki pasangan yang bersama-sama melahirkan anak-anak pembebas Baitul Maqdis. Dengan ketulusan dan ketaatannya, Allah kabulkan hajat mereka dan menjadikan putra mereka menjadi pembebas Baitul Maqdis.
Oleh karena itu, untuk menciptakan generasi cerdas mencerdaskan dalam memperjuangkan agama Allah, persiapannya dimulai dari ibunya, yaitu juga harus memiliki visi misi yang kuat, paham fitrah, dan mampu memprioritaskan kewajiban mana yang didahulukan.
Oleh: Nuryanti
Aktivis Muslimah Bali
0 Comments