TintaSiyasi.com -- Judi dan narkoba; dua kata yang tak lagi terasa janggal untuk di dengar telinga. Sebab keduanya sudah seperti aktifitas keseharian lainnya yang dilakukan masyarakat Indonesia. Jika bukan pengguna atau pelakunya, maka mereka adalah bandar atau pengedarnya. Mereka tak merasa malu keluar masuk penjara. Justru sebaliknya mereka seakan bangga karena bisa bercengkerama dengan apa yang diharamkan Allah SWT.
Judi dan narkoba tak hanya menggoda masyarakat biasa. Bahkan para artis hingga penegak hukumpun kerap tergiur dan terjerat olehnya. Sebagaimana diberitakan bahwa Polri telah mengamankan dan memulangkan empat buron bandar judi online yang sebelumnya bersembunyi di luar negeri. Polri menangkap bandar judi online kelas atas Apin BK dan dibawa kembali ke Indonesia. (news.detik.com)
Tak sampai disitu, kasus terbaru yang menyeret nama salah satu penegak hukum di negeri kita; Irjen Pol Teddy Minahasa; yang tersandung kasus penyalahgunaan narkoba yang menambah daftar hitam institusi penegak hukum, turut menggelengkan kepala. Pada Jumat (14/10/2022), Teddy ditangkap oleh tim gabungan Propam, Direktorat Narkoba Polda Metro dan Mabes Polri setelah terungkap menjual sabu-sabu ke Mami Linda Diskotek (tvonenews.com)
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, ancaman hukumannya sudah cukup berat. Mulai dari penjara 4,5, hingga 12 tahun kurungan; bahkan pemecatan jika pelakunya adalah oknum penegak hukum. Namun tetap saja ini semua tak cukup menghentikan para pelaku kriminal ini berhenti beroperasi.
Pemberantasan tuntas hanya dapat diwujudkan apabila aparat juga taat, dan menegakkan hukum dengan adil tanpa tebang pilih. Sudah seharusnya Aparat penegak hukum menjadi garda terdepan dalam pemberantasan tindak kriminal seperti penyalahgunaan narkoba dan perjudian yang terus tumbuh subur di tengah- tengah kita. Namun fakta lapangan tak berbicara demikian. Bagaimana tidak, aparat penegak hukum yang semestinya melakukan pemberantasan justru menjadi pelaku kejahatan dan terlibat di dalamnya. Maka hal yang wajar jika narkoba dan judi merajalela di tengah masyarakat, dan sudah memberikan dampak buruk kepada masyarakat termasuk generasi. Jika sudah begini, bukankah pemberantasan narkoba dan judi hanyalah ilusi?
Bukan tanpa alasan fenomena ini bisa terjadi. Aparat penegak hukum yang seyogyanya mengayomi justru tak sadar diri dan turut menikmati. Sungguh penjajahan mental bangsa telah menyasar masyarakat biasa, generasi muda, hingga aparat negara. Kapitalisme dan kebebasan yang mereka bangga-banggakan justru menjadi penghancur peradaban. Pemisahan agama dari kehidupan melenakan mereka dari ketetapan hukum syara’ yang ada. Sikap rakus akan materi dan tuntutan gaya hidup hedonis membuat mereka kerap terperosok dalam keputusan instan yang berujung pada suatu penyesalan.
Sungguh narkoba, judi dan tindak kriminal lainnya tak akan pernah berakhir jika kapitalisme masih menjadi sistem yang mengatur kehidupan manusia. Sejatinya kapitalisme tak akan pernah memanusiakan manusia. Ia hanya akan menjadi racun yang membuat manusia menjadi budak hawa nafsu semata. Harapan ini hanya dapat terwujud jika aturan Islam menjadi solusinya. Tak hanya masalah narkoba dan judi, segala problematika kehidupan lainnya yang dialami akan dapat terselesaikan jika kita mau kembali pada solusi yang diberi Ilahi Rabbi yang hanya bisa diatur dalam naungan institusi Islami; Khilafah; yang menjadi bisyarah Rasulullah.
Wallahu a’lam bi ashsawab
Oleh: Linda Annisa, S.pd.
Guru dan Aktivis Dakwah
0 Comments