TintaSinyasi.com -- Lagi dan lagi. Kasus pembunuhan kembali mencuat. Kali ini kejadiannya di kota Medan. Seorang remaja 18 tahun berinisial YTB warga Percut Sei tuan tewas dengan luka bacokan di sekujur tubuhnya, saat diduga tawuran, Minggu (16/10/2022) subuh.
Kejahatan pembunuhan di Indonesia memang cukup tinggi angkanya. Melansir data BPS dalam Statistik Kriminal 2021, jumlah pembunuhan pada tahun 2020 mencapai 898 kasus dengan kasus terbanyak terjadi di bulan Juli 2020, yakni 112 kasus. Mulai dari perselingkuhan, perebutan harta warisan, dendam pribadi, dan perampokan, pembullyian, bahkan baru-baru ini masyarakat dihebohkan dengan kasus pembunuhan yang paling menggemparkan dan viral yang terjadi di Desa/Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, Selasa, 4 Oktober 2022 yaitu seorang ibu kandung yang membunuh anaknya dengan sengaja saat tidur siang.
Pelaku memukul korban dengan bongkahan beton cor semen ke kepala sebanyak 8 kali. Diduga Tersangka yang ibu kandung korban tersebut sering dibuat malu karena adanya laporan warga tentang anaknya yang mencuri dan anak ini tidak patuh dengan orangtua sehingga Suwarni (ibu kandung) telah memiliki niat dan secara sadar melakukan pembunuhan terhadap Supriyanto (anak kandungnya). Ini adalah contoh dari sekian kasus pembunuhan yang terjadi di Indonesia.
Sistem Sekulerisme Suburkan Pembunuhan
Berbagai macam alasan seseorang melakukan pembunuhan. Namun itu semua terjadi hanya karena satu alasan yaitu sistem sekulerisme. Sistem yang salah jelas melahirkan peraturan yang salah. Akibatnya kebiasaan atau perilaku yang muncul pada masyarakat juga salah. Ada apa dengan sistem sekulerisme? Apa kaitannya sistem sekulerisme ini dengan maraknya pembunuhan? Coba kita pahami. Sistem sekulerisme adalah sistem kehidupan yang memisahkan agama dari kehidupan. Sangat jelas sekali pemisahan agama menjadikan sandaran perbuatan yang berasal dari keinginan manusia bukan ajaran Tuhan. Dengan begitu, ketika seseorang marah, sedih, senang, gembira, cemas, takut atau apapun yang dirasakan manusia tidak ada batasannya. Membunuh dilarang agama jelas tidak lagi jadi sandaran.
Mencuri benar atau salah tidak lagi diatur agama. Hukum dibuat berasal dari sepakat pikiran manusia yang dirumuskan dalam perundang-undangan yang berlaku. Hukum tumpul ke atas dan runcing ke bawah juga menjadi slogan dan rahasia umum masyarakat dalam sistem saat ini. efek jera bagi pelaku kejahatan ternyata dinilai gagal. Para narapidana keluar dari penjara dan kembali lagi masuk ke dalam jeruji sudah menjadi penampakan yang biasa dalam kehidupan masyarakat sekarang.
Dikutip dari Tribunnews.com Dua orang mantan narapidana yang dibebaskan karena asimilasi corona terpaksa masuk ke penjara kembali sebelum sempat pulang ke rumah. Pasalnya mereka kembali melakukan aksi kriminal. Beginilah kondisi sekulerisme yang mencengkram buruknya moral. Murahnya harga nyawa seseorang terjadi karena tidak ada lagi nilai keimanan dan kemanusian yang ada dalam diri. Bagaimana solusi atas hal ini?
Dengan Islam, Manusia Mulia
Islam adalah sistem peraturan hidup yang berasal dari Allah. Islam bukan hanya sekadar agama untuk orang muslim melainkan seperangkat aturan hidup yang bisa diterapkan oleh seluruh umat manusia baik muslim maupun nonmuslim. Islam mengajarkan manusia untuk saling menghormati, menyayangi, menghargai bahkan saling peduli dengan sesama.
Diutusnya Muhammad sebagai Rasullulah sebagai suri teladan untuk seluruh umat. Hal ini terbukti dengan jelas dari pengakuan yang dinyatakan oleh Michael H. Hart, seorang ahli astronomi dan ahli sejarah terkenal di Amerika Serikat dalam bukunya "The 100" yang terbit baru-baru di Amerika Serikat. Menurut Michael Hart, Nabi Muhammad SAW adalah orang nomor satu yang paling berpengaruh di antara milyaran penduduk dunia karena ia adalah satu-satunya manusia yang berhasil secara luar biasa baik dalam kegiatan keagamaan maupun pemerintahan.
Bagaimana Rasulullah bertindak dan memimpin bisa dijadikan contoh nyata dalam kehidupan saat ini. Perasaan benci, marah, dendam, dan tidak suka dengan orang lain bisa terbentengi dengan iman. Begitu juga sebaliknya, kemiskinan, kebodohan, kemunduran dan masalah sosial lainnya dapat teratasi dalam aturan islam yang diterapkan. Orang kaya gemar bersedekah karena bukti keimanannya kepada Islam. Orang miskin senantiasa bersyukur dan bersabar karena bukti kedekatannya kepada islam. Orang pintar senantiasa mengajarkan ilmunya karena dorongan amal jariyah ilmu yang bermanfaat. Orang bodoh senantiasa belajar karena bukti patuhnya atas perintah Islam.
Semua perasaan dikaitkan dengan pemikiran islam sehingga hawa nafsu terbenteng di atas keimanan. Lantas, ketika ini Islam menjadi sistem, apakah pembunuhan masih bisa terjadi? Membunuh merupakan dosa besar yang banyak diungkapkan Allah dalam Al-Quran. Seperti QS Al-Maidah ayat 32 yang artinya:
“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya”
Allah juga dengn tegas menghukum pembunuh dalam sebagaimana di dalam QS An-Nisa' ayat 93 yang artinya:
“Dan barang siapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahanam, dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya."
Bukan hanya itu, hukum dalam Islam juga tegas, sanksi yang diberikan kepada pembunuh bukan kurungan penjara melainkan hukuman qishas. Hukuman ini jelas menimbulkan efek jera bahkan membuat masyarakat sekitar tidak akan berani berpikir untuk membunuh. Dalam surah Al-Baqarah ayat 178 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih."
Oleh: Rahmi Lubis
Pegiat Literasi Islam
0 Comments