Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Lagi, Drama Stigmatisasi Radikal Ajaran Islam

TintaSiyasi.com -- Baru-baru ini, masyarakat Indonesia disuguhi sebuah drama "aneh" yang tokoh utamanya adalah wanita bercadar. Jelas, cadar identik dengan muslim, khususnya muslimah, yang berpakaian sesuai sunnah dalam ajaran Islam. Maka wajar, jika umat Islam merasa bahwa stigmatisasi radikal sedang digulirkan lagi oleh rezim penguasa.

Pada Selasa, 22 Oktober 2022 lalu, Seorang wanita bercadar tanpa identitas dikabarkan mencoba menerobos masuk Istana Negara, Jakarta Pusat. Dia sempat terlihat berjalan kaki dari kawasan Simpang Harmoni. Hal itu dikatakan Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman berdasar laporan anggotanya yang menangkap wanita tersebut (Kompas.com, 25/10/2022).

Dari peristiwa tersebut, polisi berhasil mengamankan barang bukti berupa satu senjata api jenis FN, satu tas hitam berisi kitab suci, dompet kosong warna pink dan satu unit ponsel. Kemudian setelah beberapa waktu polisi mengungkap siapa sosok wanita bercadar itu. Pasalnya, wanita itu bernama Siti Elina. 

Siti Elina merupakan warga DKI Jakarta yang tinggal di daerah Kampung Manggar, Koja, Jakarta Utara. Polisi mengatakan, Siti Elina sebenarnya ingin bertemu dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Ia hendak memberitahu Jokowi bahwa ideologi Pancasila adalah ideologi yang salah.

Mirisnya, masyarakat memandang bahwa banyak kejanggalan yang sangat kentara dalam peristiwa ini. Sangat tampak bahwa kejadian ini direkayasa. Dan parahnya, direkayasa dengan sangat sembarangan, sehingga ada begitu banyak keanehan yang cukup menggelitik logika.

Diantaranya, keanehan yang pertama, polisi awalnya mengungkap identitas yang berbeda, bukan Siti Elina, melainkan seorang wanita bernama Gita Puspita (25). Kabar tersebut tersiar luas di masyarakat beberapa saat. Namun, informasi itu ternyata adalah hoaks. Gita Puspita bukanlah wanita yang membawa senjata masuk ke istana negara.

"Saya pastikan ini bukan saya, kegiatan saya mengajar di TK IT Pelita Khoiru Ummah, saya mengajar dari jam 7 pagi," katanya saat diwawancarai, Selasa (25/10). Mengenai identitasnya tersebar, Gita menyebutkan bahwa adanya penyalahgunaan identitas miliknya. Lurah Gedong Air, Syahril mengatakan bahwa memang benar Gita Puspita adalah warganya dan tinggal bersama kedua orang tuanya. "Setelah didapatkan informasi terkait Gita, saya pastikan ini adalah penggunakan identitas palsu oleh pelaku," pungkasnya (JPNN.com, 26/10/2022). Bukankah sangat aneh, polisi bisa mudah tertipu dengan identitas palsu.

Kedua, awal kejadiannya saja sudah tidak masuk akal. Bagaimana seorang wanita dengan pakaian mencolok bisa mendekat ke istana negara. Padahal, pada jarak yang cukup jauh pastinya Paspampres sudah bisa melihat kedatangan wanita tersebut. Bukankah seharusnya sudah dihadang dan diperiksa sebelum mendekat ke istana.

Ketiga, tampak bahwa polisi memegang pistol yang dibawa oleh si wanita bercadar begitu saja tanpa sarung tangan atau alas. Padahal pistol tersebut adalah barang bukti. Mustahil polisi tidak memahami bagaimana caranya memperlakukan barang bukti yang benar.

Kemudian, Siti Elina yang dicap sebagai pelakunya, entah bagaimana tiba-tiba berubah warna pakaian dan kerudungnya. Antara yang terekam di depan istana, dengan yang ada di kantor kepolisian. Keduanya menunjukkan pakaian yang berbeda warna. Apakah mungkin, seorang tertuduh teroris yang tertangkap sempat untuk berganti pakaian?

Keanehan-keanehan lainnya tidak bisa dijelaskan. Hanya saja, jika dilihat kronologi kejadiannya, siapapun pasti bisa merasakan bahwa ini adalah drama yang direkayasa. Tampak dari ekspresi pelaku dan para polisi yang sangat tidak natural dan tidak sesuai dengan seriusnya sebuah aksi terorisme.

Drama ini bukan pertama kali terjadi. Sudah berbagai kejadian yang digunakan oleh rezim untuk menanamkan stigma negatif terhadap ajaran Islam. Sebelumnya, juga pernah terjadi insiden penusukan Menko Polhukam Kabinet Kerja, Wiranto, di Pandeglang, Banten, pada10 Oktober 2019, oleh sepasang suami istri. Dimana keduanya memakai pakaian khas muslim. Saat itu, banyak masyarakat meragukan kebenaran kejadian tersebut. Dan banyak lagi kejadian aneh yang lain.

Serangan terhadap muslim dan ajaran Islam telah terjadi sejak lama dan masif. Bukan hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Seperti di Palestina, Suriah, Myanmar, China, India dan negara-negara lainnya di dunia. Semua umat Islam saat ini berada pada posisi lemah dan tidak berdaya.

Gencarnya serangan Barat terhadap Islam, tidak lain karena kesempurnaan ajaran Islam itu sendiri. Islam adalah sebuah ideologi, yaitu ajaran yang terpancar darinya aturan-aturan lengkap. Islam memiliki aturan sempurna, dari hal terkecil hingga urusan besar yang menyangkut seluruh umat, yaitu politik dan tata negara. Aturan ini berasal dari Allah SWT Sang Maha Pencipta. Praktis, aturannya pasti bertujuan mewujudkan kemaslahatan seluruh umat manusia. Bukan hanya segelintir manusia saja. Sebagaimana yang terjadi dalam sistem sekuler kapitalis saat ini. Semua aturan yang ada hanya menguntungkan para penguasa dan kaum kapital.

Maka dari itu, tegaknya hukum Islam sangat ditakuti oleh orang-orang Barat. Jika umat Islam bersatu dan menerapkan aturannya secara lengkap. Maka Islam akan berdiri kokoh tak terkalahkan. Namun demikian, tegaknya Islam di kemudian hari merupakan sebuah keniscayaan. Kembalinya kekhilafahan sebagaimana ditegakkan oleh Rasulullah Saw adalah janji Allah Swt maka pastilah akan terjadi. Menyadari hal ini, kita sebagai umat muslim sudah sepatutnya berusaha sekuat tenaga turut andil dalam terwujudnya janji Allah tersebut.

Bagaimanapun cara orang-orang kafir dan munafik membuat makar untuk menjatuhkan agama Allah, sesungguhnya Allah juga memiliki makar yang lebih besar. Seperti Firman Allah Swt yang artinya:

"Dan mereka (orang-orang kafir) membuat tipu daya, maka Allah pun membalas tipu daya. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya" (QS. Ali Imran: 54)

Oleh: Dinda Kusuma W.T.
Sahabat TintaSiyasi

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments