Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

MUM: Tidak Berjilbab, Kemunduran dan Bentuk Islamofobia Akut


TintaSiyasi.com -- Pembina MUM (Mutiara Umat Institute) Puspita Satyawati mengatakan, tidak berjilbab merupakan kemunduran dan bentuk Islamofobia akut.

“Tidak berjilbab bagi siswi muslimah, merupakan kemunduran dan bentuk Islamofobia akut,” ujarnya dalam Kritik #6: Jilbab Disayang Jilbab Dilarang, Siapa Meradang? Kamis (17/11/2022), di YouTube TintaSiyasi Channel.

Menurutnya, Islamofobia bukanlah fenomena baru, namun ia memiliki akar historis sejak abab pertengahan. Perang salib I telah menanamkan benih Islamofobia.

Islam digambarkan sebagai aliran sesat, ucap dia, muslim dicitrakan sebagai manusia bar-bar nan kejam. “Penggambaran ini menggiring, umat Kristen di Barat untuk melakukan perang salib I. Hingga, tanah Palestina jatuh ke tangan mereka,” tuturnya.

Ia mengungkap, Islamofobia lahir dari kebencian Barat terhadap Islam. Pandangan hidup barat adalah ideologi kapitalisme sekularistik yang secara diametral bertentangan dengan ideologi Islam.

Lebih jauh, ia memandang, ideologi Islam menjadi musuhnya. “Hingga kini, mereka sangat khawatir akan kebangkitan Islam,” paparnya.

Ia menduga, mereka terus menciptakan narasi kebencian terhadap Islam. “Dan ini marak terjadi di negeri kaum muslim, khususnya yang mengekor pada Barat,” kata Puspita.

Kini islamofobia, jelas dia, kian terstruktur dan masif, karena secara global kapitalisme nyaris tumbang.

Di sisi lain, ia menilai, agama Islam terus berkembang sebab sesuai fitrah manusia. “Jadilah Islamofobia narasi yang diciptakan untuk menyerang Islam dengan harapan, orang membenci dan memusuhi Islam,” terangnya.

Lebih jauh, ia melihat, Islamofobia juga mengakibatkan tidak konsistennya si pelaku terhadap konstitusi dan UU Hak Asasi Manusia (HAM) yang dibuat oleh kalangan mereka sendiri, bahwa warga negara berhak untuk memeluk agama dan menjalankannya sesuai keyakinannya.

Negara dalam hal ini, ia mengimbau, pemerintah semestinya mampu memenuhi kewajiban untuk menghormati to respect, memenuhi to fullfil, dan melindungi to protect HAM terkait hak menjalankan keyakinan agama seluruh warga negara termasuk warga sekolah.

“Jangan karena hendak menghormati HAM, sekelompok orang lalu merasa sah melanggar HAM kelompok lainnya,” jelasnya.

Maka, menurut dia, negara tidak boleh main ancam terhadap, pihak yang diduga memaksa penggunaan seragam sekolah berhijab dengan pengutamaan pemberian sanksi.

Namun, ia menyarankan, utamakan aspek pembinaan, bukan pembinasaan. Terlebih, tindakan guru tersebut dimaksudkan untuk mengedukasi, siswi tentang kewajiban menutup aurat bagi seorang muslimah.

“Oleh karena itu, jadilah negara benevolen (pemurah), bukan negara (pemerintah) yang berwatak bengis terhadap warganya,” ungkap dewan pembina itu.

Ia juga menegaskan, terkait seragam dan atribut khusus keagamaan, bahwa hijab bagi seorang (siswi) Muslimah bukanlah atribut, melainkan syariat Islam dalam berbusana.

“Jadi, peraturan seragam sekolah tidak boleh meninggalkan syariat berbusana muslim. Sehingga, tidak menanggalkan menutup aurat,” pungkasnya. [] Mariyam Sundari
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments