Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Agenda Deradikalisasi Menyerang Pemuda Muslim untuk Menghalau Kebangkitan Islam


TintaSiyasi.com -- Takkan ada habisnya memang membicarakan kehidupan para generasi muda. Bahkan tak melulu soal potensinya, kini pemuda tengah disorot sebab kerentanan mereka terpapar paham radikalisme. Katanya. 

Pada tahun 2020, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengeluarkan hasil survei nasional tentang potensi radikalisme. Hasilnya sebanyak 12,2% masyarakat Indonesia telah terpapar radikalisme. Sebagian besar didominasi oleh generasi muda, yakni mencapai 85% dari total hasil survei tersebut (sindonews.com, 17/12/2020). 

Dalam acara diskusi Pelibatan Pemuda dalam Pencegahan Radikalisme dan Terorisme dengan Pitutur Kebangsaan di Depok, Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid, Direktur Pencegahan BNPT, menyampaikan bahwa generasi muda yang terpapar itu mencakup Generasi Milenial (20-39 tahun) dan Generasi Z (14-19 tahun). Beliau pun menekankan pentingnya peranan para pemuda dalam meng-counter paham radikalisme melalui dunia maya karena penyebaran radikalisme masif melalui media tersebut (antaranews.com, 14/04/2022). 

Sosialisasi pentingnya peranan pemuda dalam agenda deradikalisasi semacam ini telah masif digelar di berbagai kota, yakni Malang, Yogyakarta, dan lainnya. Perguruan tinggi pun dibanjiri seminar-seminar anti radikalisme, bahkan ada kampus yang mengukuhkan beberapa mahasiswanya sebagai Duta Bebas Radikalisme. Sejatinya, ada apa dengan radikalisme hingga pemerintah mengatakan ini adalah musuh bersama dan menghimbau masyarakat untuk memeranginya? Ada apa dibalik derasnya arus kontraradikalisme yang mendorong para pemuda untuk terlibat aktif di dalamnya?


Titik Kritis Isu Radikalisme

Jika kita memperhatikan bagaimana isu radikalisme selama ini digulirkan, kita akan menemukan bahwa pihak yang selalu disudutkan ialah umat Islam serta ajaran agamanya. Sangat kontras sekali ketika sekelompok orang bersenjata yang membantai penduduk Papua hanya disebut sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Mengapa mereka tak disebut sebagai radikal atau teroris? Mengapa jika non-Muslim yang melakukan kejahatan, mereka tak disebut ‘telah terpapar radikalisme’? Aneh sungguh aneh. Maka dari sini kita dapat melihat bahwasannya isu radikalisme dan terorisme sangat berpotensi memunculkan opini negatif terhadap Islam. 

Oleh sebab itu, umat Islam harus membuka mata dan mengkritisi isu ini. Tak boleh diam saja. Ada beberapa hal yang perlu kita kritisi. Pertama, karakteristik ‘orang radikal’ serta teroris yang disampaikan oleh pemerintah dan media selama ini tampak selalu dikaitkan dengan umat Islam. Mulai dari konten ceramah hingga penampilan fisik seperti good-looking, cadar, gamis, celana cingkrang, jenggot, dan sebagainya. Apakah ada orang non-Muslim yang menjelekkan bahkan menghina Islam lantas ia disebut radikal? Nope, tidak ada. Beda jika kita menyampaikan dakwah yang haq. Seketika langsung dilabeli radikal karena tuduhan ‘mengkafirkan orang’ dan intoleran.

Kedua, terdapat dugaan kuat bahwa yang menjadi target isu radikalisme ini ialah Islam, yakni ajaran Islam itu sendiri serta orang-orang yang mendakwahkannya. Tak hanya di masyarakat umum, di perguruan tinggi framing radikalisme dan terorisme begitu kuat diaruskan untuk memojokkan para mahasiswa yang aktif mendakwahkan Islam kaffah. Bahkan ada kampus yang mencopot jabatan dosen dan men-drop out mahasiswanya apabila terbukti mendakwahkan Islam kaffah ini. Padahal jika kita perhatikan, mereka yang berdakwah ini menyampaikannya secara argumentatif dan edukatif tanpa kekerasan sedikitpun. Dimana letak aksi terorismenya? Maka jelas target isu ini adalah menggembosi semangat para pendakwah, pejuang Islam kaffah, dan kaum muslim secara umum yang ingin kembali kepada identitas Islam mereka.

Ketiga, dari kedua poin di atas pun kita dapat menyadari bahwa sebenarnya indikator radikalisme hingga detik ini masih kabur dan belum jelas. Makna kata radikalisme sesungguhnya bersifat netral. Radikal berasal dari kata radix yang berarti mengakar. Namun, saat ini istilah radikal mengalami demonisasi, maknanya menjadi negatif. Dari ketidakjelasan indikator dan demonisasi istilah, maka radikalisme seringkali digunakan oleh suatu pihak sebagai alat gebuk untuk memojokkan dan memukul mundur pihak lain yang bersebrangan dengannya. Misalnya, sangat jelas terlihat ketika sekelompok kaum muslim mendakwahkan Islam kaffah dan menginginkan penerapan syariat, mereka dikategorikan radikal dan mengancam kedaulatan negara. Sedangkan orang-orang yang mendukung sekulerisme dan liberalisme dikategorikan sebagai orang yang moderat.

Keempat, radikalisme merupakan isu global. Semenjak peristiwa 9/11, agenda war on terrorism terus digencarkan oleh Barat. Selanjutnya disusul oleh agenda war on radicalism yang berlanjut hingga sekarang. Misi Barat ini semakin didudukung dengan terbitnya dokumen yang berjudul Building Moderate Muslim Networks oleh Rand Corporation pada tahun 2007 silam. Penulisnya ialah Angel Rabasa dan Cheryl Benard, yang keduanya merupakan orientalis. Dokumen tersebut berisi rekomendasi-rekomendasi bagi Amerika Serikat untuk melawan kelompok yang mereka sebut dengan Islam radikal. Inti dari dokumen ini memang berfokus pada pembahasan bahwasannya Islam radikal dan dogmatisasi Islam semakin berkembang di tengah kehidupan kaum muslim, maka perlu adanya agenda untuk menghalaunya dengan menjadikan kaum Muslim sebagai Muslim yang moderat. Yakni Muslim yang menerima nilai-nilai modern ala Barat. Hasilnya, mereka akan menolak hukum syariah yang tidak sesuai dengan nilai modern tersebut. Tak masalah apabila kita shalat, puasa, haji, zakat, dan membicarakan ayat serta hadits tentang nafsiyah. Namun jika kita berbicara tentang wajibnya penerapan sistem pemerintahan Islam yang menerapkan syariat dalam seluruh aspek kehidupan (politik, ekonomi, sosial, pendidikan, dan lain-lain), maka kita akan disebut radikal.


Pemuda, Sasaran Empuk Kaum Kafir Penjajah

Pemuda, elemen penting bagi suatu peradaban. Hingga dikatakan apabila ingin melihat masa depan suatu peradaban, maka lihatlah kondisi para pemudanya. Tak ayal kehidupan para pemuda senantiasa menjadi perhatian serius berbagai pihak dari masa ke masa. Sebab di masa muda ini, sebagian besar dari mereka memiliki daya intelek yang tinggi dan tenaga yang masih kuat. Mereka produktif dan kritis sampai-sampai berpotensi besar untuk membawa perubahan bagi dunia. Amerika Serikat takkan melewatkan kesempatan ini begitu saja. Mereka sadar bahwa jika generasi muda Islam rusak, maka rusaklah pula peradaban Islam. Telah tertuang jelas dan detail dalam dokumen Building Muslim Networks bahwa dua dari lima agenda utama AS dalam mewujudkan jaringan Muslim moderat ialah memberi dukungan dan bantuan finansial kepada para intelektual serta akademisi muslim yang liberal dan sekular. Kemudian, para pelajar muda relijius yang moderat.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun turut mendukung agenda ini dengan membentuk the United Nations Office of Counter-Terrorism (UNOCT). UNOCT inilah yang mengomandani seluruh langkah PBB dalam mencegah dan melawan terorisme serta ekstrimisme. Dilansir dari laman un.org, divisi ini mengeluarkan dokumen Plan of Action to Prevent Violent Extremism yang berisi 70 rekomendasi bagi seluruh negara anggota PBB untuk mencegah makin tersebarnya paham ekstremisme. Salah satu yang menjadi fokus mereka ialah pemuda. Berbagai program pemberdayaan dicanangkan untuk para pemuda agar mereka terhindar dari paham radikalisme, ekstrimisme, dan terorisme. Sebagian besar program itu menyasar bidang pendidikan, budaya, dan sosial. Misalnya, dialog antar agama, seminar pluralisme, pertukarakan budaya, hingga kegiatan olahraga. Sungguh Barat menyerang generasi muda Islam dari segala arah. Agenda deradikalisasi atau kontraradikalisme ini merupakan salah satunya.

Tak hanya melalui selebaran dan buku-buku cetak, digitalisasi yang berkembang peset saat ini sangat dimanfaatkan Barat untuk semakin melancarkan aksinya. Ghazwul fikr semakin nyata terlihat di media-media sosial, bagaimana peperangan antara haq dan bathil begitu sengit. Potensi digital generasi muda dibajak. Sadar tidak sadar, ,ereka dibentuk menjadi agen-agen Barat untuk menyebarkan pemikiran sekular dan semakin memasifkan agenda kontraradikalisme serta Islam moderat. Lihatlah betapa makin bertambah banyak influencer yang mempromosikan feminisme, pluralisme, dan liberalisme. Di samping itu, entertaintment membius para pemuda, mengalihkan fokus mereka pada kesenangan duniawi dan pencapaian materi. Tidur, kaum Muslim tertidur. Kapitalisasi digital telah ‘meninabobokkan’ mereka. Suara haq memang telah banyak di media sosial, namun masih kalah dengan yang bathil. Sebab ini memang permasalahan sistemik.

Begitu dahsyat langkah yang dilakukan Barat dalam membajak potensi generasi muda. Demi apa jika tidak demi menghalau kebangkitan Islam. Barat menjadikan umat Islam, terutama para pemudanya, ragu-ragu dalam menjalankan ajaran Islam. Mereka memahami betul apabila seluruh pemuda kembali pada identitas Islam, mereka akan menginginkan penerapan syariat Islam serta tegaknya kembali institusi Khilafah. Jika itu terjadi, peradaban kapitalisme Barat akan runtuh dan tak ada kesempatan lagi bagi mereka untuk menguasai kekayaan alam negeri-negeri Muslim.


Wahai Pemuda, Teruslah Bersinergi untuk Mendakwahkan Islam Kaffah!

Wahai pemuda, apa yang membuatmu ragu untuk kembali pada identitas Islam? Apa yang membuat nyalimu kecil untuk mendakwahkan Isam kaffah? Padahal telah jelas tertulis dalam al- Qur’an,

ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيْهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَۙ

Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 2).

Jika memang benar kita meyakini bahwa laa ilaaha illallah muhammad rasulullah, maka semestinya tak ada keraguan dalam menjalankan syariat Islam. Kapapun dan dalam kondisi apapun. Kita takkan tergiur dengan pemikiran lain di luar Islam. Kita takkan tertipu oleh bujuk rayu musuh- musuh Islam. Syariat Islam takkan lekang oleh waktu dan ialah solusi bagi seluruh permasalahan hidup. Laa ‘izzata illa bil Islam, tiada kemuliaan kecuali dengan Islam. Pemuda Muslim, jangan pernah memakan racun berbalut madu yang ditawarkan oleh Barat. Sadarilah potensi strategis kalian sebagai pemimpin peradaban Islam di masa depan. Saatnya kita melawan propaganda Barat dengan kembali pada identitas Islam dan menjadi pendakwah ideologis. Wujudkan kesadaran umum di tengah masyarakat bahwa penerapan syariat itu kewajiban serta kebutuhan. Teruslah berjuang hingga umat Islam tersadarkan dan mendukung tegaknya sistem Islam dalam naungan institusi global khilafah. Para pejuang yang istiqamah itu, pastikan diri kita menjadi bagian darinya!

Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Aisya B. Setiawan
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments