TintaSiyasi.com -- Peralihan ke TV digital secara resmi ditetapkan pada 2 November 2022 secara bertahap, yang dimulai dengan penghentian siaran TV analog untuk wilayah Jabodetabek. Terdapat 514 kabupaten dan kota di Indonesia yang melakukan Analog Switch-off (ASO) (kompas.com, 02/11/2022).
Direktur Pengembangan Pitalebar, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Marvels Situmorang menegaskan bahwa peralihan ke siaran digital berdasarkan Undang-undang no. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan PP 46.
Menurut Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika, Rosarita Niken Widiastuti mengungkapkan bahwa ketika analog switch off (ASO) telah selesai akan memberikan banyak manfaat. Diantaranya saluran kanal TV akan lebih efisien, dimana satu kanal bisa ada 6 hingga 12 TV, peralihan ini akan menyisakan frekuensi untuk perluasan internet dan pengembangan teknologi 5G.
Dilansir dari kominfo.go.id, bahwa TV analog banyak memakan pita frekuensi 700 MHz sebanyak 328 MHz, sedangkan jika beralih ke digital hanya membutuhkan 176 MHz bagi stasiun televisi. Dengan penata ulang seluruh frekuensi, maka kecepatan internet hingga 200 kali lebih cepat dari 4G saat ini. Tentu ini iming-iming yang menggiurkan, ketika akses internet sudah menjadi kebutuhan sehari-hari.
Era digitalisasi merupakan keniscayaan yang tidak dapat dihindari, kemajuan teknologi telekomunikasi akan memudahkan pengiriman dan penerimaan informasi dengan waktu singkat tanpa batas jarak. Sayangnya, kecanggihan ini belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat, termasuk peralihan ke TV digital yang tidak semua masyarakat siap dengan perubahan ini.
Menurut Pengamat Ekonomi Digital dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai bahwa masyarakat belum siap bermigrasi ke TV digital analog switch off (ASO). Pasalnya, peralihan ke siaran digital membutuhkan Set Top Box (STB). Bagi yang mampu membelinya tentu bukan masalah, tapi untuk masyarakat menengah kebawah yang masih kesulitan untuk memenuhi makanan sehari-hari akan menjadi masalah.
Hal ini diperparah dengan sarana telekomunikasi yang dikomersilkan dan dikendalikan oleh industri. Seperti adanya efisiensi frekuensi yang akan menguntungkan korporasi telekomunikasi. Inilah yang terjadi dalam sistem kapitalisme, di mana pengendali teknologi hari ini adalah para pemilik modal (kapitalis). Segala sesuatu yang ada celah untuk meraup keuntungan, pasti akan dilakukan termasuk beralihnya ke TV digital yang menurutnya terdapat banyak manfaat.
Sangat berbeda dalam sistem Islam dalam khilafah. Teknologi merupakan bentuk perkembangan ilmu pengetahuan yang realitasnya dapat mendukung kehidupan manusia. Dalam khilafah, teknologi telekomunikasi akan berada di bawah tanggung jawab departemen luar negeri. Seperti disebutkan dalam Kitab Muqqadimah Dustur Pasal 73 “Direktorat Luar Negeri menangani seluruh urusan luar negeri yang berkaitan dengan hubungan Daulah Khilafah dengan negara-negara asing baik dalam aspek politik, ekonomi, perindustrian, pertanian, perdagangan, hubungan pos, hubungan kabel maupun nirkabel, dan sebagainya.”
Lebih detailnya pada Buku Sistem Keuangan Negara Khilafah, Syekh Abdul Qadim Zallum, dijelaskan bahwa “sarana pelayanan pos, surat menyurat, telepon, kiriman kilat, teleks, sarana televisi, perantara satelit, dan lain-lain merupakan salah satu jenis infrastruktur milik negara yang disebut dengan marafiq.”
Sarana itu dapat dimanfaatkan diseluruh wilayah khilafah dan dapat dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat. Pengembangan ke TV digital akan dilakukan yang semata-mata untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Apalagi efisiensi frekuensi yang dapat mempercepat akses internet akan digunakan untuk kepentingan media.
Media di dalam negeri untuk membangun masyarakat Islam yang kokoh. Mengedukasi umat dengan tsaqofah Islam, ilmu sains dan teknologi, maupun informasi politik luar negeri. Sedangkan di luar negeri, Media akan dijadikan untuk menyebarkan Islam sehingga akan makin tampak kewibawaan khilafah di politik internasional. Begitulah cara khilafah dalam mengatur teknologi telekomunikasi.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Nabila Sinatrya
Aktivis Muslimah
0 Comments