Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Marak Kekerasan, di Mana Jaminan Negara atas Keamanan?


TintaSiyasi.com -- Sudah lama rezim di negeri ini seolah memandang remeh nyawa warganya. Ratusan manusia yang kehilangan nyawa dianggap tidak berharga oleh negara. Paling tidak hal itu berlangsung sejak pembunuhan puluhan orang yang terduga terorisme (seperti pembunuhan Siyono pada tahun 2016), meninggalnya lebih dari 850 petugas KPPS pada Pemilu 2019 lalu, pembunuhan terhadap 6 laskar FPI pada tahun 2020, hingga ‘pembantaian’ lebih dari 130 orang penonton/suporter sepakbola di Stadion Kanjuruhan Malang beberapa waktu lalu. (Buletinkaffah.com, 14/10/2022).

Tak hanya itu banyak kasus kekerasan lain yang terjadi belakangan ini, seperti bayi berusia 4 bulan yang dibanting hingga meninggal dunia. Seorang mantan pendeta muda yang membunuh rekannya bahkan beliau belajar cara membunuh tanpa suara dari internet. Anak kecil yang ditusuk saat pulang mengaji hingga meninggal dunia hanya karna pelaku menginginkan handphone anak tersebut. Seorang suami yang membacok istri hingga tewas kemudian diamuk massa sampai kritis, dan masih banyak kasus kekerasan lainnya yang tidak tersorot oleh media.

Kekerasan marak di mana-mana, semua bisa jadi pelaku mulai dari remaja, dewasa, bahkan ibu terhadap bayinya juga seorang pendeta. Menjadi pertanyaan betapa mahal harga keamanan di negeri ini. Negara gagal memenuhi kebutuhan jaminan keamanan bagi rakyatnya. Negara seharusnya berperan sebagai pengurus (raain) dan pelindung (junnah) bagi semua warganya, termasuk dalam membina pribadi rakyat menjadi pribadi yang baik, beriman dan bertakwa. Sehingga tidak mudah melakukan tindakan kriminal sampai menghabisi nyawa orang lain.

Nyawa manusia adalah anugerah Allah SWT yang sangat berharga. Karena sangat berharga, Allah SWT menetapkan bahwa pembunuhan seorang manusia sama dengan menghilangkan nyawa seluruh umat manusia:

‎مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي اْلأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا

Siapa saja yang membunuh seseorang bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena dia membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh seluruh manusia" (TQS. Al-Maidah [5]: 32).

Apalagi jika yang terbunuh adalah seorang Mukmin. Nabi SAW bersabda:

‎لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ

Kehancuran dunia ini lebih ringan di sisi Allah dibandingkan dengan pembunuhan seorang Muslim” (HR. an-Nasa’i).

Tak hanya Muslim, membunuh non-Muslim pun tanpa ada alasan yang dibenarkan adalah terlarang. Dasarnya adalah sabda Nabi SAW:

‎مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا

Siapa saja yang membunuh kafir mu’âhad tidak akan mencium wangi surga. Padahal sungguh wangi surga itu sudah bisa tercium dari jarak perjalanan 40 tahun" (HR. al-Bukhari).

Sudah seharusnya negara bertanggung jawab dalam menjamin keamanan dari setiap warga negaranya. Karena itu untuk mencegah tindak pembunuhan yang disengaja, negara dalam Islam wajib memberikan sanksi yang keras berupa hukuman qisas kepada pelaku pembunuhan. Tujuannya adalah untuk menimbulkan efek jera bagi para pelaku dan menimbulkan rasa takut bagi orang-orang yang menyaksikan sehingga tidak mudah untuk mengulang dan melakukan kesalahan yang sama.

Allah SWT Berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian qishâsh berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh: orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, dan wanita dengan wanita…” (TQS al-Baqarah [2]: 178).

Selain pemberian sanksi, negara juga harus memberikan pemahaman dan menumbuhkan rasa keterikatan terhadap hukum syarak di dalam diri setiap warga negaranya. Sehingga ketika seluruh warga negara memiliki rasa keterikatan terhadap hukum syarak, perbuatan yang dilakukan adalah perbuatan-perbuatan yang ahsan yang mencerminkan bahwa mereka adalah seorang Mukmin. Seluruh amalan yang dilakukan pasti akan diupayakan agar mendapatkan predikat ihsanul ‘amal. Seluruh warga negara akan memiliki alasan yang kuat di dalam dirinya mengapa ia harus taat akan perintah Allah dan menjauhi segala hal yang Allah larang.

Maka dengan demikian, tidak akan ada lagi tindakan kriminal yang dapat menganggu keamanan serta kenyamanan warga negara. Tidak akan ada lagi orang-orang yang dengan mudah menghabisi nyawa orang lain hanya karena masalah duniawi atau bahkan hanya untuk menghamba pada materi.

Hal ini sudah pernah dibuktikan oleh sejarah, di mana selama 1.300 tahun Daulah Islamiah tegak tercatat hanya ada ratusan kasus kejahatan yang terjadi. Artinya dalam satu tahun nyaris tidak ada kasus kriminal yang terjadi. Tentunya sangat berbeda dengan keadaan kita saat ini di dalam belenggu kapitalisme sekuler, di mana kasus kejahatan terjadi di mana-mana bagaikan gelombang tsunami yang hanya dalam hitungan detik bisa menghacurkan sebuah pemukiman.

Begitulah mulianya syariah Islam dalam melindungi warga negaranya. Karena itu sepanjang negara Islam tegak sejak zaman Nabi SAW di Madinah, lalu dilanjutkan dengan al-Khulafa’ ar-Rasyidun, setiap warga negara baik Muslim maupun non-Muslim berhak mendapatkan perlindungan yang luar biasa dari negara. Tidak setetes pun darah tumpah melainkan ada pembelaan dari negara Islam.

Sudah saatnya umat bangkit dan menerapkan hukum Islam yang sudah pasti bisa menjaga juga memelihara kehormatan dan jiwa manusia. Melalui penarapan syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan dan meninggalkan sistem sekuler yang sangat batil ini. []


Oleh: Marissa Oktavioni
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments