TintaSiyasi.com -- Merespons pernyataan dari Menteri Koordinator Politik Republik Indonesia (Menkopolhukam RI) Mahfudz MD yang menyatakan pendukung khilafah ingin merubah ideologi Pancasila diganti khilafah, Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto menilai pernyataan tersebut tidak memberikan ruang gagasan Islam.
"Sebutlah seperti LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) itu memberikan ruang sampai begitu rupa, tapi sama sekali tidak memberikan ruang bagi gagasan-gagasan Islam, kan paradoks itu," ungkap Ustaz Ismail dalam acara Perspektif PKAD (Pusat Kajian dan Analisis Data) bertajuk Menkopolhukam Mahfud MD Khilafahfobia? di YouTube PKAD, Rabu (2/10/2022).
Ustaz Ismail merasa aneh, Mahfud MD yang disebut seorang pejuang demokrasi, tetapi ketika ada orang yang punya pikiran berbeda, dengan menggunakan segala dalil dan dalih termasuk dalil kekuasaan untuk mengeliminer pikiran-pikiran tersebut.
"Ini menurut saya paradoks demokrasi. Jadi demokrasi itu memberikan ruang kepada apa pun, bahkan termasuk memberikan ruang kepada gagasan-gagasan. Ketika kita bicara mengenai LGBT, mereka (pendukung LGBT) kalau LGBT adalah hak asasi manusia," kata Ustaz Ismail.
Menurutnya, jika benar LGBT hak asasi manusia, kenapa tidak dengan cara yang sama memperlakukan pengusung ide khilafah. Padahal sepengetahuannya, demokrasi dikatakan sangat menghargai kedaulatan rakyat.
"Kedaulatan rakyat itu sering dikatakan sebagai kemauan atau kehendak bebas rakyat. Jikalau kita konsisten dengan prinsip-prinsip itu, di mana demokrasi katanya menghargai pikiran, menghargai gagasan, menghargai aspirasi, nah bukankah ini semua adalah pikiran? Bukankah ini semua gagasan? Ini semua adalah aspirasi?" ungkap Ustaz Ismail.
Ustaz Ismail mengatakan, aspirasi yang ada di tengah-tengah umat, aspirasi yang bahkan dia punya dasar yang sangat kokoh, yaitu dasar ajaran Islam mestinya kalau konsisten dengan prinsip-prinsip itu, terutama buat mereka yang berulang kali teriak-teriak tentang penjagaan terhadap demokrasi, mestinya kan menghargai itu semua.
Paradoks
"Ini aneh, katanya dia (Mahfud MD) seorang pejuang demokrasi. Tetapi ketika ada orang yang punya pikiran berbeda dengan pikiran dia, dia menggunakan segala dalil dan dalih termasuk dalil kekuasaan untuk mengeliminer pikiran-pikiran itu. Ini menurut saya paradoks demokrasi. Jadi demokrasi itu memberikan ruang kepada apapun, bahkan termasuk memberikan ruang kepada gagasan-gagasan," tandas Ustaz Ismail.
Tambah Ustaz Ismail, ketika bicara mengenai LGBT mereka bicara tentang kalau ini adalah hak asasi manusia.
"Jika benar itu hak asasi manusia, kenapa tidak dengan cara yang sama memperlakukan mereka yang punya pikiran tentang khilafah. Bukankah itu juga hak asasi manusia? Bukankah itu juga juga ide yang mestinya dihargai?" bebernya.
Apalagi kata Ustaz Ismail khilafah ide yang benar, ide yang bagus. Sementara kalau LGBT itu kan itu yang salah dan yang rusak. Demokrasi itu kan katanya sangat menghargai kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat itu sering dikatakan sebagai kemauan atau kehendak bebas rakyat.
"Jikalau kita konsisten dengan prinsip-prinsip itu, di mana demokrasi katanya menghargai pikiran, menghargai gagasan, menghargai aspirasi, nah bukankah ini semua adalah pikiran?bBukankah ini semua gagasan? Ini semua adalah aspirasi?" jelasnya.
Lebih lanjut kata Ustaz Ismail, aspirasi yang ada di tengah-tengah umat, aspirasi yang yang bahkan dia punya dasar yang sangat kokoh. Yaitu dasar ajaran Islam itu.
"Mestinya kalau kita konsisten dengan prinsip-prinsip itu, terutama buat mereka yang berulang kali teriak-teriak tentang penjagaan terhadap demokrasi, mestinya kan menghargai itu semua," pungkasnya. [] Munamah
0 Comments