TintaSiyasai.com -- Menteri Keungan Sri Mulyani merilis pernyataan APBN yang bersisa menjelang akhir tahun 2022. Diketahui APBN baru terealisasi belanjanya sebesar Rp 1.913,9 triliun atau 61,6% dari total pagu belanja negara sebesar Rp 3.106,4 triliun. Bendahara negarapun harus memutar otak untuk memaksimalkan serapan APBN.
Banyak pihak menuntut transparansi atas perealisasiannya dan terus mempertanyakan akan dialokasikan kemana sisa anggaran tersebut. Sebagaimana yang dikutip dari situs berita CNBC Indonesia (4/11), Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu menilai sisa APBN yang ada tidak harus dihabiskan. Sebab menghabiskan dana sejumlah Rp 1.192,5 triliun dan memaksimalkan penggunaannya dalam jangka waktu dua bulan merukpakan tantangan besar. Jangan sampai teralokasikan untuk pengeluaran yang tidak penting.
Senada dengan Febrio Kacaribu, Mantan Menteri Keungan Bambang P.S. Brodjonegoro menganjurkan pemerintah untuk menghemat uang sisa tersebut di tengah ancaman krisis utang global. Sisa APBN tersebut tak harus dihabiskan, bisa disimpan dalam SAL untuk mengurangi penerbitan utang tahun depan.
Dalam laman berita lain Sri Mulyani membeberkan rencana penggunaan sisa APBN.
Beberapa hari lalu Kementerian Keuangan (Kemeneku) usai membayarkan kompensasi bagi PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero). Pemerintah juga akan membayarkan kompensasi untuk Kuartal III-2022 sesegera mungkin. Langkah-langkah penjagaan daya beli masyarakat dan pemberian dana sosial juga akan dieksekusi.
Sisa Padi di Tengah Paceklik
Mengherankan memang di tengah merosotnya kurs rupiah dan memburuknya ekonomi negeri ini, ternyata masih ada sisa dana APBN. Membuat kita bertanya-tanya, “kemanakah serapan APBN jika kondisi rakyat kian hari memburuk namun ternyata APBN dikatakan masih bersisa?
Gelombang PHK tak terbendung mengancam peningkatan angka pengangguran, lalu subsidi BBM yang kian hari dipangkas dengan dalih efisiensi, ditambah lesunya aktivitas ekonomi di negeri ini. Apakah tepat dana APBN dinyatakan bersisa jika kondisi rakyat makin sengsara?
Alokasi terbesar APBN 2022 saat ini mengucur deras pada pos pembelanjaan kementerian dan non-kementerian. Disusul oleh pembelanjaan pemerintah pusat dan transfer ke berbagai darah menempati posisi terbawah. Sebagaimana yang dikutip dari infografis TrenAsia (18/05). Terbukti belanja untuk maslahat masyarakat masih minim. Entah apa yang menjadi prioritas belanja pemerintah.
Apa yang terjadi saat ini menggambarkan betapa buruknya sistem keuangan negara dalam sistem kapitalisme. Negara menjadi institusi terbesar pengurus maslahat umat seharusnya pengeluaran terbesarnya diperuntukkan untuk rakyat. Bagaimana bisa pemerintah mengatakan “APBN kita bersisa” di tengah rakyat yang berjibaku memenuhi kebutuhan hariannya.
Kebutuhan Umat Pos Utama
Lain kisah dengan sistem keuangan Islam. Dari segi pemasukan kas negara, negara tidak bergantung penuh kepada pajak ataupun bea cukai. Setidaknya ada tiga dewan besar yang menjadi sumber pendapatan kas negara yaitu:
Dewan Fa’i dan Kharaj. Yaitu dewan pendapatan yang menampung dari pajak darurat kaum muslimin. Juga dari hasil peperangan daulah baik berupa ghanimah, Kharaj, usyur, dsb.
Dewan Kepemilikan Umum. Yaitu dewan yang meyimpan harta dan pengelolaan dari kepemilikan umum.
Dewan Shadaqah, yaitu dewan yang menampung harta dari berbagai macam zakat, infak, dan sedekah yang ada. Bukan berarti tidak diperbolehkan menarik pajak dari rakyat. Pajak boleh ditarik jika baitulmal benar-benar membutuhkan dan tidak ada jalan lain. Itupun tidak boleh mematok nominal yang menyusahkan rakyat.
Kemudian dari segi pengeluaran, dalam sistem keuangan Islam setidaknya ada tiga prioritas utama pembelanjaan kas negara, yaitu kepentingan masyarakat. Segala fasilitas umum yang ada sebisa mungkin didanai dari baitulmal. Seperti taman kota, masjid, bahkan rest area bagi musafir tidak berbayar. Baitulmal juga mencatat siapa saja masyarakat yang berhak mendapat santunan. Rakyat juga bisa mengajukan pinjaman untuk modal usaha maupun bantuan untuk membayar utang. Negara juga menyiapkan dana darurat untuk antisipasi apabila terjadi bencana alam maupun hal-hal buruk lainnya yang menimpa rakyat.
Keberlangsungan Jihad, karena negara dalam Islam juga mengemban dakwah ke seluruh penjuru dunia dan jihad adalah salah satu wasilahnya, maka anggaran untuk jihad juga menjadi prioritas pengeluaran. Pembayaran gaji untuk khalifah dan jajaran pemerintahan lainnya. Mereka digaji dari kas negara sesuai dengan jasa yang mereka berikan pada negara.
Maka dalam negara Islam ketika APBN dikatakan bersisa sudah dipastikan keadaan rakyat makmur sentosa. Sebagaimana yang terjadi pada zaman kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz. Pada zamannya, diceritakan harta baitulmal sampai meluap. Pintu baitulmal tak dapat dikunci karena saking penuhnya. Tak ada lagi orang yang berhak menerima zakat.
Kita tak mampu berharap lebih akan teralokasikannya sisa APBN 2022 untuk kepentingan rakyat. Mungkin memberikan pinjaman modal tanpa bunga untuk menghidupkan kembali roda perekonomian, atau memberi beasiswa bagi pelajar berbakat yang tak mampu melunasi SPPnya, ataupun sekedar memberi santunan rutin bagi kaum lemah. Semuanya hanya mimpi di siang bolong.
Selama hegemoni kapitalisme masih menguasai, selamat menikmati kelaparan yang tak kunjung usai di dalam lumbung padi.[]
Oleh: Nabiilah (Qathratun)
Aktivis Muslimah
0 Comments