Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Konser Berdendang, Pemuda, dan Perjuangan

TintaSiyasi.com -- Nyaris menimbulkan petaka. Demikianlah yang terjadi pada konser berdendang bergoyang akhir Oktober lalu. Konser yang sejatinya berlangsung 3 hari, distop di hari kedua dan ditiadakan pelaksanaannya di hari ketiga. Alasan yang mengemuka karena over kapasitas pengunjung. Penyelenggara dalam pengajuan izinnya menyebutkan 3000 pengunjung, sedangkan realitanya menembus angka 20 ribuan.

Tindakan aparat mengakhiri konser patut diapresiasi. Korban jiwa pun tak sampai terjadi. Namun sejatinya acara seperti ini besar peluangnya menimbulkan kerusuhan. Tak hanya itu,  dugaan adanya penjualan miras (minuman keras) dalam konser berdendang bergoyang terus diselidiki (tvonenews.com, 30/10/2022). 

Antusiasme masyarakat terhadap konser musik seolah mengindikasikan "hausnya" masyarakat akan hiburan. Apalagi pasca melandainya kasus covid-19, kerumunan masyarakat mulai terjadi. Masyarakat euforia di saat prokes mulai longgar.

Benarkah masyarakat haus akan hiburan? Tak dimungkiri kesulitan hidup kian menjerat masyarakat. Lowongan pekerjaan sulit, harga BBM naik, pendidikan mahal dan sebagainya. Stress ataupun depresi seolah hal yang wajar menghinggapi masyarakat sehingga butuh hiburan.

Namun menilik harga tiket konser berdendang bergoyang yang tidak bisa dikatakan murah, rasanya masyarakat tidak sekedar butuh hiburan. Namun cengkeraman paham kebebasan dalam ideologi kapitalisme lebih mendominasi. Kebebasan berekspresi, bertingkah laku menjadi keniscayaan. Karenanya berbondong-bondonglah mereka menghadiri konser. Kondisi inipun didukung dengan pemberian ijin oleh pihak berwenang. 

Di sisi lain, peserta konser didominasi para pemuda. Sosok yang memiliki potensi luar biasa dibandingkan segmen umur lainnya. Bahkan Bung Karno menyampaikan "Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia.” Ini menunjukkan potensi luar biasa yang dimiliki pemuda dibanding orangtua. 
Pemuda juga menjadi agen perubahan. Di pundaknyalah estafet perjuangan, pembangunan, dan peradaban bangsa dipegang. Maka jika pemuda berkarakter baik dan berjiwa pejuang niscaya peradaban gemilang akan diraih. Sebaliknya jika para pemuda tak memiliki karakter seperti itu, maka gambaran kemerosotan dan kemunduran peradaban akan terbayang.

Demikian pula jika pemuda terlena dengan hiburan musik atau konser yang sesaat. Ditambah menenggak minuman keras yang bisa merusak akal, maka tingkah laku sesat yang dihasilkan jauh dari kebaikan dan kemajuan. Lantas di pundak siapakah harapan kemajuan peradaban akan digantungkan jika pemuda sebagai subyek perjuangan justru abai berjuang?

Maka pemuda sebagai pemegang kunci perjuangan seharusnya menjadi perhatian bersama baik keluarga, masyarakat, dan negara. Sebagai aset tak ternilai perlu dipersiapkan menjadi subyek perubahan. Persiapan itu bahkan sejak masih dalam kandungan. Dan inilah yang dilakukan oleh Islam sehingga mampu memiliki peradaban yang gemilang.

Keluarga memberikan perhatian penuh dengan memahami posisi masing-masing anggota keluarga. Ibu sebagai sosok yang akan melahirkan pemuda dan mencetaknya menjadi generasi tangguh dicukupi kebutuhannya agar fokus dalam tugas utamanya. Yaitu sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Karenanya ibu tidak dibebani dengan beban ekonomi. Ayah dan para wali yang menafkahi ibu. Jika mereka tidak ada atau tidak mampu maka negaralah yang akan menanggung nafkahnya.

Di masyarakat, kontrol sosial dijalankan. Yaitu dengan aktivitas amar makruf nahi mungkar. Saling mengajak kepada yang baik, dan mencegah dari yang mungkar. Para pemuda yang terindikasi salah jalan ditegur dan diingatkan secara baik sehingga tidak sampai terjerumus ke jalan yang salah.

Peran penting dipegang negara dalam pemberdayaan pemuda. Negaralah yang menerapkan sistem kehidupan. Maka untuk memiliki peradaban yang cemerlang dan gemilang maka sistem Islamlah yang diterapkan. Dalam sistem pendidikan, ditujukan untuk mencetak pribadi yang berkepribadian Islam. Maka pemuda yang menempuh pendidikan dalam sistem Islam diharapkan memiliki kepribadian Islam ini. Dalam pergaulan, tidak diperbolehkan bercampur baur antara laki-laki dan perempuan, juga dilarang berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan, dan aturan lainnya yang menjaga interaksi laki-laki dan perempuan sesuai syariat. Maka pemuda akan terjaga dalam pergaulannya. Sistem sanksi tegas diberlakukan tanpa tebang pilih berdasarkan syariat Islam. Maka miras dilarang dengan tegas beserta seluruh komponen yang terlibat di dalamnya.

Adapun media, hanya diperbolehkan memberikan informasi yang mendidik. Sedangkan paham-paham yang merusak pemikiran seperti sekularisme, hedonisme, kapitalisme, liberalisme, dan sejenisnya dilarang hadir dan masuk dalam pemikiran masyarakat maupun pemudanya. 

Sinergi yang indah antara keluarga, masyarakat, dan negara akan mampu mewujudkan pemuda yang siap berjuang. Inilah kondisi dengan penerapan syariat Islam secara sempurna. Seluruh pihak sepakat dan menyadari penuh peran pemuda yang mampu mengantarkan peradaban manusia yang maju dan gemilang. 

Karenanya berbagai hal untuk membajak bahkan meniadakan peran pemuda harus dihindarkan. Konser musik yang membuat terlena ditambah adanya campur baur lawan jenis serta dugaan beredarnya miras merupakan salah satu kondisi yang tidak kondusif bagi pemuda. Juga merasuknya paham kebebasan dalam diri pemuda selayaknya dicerabut. Karenanya pemuda harus dijaga dan diselamatkan dengan penerapan syariat Islam secara sempurna agar siap berjuang dan menjadi agen perubahan menuju peradaban yang maju dan gemilang. Wallahua'lam bisshowab.

Oleh: Erwina
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments