TintaSiyasi.com -- Pembangunan infrastruktur Light Rail Transit atau LRT di Palembang dikencangkan, dan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, dengan tegas menyebut proyek tersebut salah perencanaan. Ia mengkritik bahwa ada kegagalan dalam mengambil keputusan pembangunan LRT Palembang yang kepentingan awalnya diperuntukkan untuk Asian Games 2018.
Dikutip dari GeloraMerdeka.com (23/10/2022), Ridwan Kamil kala itu sudah mengkritik pembangunan LRT yang belum dibutuhkan untuk masyarakat setempat. Hanya saja, kritik tersebut kalah dengan opini politik untuk menyukseskan Asian Games yang kuat, hingga pada akhirnya sampai saat ini LRT yang dibangun dengan anggaran Rp9,1 Triliun tersebut sepi penumpang.
Selain itu, kritik tajam turut disampaikan oleh Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Benny K. Harman. Dia bertanya-tanya tentang efektivitas penggelontoran dana sebesar Rp9,1 triliun tersebut atas proyek LRT. Ia menulis “Kalau tidak ada penumpang, untuk apa dibangun? Bukankah proyek itu dibuat untuk mengatasi masalah rakyat?” melalui laman twitter pribadinya, Minggu (23/10).
Meski pihak PT KAI Palembang telah mengklarifikasi bahwa tren penumpang LRT Palembang saat ini justru terus membaik, tetapi tidak dapat dimungkiri bahwa pembangunan LRT di negeri ini masih menyisakan banyak tanda tanya besar.
Sebagai contoh, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) misalnya, perusahaan yang terus mengejar pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung yang berkali-kali menuai persoalan karena dana anggaran yang membengkak hingga akhirnya memaksakan pemerintah merogoh APBN untuk membiayainya.
Proyek kereta cepat ini merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN), dan menjadi bagian tak terpisahkan dari gurita bisnis Tiongkok. Pelaksana proyek, yakni KCIC merupakan konsorsium yang berisi empat BUMN dan perusahaan Cina. Sebagaimana diketahui bahwa selama beberapa tahun terakhir, otoritas Cina memang agresif mengembangkan banyak proyek di luar negeri melalui bendera Belt and Road Initiative (BRI), termasuk pembangunan kereta cepat (katadata.co.id, 19/10/2022).
BRI ini, sebelumnya dikenal sebagai Satu Sabuk Satu Jalan (One Belt One Road atau OBOR), merupakan sebuah inisiatif dari Tiongkok yang melibatkan investasi besar-besaran, terutama dalam proyek-proyek infrastruktur. Presiden Xi Jinping telah memimpin proyek ini sejak 2012.
Inilah kesalahan terbesar dalam pembangunan infrastuktur dengan paradigma kapitalistik. Pelaksanaan pelayanan publik dalam kapitalisme menerapkan prinsip bahwa negara hanya berfungsi sebagai regulator yang melayani para korporasi atau para investor, bukan lagi melayani rakyat.
Maka tak heran, berbagai proyek infrastruktur akan selalu melibatkan pihak swasta, dan efeknya proyek tersebut hanyalah menjadi ambisi para investor, bukan merupakan kebutuhan rakyat. Andai pembangunan tersebut dibutuhkan rakyat, rakyat pun harus membayar mahal untuk dapat menikmati pelayanan tersebut.
Sebab, tidak akan ada investor yang ingin merugi pada keterlibatannya dalam proyek pembangunan infrastruktur. Sementara di sisi lain, negara tidak akan peduli apakah rakyat mampu untuk mengaksesnya ataupun tidak.
Maka menjadi tanda tanya besar, untuk siapa pembangunan proyek ini, sedangkan rakyat tidak begitu membutuhkan? Demi kepentingan siapa sebuah proyek dijalankan jika tidak berefek manis bagi kehidupan rakyat itu sendiri?
Pembangunan LRT dan kereta api cepat menambah deretan proyek yang tidak membawa manfaat optimal dan maksimal untuk rakyat. Dana infrastruktur yang dikeluarkan negara memanglah besar, tetapi tidak membuat rakyat makin mudah dan nyaman dalam hidupnya.
Proyek ambisius ini sejatinya hanya sekadar pencitraan yang menambah beban negara saja. Sebab, inilah realitas pembangunan infrastruktur jika negara diatur dalam genggaman kapitalisme yang hanya berorientasi atas materi. Alih-alih mempermudah, malah menyengsarakan rakyat.
Tentunya hal tersebut sangat berbeda dengan sistem Islam, sebagaimana kita ketahui bahwa dalam sistem Islam penguasa wajib mengurusi seluruh kebutuhan umat termasuk dalam pembangunan fasilitas dan infrastruktur. Sudah pasti pembangunannya akan berfokus pada kemaslahatan umat dan memprioritaskan pada penjagaan atas jiwa manusia, bukan demi investor apalagi demi ambisi kekuasaan.
Infrastruktur adalah fasilitas umum yang dibutuhkan oleh seluruh umat manusia dan termasuk dalam sektor publik. Oleh karenanya, negara wajib menyediakan bagi rakyat secara gratis tanpa pungutan biaya.
Adapun dalam pembiayaan infrastruktur yang membutuhkan anggaran besar, maka pembiayaannya dikelola oleh negara dan tidak diserahkan pada swasta apalagi asing. Sebab hal tersebut dapat menyebabkan penguasaan pihak swasta terhadap sektor publik yang harusnya di kelola oleh negara.
Pastinya, akan diperhatikan dahulu apakah pembangunan tersebut benar-benar dibutuhkan masyarakat atau tidak, jika sangat dibutuhkan maka menjadi tanggung jawab bagi pemerintah. Namun, jika terjadi kekosongan dana di baitulmal dan penundaan pembangunan akan membahayakan umat, maka menjadi kewajiban bagi kaum muslimin. Negara akan mengambil pajak (dharibah) dari umat, yaitu Muslim, laki-laki, dan yang mampu saja untuk pembiayaan vital.
Sebelum itu, negara akan terlebih dahulu mengatur pemasukan keuntungan dari sumber tambang tertentu yang akan dikhususkan untuk membiayai infrastruktur.
Pembangunan infrastruktur juga akan dibarengi dengan kualitas yang terbaik dan memadai sehingga hajat hidup rakyat terpenuhi dengan baik. Oleh karena itu, negara akan membangun infrastruktur dengan teknologi mutakhir, bukan pembangunan ala kadarnya yang dapat mengancam keselamatan nyawa manusia.
Sudah terbukti dalam sejarah bahwa Islam telah melakukan pembangunan infrastruktur dengan pesat. Dengan aturan yang tegas atas dasar takwa kepada Allah, maka seluruh elemen di pemerintahan pun akan melakukan tugasnya dengan baik untuk kepentingan rakyat.
Dengan pengelolaan dana yang sistematis dan transparan tentunya akan mempermudah negara dalam pendistribusian dana bagi sektor yang membutuhkan. Alhasil, dari sinilah dapat dipastikan bahwa hanya Islam yang mampu menjadi solusi bagi persoalan umat. Hanya Islam pula yang mampu menjadi jawaban untuk kemaslahatan umat.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Fajrina Laeli, S.M.
Aktivis Muslimah
0 Comments