TintaSiyasi.com -- Inflasi terjadi merata di seluruh daerah termasuk di Kalimantan selatan. Tingkat inflasi di Provinsi Kalimantan Selatan pada bulan Oktober 2022 mencapai 7,25 persen yang terjadi pada Year on Year (yoy). Untuk mengendalikan inflasi pangan pasca kenaikan harga bahan bakar minyak, pemerintah daerah menggelar pasar murah di beberapa titik tersebar sampai akhir tahun ini.
Selain itu, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) melalui Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalsel juga membagikan bibit cabai ke seluruh SKPD lingkup Pemprov untuk mengendalikan inflasi di daerah. Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalsel, Syamsir Rahman mengatakan proyek penanaman bibit ini merupakan arahan yang diberikan langsung dari Presiden Joko Widodo “Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), cabai merupakan salah satu komponen yang bergejolak menyumbangkan inflasi,” ucapnya, Banjarbaru, Senin (24/10/2022) (diskominfomc.kalselprov.go.id).
Namun, Badan Pusat Statistik (BPS) justru mencatat adanya deflasi secara bulanan (month to month/mtm) pada Oktober 2022 sebesar 0,11 persen. Deflasi disumbang oleh pelandaian sejumlah harga komoditas pangan, seperti cabai rawit, telur dan daging ayam. Meski demikian, harga beras justru makin meroket pada Oktober 2022 lalu (Merdeka.com, 01/11/2022).
Masalah inflasi terjadi di setiap tahun dengan berbagai penyebab sehingga pemerintah secara khusus membentuk Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) untuk melakukan berbagai upaya mengendalikan inflasi. Beberapa di antaranya adalah dengan memberikan subsidi energi yang bernilai lebih dari 500 triliun, operasi pasar murah hingga himbauan untuk menanam cabai sendiri.
Ada perbedaan yang mencolok antara paradigma sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi kapitalisme dalam memandang masalah ekonomi. Paradigma sistem ekonomi kapitalisme memandang masalah utama ekonomi adalah kelangkaan. Sehingga, sistem ekonomi kapitalisme akan terus mendorong produksi (GDP) dengan target tricle down effect (efek menetes ke bawah). Padahal, ini justru membuat sumber daya alam menjadi lebih cepat mengalami kelangkaan serta menimbulkan kerusakan yang parah akibat dieksploitasi. Atas nama meningkatkan produksi, sifat dan gaya hidup boros masyarakat juga terus didorong untuk menggerakkan mesin-mesin produksi. Atas nama meningkatkan produksi pemerintah juga terus menambah utang agar bisa membangun infrastruktur.
Pandangan ini berbeda dengan pandangan Islam. Kemampuan daya beli masyarakat ditopang oleh tingkat kesejahteraan riil per individu serta terdistribusinya barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat secara riil per individu. Pembangunan ekonomi yang dijalankan di dalam sistem ekonomi Islam berfokus pada sektor riil, satu-satunya sektor yang boleh menawarkan keuntungan. Sektor riil adalah sektor yang darinya akan lahir produksi barang dan rekrutmen tenaga kerja. Dengan kata lain, harta kekayaan si kaya hanya akan bertambah jika bertemu dengan sektor produksi barang dan jasa.
Skema pengaturan inilah yang akan memberikan jaminan tidak terjadinya inflasi yang bergerak liar seperti sekarang. Kesetimbangan antar jumlah uang dan barang akan senantiasa terjaga. Apalagi sistem ekonomi Islam juga mewajibkan standar mata uang logam (dinar dan dirham) serta larangan penimbunan harta kekayaan. Standar mata uang demikian akan memastikan pemerintah dan penguasa zalim tidak bisa mencetak uang untuk menopang kekuasaannya yang korup sekaligus mampu menjaga nilai tukar mata uang tetap stabil.
Di sisi lain, ketika kesempatan untuk meningkatkan kekayaan hanya pada sektor riil (syirkah, jual – beli, dan sebagainya), sektor riil akan mendapatkan akses yang begitu luas dan besar untuk mendapatkan modal. Dengan begitu tingkat produksi dapat berjalan lancer dan mampu menjaga kesetimbangan pasokan dan permintaan barang yang ada di pasar. Hal ini akan menjaga tingkat inflasi tidak bergerak liar dengan sendirinya.
Peran penting negara adalah memastikan warga negara dapat mengakses kebutuhan hidup mereka secara riil per individu. Sistem ekonomi Islam tidak terjebak pada perdebatan seberapa jauh pemerintah ikut berpartisipasi dalam aktivitas perekonomian. Sistem ekonomi Islam membagi terlebih dahulu kepemilikan harta kekayaan yang ada menjadi tiga macam: kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara.
Dalam konteks kepemilikan umum dan negara, negara akan berperan aktif dan langsung untuk menjalankan pengelolaannya. Sehingga masalah kenaikan tarif listrik ataupun kenaikan harga gas dan BBM yang berasal dari kepemilikan umum tidak akan terjadi. Karena negara menjalankan perannya mengelola sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyat. Selain itu negara juga tidak akan membiarkan lahan mati tidak dikelola oleh pemiliknya lebih dari 3 tahun sehingga setiap lahan pasti produktif secara berkesinambungan. Saat lahan produktif, maka kelangkaan yang menjadi momok bagi kapitalisme sudah terurai dengan sendirinya.
Selebihnya, dalam konteks kepemilikan individu, negara hanya akan mengawasi dan memberikan arahan agar ekonomi berjalan lancar dan adil sesuai yang diinginkan oleh hukum Islam. Dengan skema pengaturan ini tidak perlu ada anggaran khusus subsidi BBM di dalam anggaran belanja negara untuk meredam inflasi. Mekanisme sektor riil dalam menggerakkan roda ekonomi meniscayakan terpecahkannya masalah inflasi dan kelangkaan yang menjadi masalah utama penerapan sistem ekonomi kapitalisme.
Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Nur Annisa Dewi, SE, M.Ak.
Sahabat TintaSiyasi
0 Comments