Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kisah Tragis PRT dalam Kapitalisme

TintaSiyasi.com -- Seorang asisten rumah tangga di Duren Sawit Jakarta Timur disiram air cabai hingga disuruh tidur di lantai dalam kondisi telanjang oleh majikannya. Selain itu gajinya pun dipotong setiap bulannya. Tragisnya menjadi PRT dalam kapitalisme.

Perjanjian awal majikan dengan RNA itu dijanjikan bakal mendapatkan gaji sebesar Rp1,8 juta per bulan. Namun faktanya, selama enam bulan bekerja ia hanya mendapatkan Rp2,7 juta atau cuma Rp 450 ribu per bulannya. 

Jumlah gaji yang jauh dari kesepakatan itu disebut akibat selalu dipotong majikan setiap dia melakukan kesalahan. “Satu bulan saya digaji satu juta delapan ratus. Tapi selalu dipotong kalau saya melakukan kesalahan. Enam bulan kerja, saya hanya bisa bawa pulang uang dua juta tujuh ratus saja bapak,” ungkap RNA. 

Selain itu kekerasan terhadap ART di Bandung juga terjadi. Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Cimahi membekuk pasangan suami istri (pasutri) berinisial YK (29) dan LF (29) sebagai tersangka yang menyekap dan menyiksa seorang asisten rumah tangga (ART) di Desa Cilame, Kabupaten Bandung Barat.

Wakapolres Cimahi Kompol Niko Adiputra mengatakan ART yang berinisial R, 29, itu dianiaya hingga mengalami luka lebam di wajah, kedua lengan, hingga punggungnya. Adapun R diselamatkan oleh warga setempat bersama aparat TNI dan Polri ketika disekap di kediaman tersangka (tribratanews.polri.go.id, November 2022).


Kasus Kekerasan terhadap PRT Meningkat Tiap Tahunnya

Kedua pembantu rumah tangga asal Jawa Barat tersebut hanya dua kasus dari kesekian kalinya kasus kekerasan yang terjadi pada PRT di negeri ini. 

Berdasarkan data Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) sepanjang 2015 hingga 2022, setidaknya ada sekitar 3.200 kasus kekerasan PRT di Indonesia. Angka ini dilaporkan terus meningkat sejak 2018 (metrotv.news.com, 2022).

Kordinator JALA PRT, Lita Anggraini mengatakan kekerasan terhadap PRT dari berbagai aspek seperti psikis, fisik, ekonomi, pelecehan seksual, dan perdagangan manusia," kata Lita dalam diskusi daring, Minggu (16/1).

Praktik perbudakan modern hingga perdagangan manusia juga tak luput dari kehidupan para PRT. Pasalnya, berbagai kerentanan mulai dari jam kerja yang panjang, tidak memiliki hari libur, tak mempunyai jaminan sosial, kesehatan, dan ketenagakerjaan. Kemudian, beban kerja yang tak terbatas serta rentan terhadap eksploitasi, sampai tindak kekerasan. Bahkan, kekerasan ekonomi juga dialami PRT seperti upah yang tidak dibayarkan oleh pemberi kerjanya (voaindonesia.com, Januari 2022).


Kapitalisme Mencetak Para Majikan Sadis

Banyaknya kasus kekerasan terhadap PRT wanita itu tidak lain akibat kapitalisme, liberalisme, dan gaya hidup bebas yang berlaku di negeri ini.

Kapitalisme telah gagal mendistribusikan kekayaan secara merata dan hanya terkonsentrasi pada sebagian kecil kaum kapitalis. Akibatnya penghasilan seorang suami yang menjadi kepala keluarga tak cukup untuk memenuhi kebutuhan.

Sehingga karena himpitan ekonomi seorang wanita yang seharusnya fokus untuk mengurus keluarga dan mendidik anak-anaknya terpaksa keluar rumah bekerja bahkan menjadi tulang punggung keluarga. Tak sedikit dari mereka mengalami eksploitasi dan harus bekerja hingga larut malam bahkan tak pulang hingga beberapa bulan karena harus menginap di rumah majikan. 

Selain itu kapitalisme juga membuahkan paham liberalisme dan kesetaraan gender yang salah kaprah, sebagian wanita terpedaya hingga lebih memilih mengejar karir dan bekerja meski banyak mengeksploitasi feminitas dan sensualitas mereka.

Tak jarang pula mereka harus tinggal di rumah majikan dan meninggalkan kewajiban sebagai istri dan anak hingga berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun tak pulang. Hingga tak jarang mereka menjadi target empuk target kekerasan para majikan yang merasa sudah membayar sehingga bisa melakukan apapun kepada pembantunya.


Dalam Sistem Islam PRT Diperlakukan Manusiawi

Hal-hal di atas tak akan terjadi jika sistem Islam yang diberlakukan. Dalam sistem Islam ART tidak diperbudak seperti dalam kapitalisme.

Karena dalam Islam pola hubungan antara majikan dan pembantunya diatur sedemikian rupa. Agar terhindar terjadinya pelanggaran hak dan tidak terlaksananya kewajiban.

Beberapa hal yang diatur oleh sistem Islam mengenai pola hubungan antara pembantu dan majikan.

Pertama. Membayar gajinya tepat waktu dan sesuai dengan kesepakatan awalnya.

Dalam sebuah riwayat Bukhari, Rasulullah bersabda, “Allah SWT berfirman, Ada tiga kategori golongan yang Aku menentangnya (kelak) di hari kiamat: lelaki yang berinfak kemudian ditarik kembali, lelaki yang menjual orang merdeka lalu memakan uangnya, dan orang yang mempekerjakan pekerja dan telah mendapatkan hasilnya, tetapi tidak memberikan upah.

Bahkan Abdulah bin Umar meriwayatkan agar majikan menyegerakan pembayaran upah para pembantu. Disebutkan, permisalan jangka pembayarannya ialah sebelum keringat pekerja yang bersangkutan mengering.

Kedua. Tidak memberikan beban pekerjaan di luar kemampuan.  Rasulullah sangat melarang seorang majikan melakukan hal tersebut.   Dalam hadis riwayat Bukhari dijelaskan, "Barang siapa yang saudaranya berada di bawah perintahnya (bekerja untuknya), maka berikan makanan yang sama dengan yang ia makan, pakaian yang ia kenakan, dan hendaknya tidak memberikan tugas di luar batas kewajaran yang lantas dapat menyebabkan sakit."

Ketiga. Tidak melakukan kekerasan terhadap pembantu baik fisik maupun verbal. 

Seperti yang diriwayatkan oleh Abu Masud Al Badari ra, suatu saat ia pernah mencambuk pembantunya dengan cambuk. Ia mendengar seseorang berbicara dan menegurnya dari belakang. Betapa kagetnya bahwa sosok tersebut ialah Rasulullah SAW yang lantas bersabda, ”Ketahuilah Abu Masud, Allah mencatat segala tindakanmu atas pembantu ini.” Sejak peristiwa itu, Abu Masud tidak pernah sekali pun memukul pembantunya.

Jadi wajar saja jika  Anas bin Malik ra mengaku, selama kurang lebih sepuluh tahun menjadi pembantu tak pernah sekali pun Rasulullah melakukan kekerasan baik fisik maupun verbal. Tak sekali pun dirinya diumpat, dicari maki apalagi dipukul karena kesalahan atas pekerjaannya yang ia lakukan.

Justru Anas merasa  dihormati dan diperlakuan baik oleh Rasul beserta keluarga. Rasulullah juga tidak pernah menjadikan profesi  Anas bin Malik sebagai status yang rendah sehingga dia tak pernah merasa didiskriminasikan meski  berada di level sosial paling bawah.

Begitulah Indahnya sistem Islam mengatur hubungan antara pembantu dan majikannya. Yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. []


Oleh: Nely Merina
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments