TintaSiyasi.com -- Belum lama, di perumahan Citra Garden 1 Extention, Kalideres, Jakarta Barat. Satu keluarga ditemukan tewas membusuk. Keluarga tersebut dikenal tertutup terhadap warga sekitar. Dikarenakan sangat tertutup sampai-sampai kematian keluarga itu, baru terungkap setelah tiga minggu. Itu pun karena warga sekitar mencium bau tidak sedap dari dalam rumah yang dipagari tinggi itu.
Kasus kematian ini sungguh miris terjadi. Banyak asumsi dari masyarakat yang mengatakan bahwa keluarga tersebut tertutup dan enggan berinteraksi. Tetapi dalam peristiwa ini juga tidak serta merta mengkambinghitamkan sikap dari keluarga yang dinilai antisosial yang tidak mau berinteraksi.
Perlu diingatkan bahwa sikap antisosial itulah yang dinilai sebagai penyebab tewasnya keluarga tersebut. Semestinya kita juga berasumsi kenapa mereka terlambat ditemukan? Ini yang perlu diperhatikan.
Pada sisi lain, kita juga tidak bisa menafikan bahwa dalam suatu masyarakat selalu memojokkan perilaku enggan bersosialisasi jadi bagian perilaku yang salah. Sehingga dijadikan kambing hitam oleh masyarakat dalam berinteraksi. Padahal, tidak mesti dipungkiri enggan bersosialisasi keluarga ini bisa jadi karena dampak akibat dari masyarakat yang individualis, sehingga keluarga tersebut membatasi diri dari pergaulan di tengah masyarakat.
Oleh sebab itu, dibutuhkan sikap perhatian dan simpati yang harus diterapkan untuk menjaga adab bertetangga. Ini merupakan solusi untuk diterapkan dan dipraktikkan, supaya hidup bertetangga dalam masyarakat menjadi lebih akrab dan harmonis, sehingga tetangga yang satu dapat mengetahui apa yang diderita oleh tetangganya.
Sekuler Individualistis
Sikap individualistis yang tercermin dalam masyarakat saat inilah yang mengakibatkan, terlambat mengetahui kejadian yang dialami tetangganya. Karena ada ketidakpedulian serta sikap masa bodoh dalam masyarakat, akibatnya setelah tiga minggu baru mengetahui ada tetangganya yang tewas. Ini berarti interaksi selama ini tidak berjalan.
Setiap kampung atau desa biasanya ada kepala desa (dukuh) atau ketua RT setempat yang seharusnya lebih mengetahui keadaan warganya. Setidaknya ketua RT memantau dan curiga kenapa keluarga tersebut beberapa hari tidak keluar rumah.
Apalagi pada era digital saat ini, semua serba mudah, biasanya setiap warga mempunyai data pribadi yang tersimpan dalam ketua RT, seperti nomor handphone yang bisa dihubungi atau mungkin punya grup komunikasi di platform WhatsApp khusus untuk warga kampung tersebut.
Dari kasus ini perlu disadari bahwa ketidaktahuan warga sekitar terhadap tewasnya keluarga di Kalideres, ini menunjukkan bahwa masyarakat setempat sudah terjangkit kehidupan sekuler di mana setiap orang lebih mementingkan dirinya sendiri serta tidak ada kepedulian terhadap orang lain atau tetangganya. Masyarakat dalam kehidupan sekuler inilah yang menyebabkan seseorang menjadi indiviadulistis yang akut.
Berbeda dengan Islam. Dalam Islam sangat dianjurkan untuk peduli terhadap orang lain yang dianggap sebagai saudara sendiri. Aturan Islam sangat spesifik bagaimana cara mengatur dalam kehidupan bertetangga. Sampai-sampai Rasulullah SAW bersabada dalam riwayat Bukhari bahwa jika kita memasak hendaklah memperbanyak kuahnya untuk dibagikan kepada tetangga kita.
Jika tetangga yang satu mengalami musibah, maka tetangga yang terdekat seharusnya yang lebih mengetahui terlebih dahulu daripada sanak keluarganya yang jauh. Oleh sebab itu, kehidupan bertetangga yang harmonis, hanya bisa dibentuk dalam aturan Islam. Tunggu apalagi saatnya mengubah aturan sekuler menjadi aturan Islam yang barakah, insyaallah. []
Oleh: Mariyam Sundari
Aktivis Ideologis
0 Comments