Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Harga-Harga Naik, Upah Tak Kunjung Naik, Rakyat Makin Tercekik


TintaSiyasi.com -- Pada penghujung minggu pertama Oktober 2022 mayoritas harga pangan terpantau naik, seperti minyak goreng, cabai, telur, daging ayam, dan bawang merah (Bisnis.com, 08/10/2022).

Selain itu, pada Juni 2022 Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Danang Parikesit menyebut ada lebih dari 30 ruas jalan tol yang akan terkena penyesuaian atau kenaikan tarif pada 2022 ini. Danang juga mengabarkan akan memproses persetujuan tarif tol baru untuk beberapa ruas jalan pada Jumat, 7 Oktober 2022.

Padahal, cuaca ekstrem yang terjadi di musim penghujan saat ini membuat sejumlah ruas tol seperti Tol Pondok Aren-Serpong Km 8+500 hingga Tol Jakarta Outer Ring Road Seksi S (JORR-S) tergenang banjir. Sejumlah pihak pun menuntut agar tarif tol bisa digratiskan, sebagai ganti rugi bagi pengguna jalan. Salah satunya Ketua Harian YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) Tulus Abadi yang meminta pengelola jalan tol untuk mengratiskan tarif tol saat jalan bebas hambatan tersebut mengalami banjir. Banjir di ruas tol dinilai merupakan pelanggaran terhadap hak konsumen (Liputan6.com, 05/10/2022).

Besar pasak dari pada tiang. Kata ini seakan sangat cocok untuk menggambarkan kondisi masyarakat pada saat ini. Pasalnya, ditengah berbagai macam kenaikan harga mereka tetap harus berjuang untuk sebisa mungkin mengatur pengeluaran dengan nominal gaji yang sama dengan sebelum terjadinya kenaikan harga-harga.

Bagi sebagian orang yang akidahnya sudah terbentuk sesuai dengan aturan syarak hal ini bukanlah masalah besar, karna mereka sudah paham bahwa rezeki sudah Allah atur dan manusia hanya bisa mengusahakan kepemilikan rezeki tersebut ditempuh dengan pilihan memilih cara yang halal atau haram.

Tetapi bagi sebagian orang yang memiliki kesalahpahaman mengenai konsep rezeki hal ini merupakan perkara yang besar. Yang mana dengan berkembanganya pemikiran khurafat dan takhayul yang mencekam kaum Muslim saat ini yang beranggapan bahwa “rezeki tergantung pada usaha manusia, sehingga usaha manusialah yang menentukan rezeki” atau “rezeki itu tergantung pada akan dan kedudukan, sehingga siapa yang lebih pandai, rezekinya lebih banyak”. 

Akibatnya, umat Muslim ini menjadi umat yang materialistik. Tidak bisa berkorban untuk kepentingan Islam dan menjadi orang yang bakhil, takut menentang kezaliman karena khawatir akan kehilangan kedudukan dan hartanya.

Padahal hakikatnya besar kecilnya usaha manusia tidak akan mempengaruhi penentuan rezeki yang telah Allah tetapkan atas manusia tersebut, tetapi usaha manusia tetap merupakan faktor yang menentukan halal dan haramnya rezeki yang diberikan oleh Allah SWT.  

Belum lagi manusia yang Allah ciptakan dengan kekhasan “khasiatul insan” yang mana manusia memiliki kebutuhan jasmani (hajatul udhawiyah) dan naluri (gharizah) yang menuntut untuk dipenuhi. Orang yang akidahnya sudah benar akan mengerti bahwa sesulit apa pun keadaannya, pemenuhan atas kebutuhan jasmani (hajatul udhawiyah) dan naluri (gharizah) harus tetap dengan ihsanul amal (niatnya ikhlas mengharap ridha Allah semata dan cara pemenuhannya harus benar sesuai dengan hukum syarak dan ittiba’ rasul).

Namun, orang yang belum mengerti bagaimana sejatinya cara pemenuhan kebutuhan jasmani dan naluri akan menempuh berbagai macam cara agar kebutuhan-kebutuhan ini bisa terpenuhi. Maka dari sinilah akan muncul tindakan kriminal. Misal, seorang ayah yang berniat menafkahi keluarganya tetapi ditempuh dengan cara yang salah. Seperti, dengan cara mencuri, melukai dan bahkan membunuh orang lain. Atau seorang ibu janda yang menghidupi anak-anaknya seorang diri, beliau menafkahi anak-anaknya dengan cara menjadi pelaku Pekerja Seks Komersil (PSK), dan lain-lain.

Kedua contoh perilaku di atas jelas sangat bertentangan dengan hukum Allah. Namun karena ketidakpahaman dan tidak adanya dukungan dari sistem yang diterapkan oleh pemerintah, hidup rakyat makin susah ketika terus menghadapi berbagai kenaikan harga. Mulai BBM, sembako juga rencana naiknya tarif tol. Saat ini rakyat semakin pesimis akan adanya ‘bantuan’ dari negara untuk dapat hidup layak. Karena itu demo pun dilakukan, meski demo sering tak mampu mengubah kebijakan negara, apalagi ketika negara justru mengikuti nasihat IMF yang mengharuskan penghapusan subsidi.

Kebijakan negara ternyata juga tidak pernah berpihak kepada rakyat. Negara tidak membuat langkah nyata untuk memudahkan rakyat mendapatkan kebutuhan pokoknya, dan cenderung memberi karpet merah kepada para pengusaha/oligarki. Negara tidak perduli dengan penderitaaan rakyat di bawah penerapan kapitalisme. Umat membutuhkan sistem yang menjamin kesejahteraan rakyat dan keadilan. 

Kebijakan menaikkan harga BBM jelas akan menambah beban bagi rakyat. Setiap kali terjadi kenaikan harga BBM, pasti diikuti dengan kenaikan harga-harga. Kenaikan harga BBM sudah pasti menyebabkan kenaikan biaya transportasi, padahal transportasi menjadi salah satu urat nadi ekonomi. Kenaikan harga BBM ini menambah berbagai beban bagi rakyat yang juga sudah sangat berat. Di antaranya juga akibat kebijakan penguasa lainnya yang juga telah diberlakukan seperti menaikkan tarif dasar listrik, memperluas dan menaikkan pajak, menaikkan iuran BPJS, dan lain-lain.

Semua kebijakan yang menambah beban rakyat yang sudah sangat berat itu tentu dirasakan sebagai kezaliman atas rakyat. Sayangnya kezaliman yang dirasakan oleh rakyat itu justru berasal dari Pemerintah yang seharusnya mengurusi urusan rakyat dan mengutamakan kemaslahatan mereka (Buletinkaffah.com, 16/9/2022).

Iyasy bin Abbas ra berkata bahwa Nabi SAW pernah bersabda: “Siapa saja yang menangani suatu urusan umatku, lalu dia bersikap baik kepada mereka, maka Allah akan bersikap baik kepada dirinya. Siapa saja yang menangani urusan umatku, lalu dia menyulitkan mereka, maka bagi dia ada bahlah Allah.” Para Sahabat bertanya, “Apakah bahlah Allah itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Laknat Allah.” (HR Abi ‘Awanah).

Semua ragam kezaliman merupakan bentuk penyimpangan dari petunjuk, peringatan dan hukum-hukum Allah SWT. Allah SWT telah memperingatkan akibat dari semua itu melalui firman-Nya: “Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku (al-Quran) maka sungguh bagi dia penghidupan yang sempit" (TQS Thaha [20]: 124).

Solusinya juga telah Allah SWT jelaskan, yaitu kembali pada Al-Qur'an atau kembali pada syariah-Nya. Alhasil, sudah saatnya kita bersegera untuk menerapkan syariah secara kaffah untuk mengatur semua urusan individu dan masyarakat. []


Oleh: Marissa Oktavioni
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments