Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Buah Pahit di Kondisi Sulit dalam Sistem Sekuler


TintaSiyasi.com --  "Miris!" Satu kata yang bisa menggambarkan kondisi umat sekarang. Banyak diberitakan kasus-kasus janggal di luar nalar yang berseliweran setiap hari. Baru-baru ini heboh diberitakan adanya penemuan 4 jenazah di sebuah perumahan di jakarta dengan kondisi sudah mengering dan diperkirakan meninggal sekitar 3 mingguan. Hasil otopsi mendapati bahwa lambung korban kosong disebabkan tidak mendapatkan asupan makanan minuman, apakah kelaparan?

 Diluar spekulasi-spekulasi dan konspirasi-konspirasi yang muncul dalam menguak peristiwa ini, sebenarnya peristiwa ini kembali menguak kebobrokan sistem yang bercokol sekarang yaitu sistem sekuler. Tetangga sudah tidak lagi memperdulikan nasib tetangganya.

Penggambaran kehidupan masing-masing begitu kental melekat baik di pedesaan maupun perkotaan. Sehingga individu sudah tidak peduli dengan apa yang terjadi dengan tetangganya dan kalaupun mencoba peduli akan dianggap mencampuri kehidupan orang lain. Sehingga setiap individu sudah nyaman dengan konsep hidup masing-masing saja. 

Saling pamer gaya hidup, saling ejek, saling maki bahkan menzalimi menjadi hal yang sering terjadi dalam kehidupan bertetangga. Kehidupan rukun dalam masyarakat pun tak tercipta. Bahkan, bisa jadi berbagai peristiwa kejahatan yang terjadi seperti pencurian, perampokan sampai pembunuhan merupakan buntut ketidakpedulian individu dengan urusan tetangganya. Apalagi sistem sekuler yang menerapkan kehidupan kebebasan individu yang serba individualistis semakin memperparah kondisi keharmonisan bertetangga dalam masyarakat. 

Hal ini tentu berbeda ketika penerapan sistem Islam berlaku dalam masyarakat. Dalam islam, tetangga diberikan hak istimewa, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sebagai berikut:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia muliakan tetangganya” (HR. Bukhari 5589, Muslim 70)

Dari hadist di atas dapat dipahami bahwa memuliakan tetangga merupakan salah satu indikasi keimanan seseorang. Bahkan anjuran bersedekah kepada tetangga ditekankan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, sebagaimana berikut:

لَيْسَ الْـمُؤْمِنُ الَّذيْ يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ إلَى جَنْبِهِ

“Bukan mukmin, orang yang kenyang perutnya sedang tetangga sebelahnya kelaparan” (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 18108, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 149)

Begitu pula ketika bertetangga dengan orang yang berbeda keyakinan seperti dikisahkan dari Abdullah bin ‘Amr Al Ash:

أَنَّهُ ذُبِحَتْ لَهُ شَاةٌ، فَجَعَلَ يقول لغلامه: أهديت لجارنا اليهوي؟ أَهْدَيْتَ لِجَارِنَا الْيَهُودِيِّ؟ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: ” مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِي بالجارحتى ظننت أنه سيورثه

“Beliau menyembelih seekor kambing. Beliau lalu berkata kepada seorang pemuda: ‘akan aku hadiahkan sebagian untuk tetangga kita yang orang Yahudi’. Pemuda tadi berkata: ‘Hah? Engkau hadiahkan kepada tetangga kita orang Yahudi?’. Aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda ‘Jibril senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu akan mendapat bagian harta waris‘” (HR. Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrad 78/105, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Adabil Mufrad)

Dari hadist dan kisah diatas, dapat tergambar keharmonisan kehidupan bertetangga di dalam naungan sistem islam. Saling sapa, saling mengingatkan serta saling bersedekah menjadi hal yang lumrah dalam kehidupan masyarakat.

Namun, penggambaran kehidupan bertetangga seperti itu hanya dapat terwujud dalam naungan sistem islam dimana penerapan hukum-hukum islam berlaku. Hal ini dapat tercipta bukan karena individu atau masyarakatnya yang baik, akan tetapi ketika sistem yang diterapkan adalah sistem yang baik, maka akan tercipta masyarakat yang baik sehingga tercipta individu-individu yang baik pula. Negara memiliki peran penting dalam mengatur kehidupan masyarakat, sebagaimana Rasulullah saw. sebagai pemimpin negara senantiasa memberikan anjuran-anjuran kepada masyarakat tentang bagaimana seharusnya menjaga keharmonisan antar tetangga. 

Negara wajib menciptakan suasana hidup rukun dalam masyarakat. Negara mengatur bahwa setiap individu harus memuliakan tetangganya mulai dari urusan sedekah sampai ber-amar ma'ruf nahi munkar. Begitu pula negara mengatur bagaimana peran kontrol masyarakat pada setiap individu dalam lingkungan sehingga dapat menekan angka kemaksiatan. Dengan langkah-langkah tersebut akan tercipta masyarakat yang harmonis. Oleh karena itu, hanya dalam sistem Islam hubungan sosial kemasyarakatan dapat terjalin dengan baik.

Wallahu a'lam bishawab

Oleh: Denok Pramita A.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments