TintaSiyasi.com -- Dunia sedang tidak baik-baik saja. Presiden Joko Widodo beserta seluruh menteri telah mewanti-wanti semua agar bersiap menghadapi kemungkinan terburuk di 2023, salah satunya adalah resesi global.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah melihat ancaman resesi global di 2023 pasti akan berdampak ke sektor ketenagakerjaan di Indonesia. Salah satunya terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK).
Belakangan Pemutusan hubungan kerja (PHK) banyak terjadi di pabrik sepatu dan tekstil dalam negeri dan bahkan hingga merambah kepada startup. Hal ini terjadi akibat perlambatan ekonomi dan lonjakan inflasi di negara tujuan ekspor.
Perlambatan ekonomi memang terjadi di sejumlah negara maju, seperti Amerika Serikat, Eropa, dan China. Hal ini tercermin dari Purchasing Managers' Index (PMI). Penundaan dan pembatalan ekspor pun dilaporkan terus terjadi, bahkan sudah ada yang mengalami pembatalan sampai 50%.
Menurut Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J. Rachbini, PHK massal di banyak startup ini disebut bubble burst. Melansir Investopedia (29/5/2022), fenomena ekonomi bubble burst adalah ledakan gelembung ekonomi, yaitu terjadi pertumbuhan ekonomi (eskalasi atau kenaikan nilai pasar yang cepat) yang terlalu tinggi, tetapi juga diiringi dengan kejatuhan yang relatif cepat. Inflasi yang cepat dalam harga aset ini diikuti penurunan nilai yang cepat atau kontraksi. Fenomena inilah yang terjadi di startup-startup tersebut.
Lonjakan harga aset didorong oleh perilaku pasar yang tinggi dan terkena euforia. Aset diperdagangkan dengan kisaran harga yang jauh lebih tinggi dari nilai intrinsik aset.
Gelembung ekonomi juga disebabkan perubahan perilaku investor yang bisa terjadi kapan saja. Banyak perusahaan yang mendapatkan dana dari investor, tetapi kondisi ekonomi yang memburuk membuat perusahaan bangkrut. Hal ini biasa terjadi di pasar saham atau sektor ekonomi nonriil yang terjadi dalam sistem ekonomi kapitalisme.
Di samping itu revolusi industri 4.0 memiliki efek domino yang luas. Tenaga manusia mulai tergantikan dengan tenaga mesin. Badan usaha apapun harus mampu berevolusi agar tak dianggap ketinggalan zaman. Dengan berkembangnya teknologi, manusia lebih menyukai hal-hal yang sifatnya praktis dan instan.
Wajah rimba begitu kentara dalam ekonomi kapitalis. Yang bermodal besar akan mengalahkan pemodal kecil. Pemenang dalam dunia kapitalis adalah pemilik modal terbesar. Sehingga kekayaan dan kepemilikan berbagai sektor industri hanya berputar pada kaum borjuis. Duo negara super kapitalis masih mendominasi dunia. Yakni AS dan Cina. Tatkala terjadi perang dagang di antara keduanya, negara lain di dunia pasti terkena imbasnya. Terlebih Indonesia yang ‘cuma’ negara berkembang.
Melihat lemahnya perekonomian yang ditopang kapitalisme, bukankah ini saatnya berbenah? Sistem ekonomi yang cenderung labil dan rawan krisis sudah saatnya di-uninstall. Pandemi Corona hendak menunjukkan kepada kita bahwa cara kerja kapitalisme tak mampu menahan kerusakan yang menumpuk. Sedikit lagi sistem ini ambruk bersama dengan berakhirnya pandemi. Sudah saatnya menginstal ulang sistem yang mampu bertahan selama 13 abad lamanya. Sistem ekonomi yang antikrisis dan lebih stabil, yaitu syariat Islam. Mau menunggu berapa lama lagi?
Sistem pemerintahan Islam dalam kepemimpinannya memiliki kewajiban bertanggung jawab memenuhi kebutuhan primer rakyat adalah negara dan bukan pemberi kerja. Demikian pula jaminan kesehatan bagi para pekerja dan keluarga mereka. Negara juga wajib menjamin nafkah bagi penduduk yang telah pensiun atau penduduk yang tidak mampu bekerja.
Di dalam masyarakat Islam, negara juga berkewajiban untuk membantu rakyatnya mendapatkan pekerjaan yang layak. Di dalam sebuah hadis, Nabi Saw. pernah memberikan uang dua dirham untuk dibelikan kapak kepada seorang yang meminta pekerjaan kepada beliau dan memerintahkan dia untuk mencari kayu dengan kapak tersebut. Di dalam hadis lain disebutkan: “Imam/Khalifah adalah pemimpin dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR Muslim).
Wallahu a'lam Bishshawwab
Oleh: Wakini
Aktivis Muslimah
0 Comments