TintaSiyasi.com -- Menyikapi adanya klaim pertumbuhan ekonomi membaik di tengah pengeluaran G20 yang tinggi, Pengamat Ekonomi Nida Sa’adah, SE.,MEI.,Ak. mengatakan bahwa membaiknya situasi ekonomi tidak membawa pengaruh, selama hanya terjadi di kalangan tertentu.
“Tidak ada pengaruhnya dengan situasi membaiknya ekonomi, selama itu terjadi tetap hanya di kalangan tertentu,” tuturnya kepada TintaSiyasi.com, Jumat (25/11/2022).
Ia mengungkapkan bahwa jika terjadi pertumbuhan ekonomi, maka produksi barang, jasa, konsumsi dan transaksi yang terjadi bukan hanya di kalangan tertentu, melainkan di semua lapisan ekonomi masyarakat, baik menengah atas maupun menengah bawah.
“Artinya, transaksi terjadi di tengah masyarakat dengan nilai sejalan. Kalau angka pertumbuhan tinggi, berarti angka produksi, konsumsi juga tinggi, sehingga angka pertumbuhan meningkat. Tetapi jika hal tersebut hanya terjadi di kalangan orang kaya saja, maka tidak ada apa-apanya,” jelasnya.
Sebagaimana perspektif Islam yang mengacu pada firman Allah SWT
ÙƒَÙŠۡ Ù„َا ÙŠَÙƒُونَ دُولَØ©َۢ بَÙŠۡÙ†َ ٱلۡØ£َغۡÙ†ِÙŠَآØ¡ِ Ù…ِنكُÙ…ۡۚ
…supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. (QS. Al-Hasyr [59]: 7)
Oleh karena itu, ia menegaskan, mau naik setinggi apa pun pertumbuhan ekonomi, jika dalam perspektif politik ekonomi Islam, maka hal tersebut tidak berpengaruh sama sekali. Karena tidak mencerminkan fakta kesejahteraan yang merata di seluruh lapisan masyarakat.
“Jadi, kalau ada anggaran G20 sekian, dikatakan pada sistem ekonomi saat ini baik, karena ada belanja, ada pengeluaran dst, maka harus kembali kepada Islam dalam menilai,” tuturnya.
Ustazah Nida berpendapat, jika terjadi pengeluaran (belanja negara), sementara pada saat yang sama yang bertambah ke Indonesia adalah utang, maka harapan-harapan akan menggerakkan ekonomi dengan belanja yang besar akan mengacu pada mindset bagaimana keuangan negara.
“Artinya, kalau terjadi pengeluaran, tetapi pemasukan dari utang, sebetulnya juga tidak baik ke depannya,” jelasnya.
Faktanya, yang bisa dilihat bahwa Indonesia ketika membangun dan menggerakkan ekonomi negara adalah berbasis utang. Sehingga, ia menilai bahwa pada saat G20, ketika mendapatkan utang baru, pemerintah merasa ekonomi lebih baik.
“Berarti negarawan ini tidak berpikir bagaimana ke depannya, 20, 30 atau 100 tahun ke depannya bagaimana,” ungkapnya.
Jeratan Utang
Ustazah Nida menyampaikan bahwa Islam menawarkan membangun ekonomi negara dengan sistem ekonomi Islam, yakni dengan sistem Baitulmal. Sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW yang dicontohkan dalam kehidupan bernegara, dilanjutkan oleh para Khalifah sampai sistem kekhilafan terakhir.
“Skema utang tidak masuk di dalam skema inti membangun negara. Itu haram. Dan jelas-jelas akan disisihkan dari alternatif keuangan negara,” ucapnya.
Oleh karena itu, ia menuturkan bahwa sebagai gantinya yakni dengan mengelola sumber daya secara mandiri, mengelola fiskal berbasis penguatan zakat mal. Sehingga tidak ada yang tergerus income-nya. Juga pemasukan negara dari aktivitas pelaksanaan politik luar negeri Islam, yakni dakwah dan jihad.
“Pengelolaan keuangan negara pun tidak boleh boros. Setiap pejabat negara tidak menerima sistem gaji dalam posisi penguasa. Jadi, sudah dijaga sejak awal tidak bisa mengambil uang negara semaunya dengan regulasi dan pengeluaran pejabat negara,” tambahnya.
“Para pejabat amanah, rakyatnya juga sangat takut kepada Allah SWT, sehingga ekonominya tidak mau menggunakan sistem ekonomi yang diharamkan. Kolaborasi itu semua menciptakan ekonomi yang stabil, makmur ke seluruh lapisan masyarakat,” pungkasnya.[] Mustaqfiroh
0 Comments