TintaSiyasi.com -- Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta kementerian/lembaga untuk menghabiskan sisa anggaran belanja APBN yang jumlahnya masih sekitar Rp1.200 triliun sampai akhir tahun ini. Tercatat, hingga akhir September 2022 belanja negara sudah terealisasi Rp1.913,9 triliun atau baru terserap 61,6 persen dari target Rp3.106,4 triliun. Artinya, masih ada sisa belanja Rp1.000 triliun lebih yang harus dihabiskan dari Oktober-Desember 2022.
"Desember akan ditutup, tinggal dua bulan tiga hari. So praktis tinggal dua bulan. Kemarin kami baru mengatakan preskon untuk September, itu masih ada Rp1.200 triliun yang harus di-spend (dibelanjakan) dalam 2 bulan ke depan," ujarnya dalam Bincang APBN 2023, Jumat (28/10) (cnnindonesia.com).
Ekonomi dunia sedang gelap gulita, kemiskinan merajalela, dan di negeri kita tercinta pun tidak jauh berbeda.Yang menjadi ironi di tengah jeritan rakyatnya menteri keuangan mempublikasikan dana APBN surplus RP 1.200 triliun.
Serapan anggaran baru sebesar 61,6% pada bulan September menunjukkan kinerja pemerintah yang tidak baik. Di sisi lain juga menggambarkan ketidakjelasan arah pembangunan, yang tidak berdasarkan kepada kebutuhan dan kemaslahatan umat.
Arah pembangunan negeri sudah salah langkah, beginilah ketika pembangunan diukur dengan nilai-nilai kapitalisme yang mengedepankan pertumbuhan fisik, di mana banyak pelabuhan, bandara, jalan tol dibangun tetapi kebutuhan umum masyarakat ditekan sedemikian rupa. Kita bisa merasakan ketika BBM dinaikkan di tengah ekonomi rakyat yang menjerit karena imbas pandemi.
Umat Islam adalah umat yang seharusnya peka akan nasib bangsa ini ke mana akan dibawa, Allah SWT telah menunjuki jalan kebenaran yang telah direalisasikan lewat Baginda Nabi Muhammad SAW. Dalam sejarahnya Islam mampu membangun peradapan cemerlang dari segi ekonomi dan pembangunan. Baitul Mal sebagai dana umat mampu menjadi contoh rule pembendaharaan yang sangat luar biasa.
Dalam kitab yang ditulis Syekh Taqiyuddin an-Nabhani yang menghimpun kebanyakan pemikiran ekonomi Islam beliau, yakni Niẓām Iqtiṣadī fil Islam, disebutkan bahwa Baitul Mal merupakan insitusi negara yang digunakan sebagai pos yang dikhususkan untuk segala pemasukan dan pengeluaran harta yang menjadi hak kaum Muslim. Dari pengertian tersebut, terdapat dua bagian pokok yang mendasari Baitul Mal, yakni pemasukan dan pengeluaran.
Bagian pemasukan merupakan bagian yang barkaitan dengan harta yang masuk ke dalam Baitul Mal dan segala jenis harta yang menjadi sumber pemasukannya. Sedangkan bagian pengeluaran merupakan bagian yang berkaitan dengan harta yang dibelanjakan dan segala jenis harta yang wajib dibelanjakan. Masing-masing dari tiap bagian tesebut mewakili pendapatan
negara dan belanja negara. Pendapatan Baitul Mal mencerminkan pemasukan yang didapat dari
harta kaum Muslim yang diakui syarak sebagai haknya (dikuasai atasnya) dan harta yang tidak memiliki pemilik yang jelas, merupakan hak Baitul Mal. Sedangkan pengeluaran Baitul Mal mewakili pembelanjaan negara yang wajib diberikan haknya untuk kepentingan kaum Muslim.
Dari penjabaran di atas, dapat dikatakan bahwa Baitul Mal merupakan institusi keuangan publik negara yang mengelola harta kekayaan kaum Muslim karena beroperasi dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan hak-hak publik.
Selain sebagai lembaga keuangan publik, Baitul Mal menjadi instrumen kebijakan fiskal dalam negara khilafah yang pembuatan anggarannya diserahkan pada syarak dan ijtihad khalifah tanpa perlu disetujui majelis umat (seperti parlemen dalam negara demokrasi) dan tanpa perlu menunggu pergantian tahun. Yang berarti bahwa anggaran dapat dibentuk sesuai kewenangan khalifah tanpa memperhatikan waktu-waktu tertentu berdasarkan pandangannya. Sehingga ketika anggaran Baitul Mal telah dibuat oleh khalifah, maka perintah tersebut wajib untuk ditunaikan, baik secara lahir maupun batin.
Sistem Manajemen Harta Kekayaan dalam Baitul Mal
Manajemen harta dalam Baitul Mal terdiri dari 2 segmen, yakni pemasukan dan pembelanjaan. Pemasukan Baitul Mal memiliki sumber pemasukan, yakni dari hak milik individu, umum, dan negara. Pemasukan dari kepemilikan individu berupa zakat dan sadaqah. Dari sisi kepemilikan umum berasal dari sumber daya alam, barang tambang besar, dan barang kebutuhan umum. Sedangkan dari kepemilikan negara berasal dari ghanimah, khumus, rikaz, usyr, fai’, kharaj dan jizyah.
Pemasukan dari sumber zakat tidak boleh dicampurkan dengan dana-dana dari harta lain. Hal ini karena syarak mengatur pendistribusian zakat hanya terkhusus untuk 8 asnaf bukan yang lain. Namun demikian, seorang khalifah dapat berijtihad dalam pengalokasian harta zakat yang masih dalam lingkup 8 asnaf tersebut. Demikian pula dalam pengelolaan harta Baitul Māl yang bersumber dari kepemilikan umum ia dimasukkan dalam bagian khusus dan tidak boleh tercampur dengan harta-harta pemasukan yang lain. Hal ini disebabkan karena harta tersebut merupakan harta yang menjadi hak milik seluruh kaum Muslim dalam Daulah Islamiah. Sedangkan harta-harta dari sumber pemasukan sisanya dikelola dengan mengikuti kebijakan dari Imam (baca: pemimpin negara, khalifah).
Wahai umat mari kita menyuarakan ide-ide Islam yang sudah jelas akan membawa kemaslahatan umat. Allah telah menjamin penduduk bumi dengan keberkahan ketika syariat Islam dijadikan pegangan dalam urusan di dunia ini yaitu termasuk di dalam mengelola pemerintahan.
Allah SWT berfirman:
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰۤى اٰمَنُوْا وَا تَّقَوْا لَـفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَا لْاَ رْضِ وَلٰـكِنْ كَذَّبُوْا فَاَ خَذْنٰهُمْ بِمَا كَا نُوْا يَكْسِبُوْنَ
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan" (QS. Al-A'raf 7: Ayat 96). []
Oleh: Rini (Ummu Aisiy)
Aktivis Muslimah
0 Comments