Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Wajib Aktivitas Ulama, Dai, dan Khatib adalah Menyeru Islam Kaffah


TintaSiyasi.com -- Sekitar kurang lebih 100 orang dai dan khatib se-Kota Mojokerto kumpul di Pendapa Sabha Mandala Tama Pemkot Mojokerto. Tujuannya adalah untuk menumbuhkan Islam yang damai dan cinta tanah air. Kanit 1 Subdit Kontra Ideologi, Densus 88 Anti Teror, AKBP Moh Dofir mengatakan, bahwa demi mewujudkan tujuan tersebut maka perlu dilakukan strategi pencegahan intoleransi, pembinaan toleransi yang terintegrasi kepada penanaman nilai luhur Pancasila dan berupaya untuk mencegah radikalisme (beritajatim.com, 15/10/2022).

Masih dalam laman berita yang sama, Moh dafir mengungkapkan bahwa caranya adalah dengan selalu menanamkan nasionalisme ke dalam jiwa, berfikir terbuka, mewaspadai terhadap hasutan dan provokasi. Kegiatan ini pun sangat penting dilakukan sebab para ulama, dai dan khatib tersebut akan terlibat langsung dalam penyebaran dan pencegahan intoleransi dan radikalisme dengan memahamkan Islam wasathaniyah.

Perlu dipahami menurut pemahaman umum, Islam wasathaniyah adalah upaya jalan tengah yang moderat dan toleran. Toleransi pun sering diartikan sebagai upaya memberikan kebebasan dan berlaku sabar saat menghadapi orang lain. sikap toleransi inilah yang diindikasikan sebagai Islam yang tidak ekstrim ke kanan dan tidak pula ekstrim ke kiri. Sehingga diharapkan akan lahir dari Islam jenis ini sosok yang adil, saling pengertian dan tidak memecah belah.

Jenis sosok yang moderat ini sering kali dinilai sebagai orang yang mampu menjadi penghubung antara seluruh 'perbedaan' dalam konsep agama. Tapi, konsep ini ternyata menjadikannya sebagai sosok yang abu-abu hingga terkadang bisa mengaburkan ajaran agama yang sudah jelas halal haramnya. Ironisnya, penguasa mengambil perspektif tunggal dari mereka tentang solusi masalah keislaman. Padahal pemecahan dari berbagai masalah sudah jelas-jelas ada dalam pedoman umat Islam yakni Al-Qur’an dan hadis.

Patut diyakini bahwa pemahaman moderat versi Islam wasathaniyah ini sering dijadikan sebagai jalan tengah antara Islam versi radikalisme dan Islam liberalisme. Tetapi, intoleransi ini sering dialamatkan kepada Islam jenis radikalisme. Kelompok ini pun yang dituduh pula sebagai kelompok anti-Pancasila. Klaim intoleransi, radikalisme, terorisme pun belum pernah tersematkan kepada agama di luar Islam. Kilahnya, Islam adalah agama mayoritas yang harus mengalah dan menolerir segala aktivitas yang berlawanan.

Para pemuka agama, baik para ulama, dai, dan khatib di masjid-masjid ini dianjurkan untuk bersikap toleransi versi Islam wasathaniyah yang mengopinikan isu global dengan radikalisme, tindak kekerasan, dan terorisme sebagai musuh bersama yang harus dihapuskan di muka bumi.
Penguasa pun terkadang berkilah bahwa memerangi terorisme ini bukan bermaksud untuk memerangi ajaran Islam dan penganutnya. Tapi sekadar untuk menjaga keutuhan dan kesatuan negeri. Tapi pada kenyataannya, kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa ini mengkriminalisasi ajaran Islam dan para ulama. Sebagai contoh, penguasa memberikan list daftar-daftar para penceramah dan ulama yang radikal, meskipun selanjutnya digubrisnya. Lalu tersebar di media sosial tentang rincian sifat dan ciri-ciri sosok yang terpapar radikalisme. Sayangnya, mereka yang termasuk radikalisme tersebut selalu menyerukan Islam kaffah. Hingga patutlah, merebak dan menguatkannya virus islamofobia di kalangan Islam sendiri.

Dalam Islam segala macam kekerasan yang bukan sebab sanksi hukuman, dilarang. Tindakan terorisme ini bertentangan dengan konsep Islam rahmatan lil alamin. Hanya saja, perlu diketahui pula, isu terorisme adalah isu yang sengaja dimunculkan oleh musuh-musuh Islam. Istilah radikalisme yang disematkan kepada para ulama tertentu, diharapkan agar tidak lagi didengarkan dan diundang lagi berceramah. Umat akan semakin bingung, gaduh dan jauh dari ajarannya. Sehingga tak ayal masyarakat akan fobia terhadap Islam.

Bibit-bibit ajaran radikalisme dan terorisme ini sering dialamatkan kepada kelompok Islam tertentu yang diklaim sebagai kelompok anti NKRI. Penyematan radikalisme dan terorisme ini pun masih ditunggangi oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan politik dan proyek tertentu. Jadi, para pemimpin dan pejabat negeri yang dirugikan oleh kelompok Islam ini adalah mereka yang menjadikan sekularisme, kapitalisme sebagai cara berpolitik dan berekonominya.

Patutlah, umat harus mewaspadai program-program yang dibuat untuk melawan radikalisme dan terorisme. Hal ini karena bisa jadi itu adalah program dari Barat dan musuh-musuh Islam yang akan menjadi penghambat kebangkitan umat yang rindu akan syariah dalam kehidupan. Proses melawan radikalisme dan terorisme ini pula, sejatinya adalah perang melawan Islam. Hingga, sampai-sampai para ulama, dai, dan khatib-khatib di masjid ini dianjurkan untuk selalu bersikap toleransi versi Islam wasathaniyah.

Kelemahan penguasa dan ketidakmampuan sistem yang diterapkannya ini menjadikan isu radikalisme, terorisme bergulir menghalangi cahaya Islam sebagai solusi. Islam memiliki thoriqoh atau metode, dakwah untuk melanjutkan kehidupan Islam. Dan fikrah atau pemikiran tentang selalu mengaitkan segala perbuatan kepada syariat. Thariqah dan fikrah ini pun harus selalu merujuk kepada metode kenabian. Yang berarti segala tindak tanduk perbuatan dan seruan harus sesuai dengan apa yang dicontohkan nabi dan rasul-nya. Jangan sampai umat ini tergadaikan dan masuk ke dalam jebakan lumpur sekularisme.

Marilah para Muslim dan Muslimah untuk selalu menyerukan kepada syariah Islam kaffah, bukti cinta sesungguhnya kepada Allah, Rasulullah, dan Indonesia lebih berkah. Bukan hanya Islam comotan. Suka diambil, tidak suka dibuang. Kajian Islam kaffah seolah dihadang oleh konsep Islam moderat. Padahal, seluruh pencapaian kaum Muslim saat Islam berjaya adalah karena penerapan Islam kaffah.

Wallahu a’lam bishshawab. []
 

Oleh: Siti Aisah, S.Pd.
Praktisi Pendidikan Kabupaten Subang
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments