Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Terpapar Pilu Kepergian sang Ratu, Pantaskah?


TintaSiyasi.com -- Kabar meninggalnya Ratu Elizabeth II dari kerajaan Inggris pada 8 September 2022 menggemparkan dunia. Ia meninggal pada usia 96 tahun. Ratu yang naik tahta pada 6 Februari 1952, menggantikan ayahnya di usia 25 tahun, tercatat dalam sejarah menjabat sebagai pemimpin kerajaan Inggris terlama, 70 tahun.

Selain mengundang pilu bangsa Inggris dan dunia -sehingga ramai orang latah berkomentar 'RIP our beloved Queen'-, kematiannya juga memicu kritik kolonialisme Inggris atas dunia. Cyril Ramaphosa, Presiden Afrika Selatan, berkata bahwa selama 70 tahun Ratu Elizabeth II tidak pernah mengakui kejahatan Britania di seluruh dunia. Dan bahkan mereka dengan bangga menjadi pembawa bendera kekejaman. Kematian Ratu Elizabeth II menjadi pengingat akan periode yang sangat tragis di negaranya dan sejarah Afrika.

Membahas kematian Ratu Elizabeth II tidak bisa lepas dari fakta bahwa Inggris adalah negara penjajah yang melakukan penjajahan, kekerasan, perampasan dan penindasan terhadap dunia. Inggris adalah negara yang paling banyak menjajah, meliputi AS, Kenya, Uganda, India, Kepulauan Zanzibar, Sri Lanka, Bangladesh, Pakistan, Malaysia, Singapura, Indonesia, Brunei Darussalam, Hongkong dan negara-negara Asia lainnya.

Inggris selama masa pemerintahan Ratu Elizabeth II bersama NATO terlibat perang di berbagai negeri Muslim, seperti Yaman, Iran, Afghanistan, Libya dan membunuhi rakyatnya. Dengan begitu, sejatinya Inggris adalah negara yang dengan tangannya penuh darah kaum Muslimin. Bukan hanya saat pemerintahan Ratu Elizabeth II tapi sejarah kelam telah terjadi sejak dulu. Inggris adalah arsitek keruntuhan Khilafah Islamiyah dan perpecahan kaum Muslim di dunia.

Syekh Abdul Qadim Zallum dalam kitabnya Kaifa Khadimat al-Khilafah (halaman 178) menyebutkan Lord Curzon, Menteri Luar Negeri Inggris, saat melakukan perjanjian Lausanne dengan salah seorang perwakilan khalifah sebagai pihak yang kalah dalam perang dunia, menetapkan empat syarat sebelum memberikan pengakuan dan kemerdekaan atas Turki.

Syarat tersebut meliputi, pertama, penghapusan khilafah secara total. Kedua, pengusiran khalifah sampai batas di luar negaranya. Ketiga, penyitaan kekayaan khalifah. Dan keempat, pernyataan sekularisasi negara.

Dan fakta tentang hakikat ideologi Inggris tidak pernah berubah sampai hari ini. Juga peranannya secara global. Dengan fakta perlakuan Inggris yang sedemikian, lalu, pantaskah kita ikut larut dalam keberkabungan atas meninggalnya Sang Ratu? Oleh karenanya, terpapar pilu kepergian Sang Ratu, pantaskah? Lalu, bagaimana sikap kaum Muslim terhadap bangsa Inggris?

Perlu digarisbawahi bahwa Inggris merupakan negara kafir harbi fi'lan, maka hubungan yang harus dibangun oleh kaum Muslim adalah 'alaqih harbiyah (hubungan peperangan). Tidak layak bagi seorang Muslim yang menyandarkan semua perbuatannya pada hukum syarak, kemudian malah berlaku menampakkan loyalitas, bermanis muka, termasuk mengucapkan belasungkawa.

Allah berfirman dalam Qur'an surah Ali Imran ayat 118, yang artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan teman orang-orang yang di luar kalanganmu (seagama) sebagai teman kepercayaanmu, (karena) mereka tidak henti-hentinya menyusahkan kamu. Mereka mengharapkan kehancuranmu. Sungguh, telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi di hati mereka lebih jahat. Sungguh, telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu mengerti."

Maka, ketimbang ikutan latah bilang 'RIP our beloved Queen', lebih baik kembali mendalami sejarah untuk kemudian mengapresiasi para pahlawan bangsa dan agama yang jelas sumbangsihnya dalam membela Islam juga tanah air. Seperti Cut Nyak Dien, Pangeran Diponegoro, Sultan Mahmud Badaruddin II. Atau yang lebih mengagumkan, tentunya, Rasulullah Muhammad SAW. []


Oleh: Ranting Rizkiatinuasih
Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments