Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Stunting Diurus Asing? Hati-Hati!


TintaSiyasi.com -- Indonesia masih bermasalah dengan kondisi gizi buruk terutama pada balita dan anak. Salah satunya adalah stunting. Stunting adalah masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak. 

Angka stunting di Indonesia terbilang masih cukup tinggi sebesar 24,4%, masih di atas angka yang ditoleransi WHO, yaitu di bawah 20%. Salah satu penyebabnya ialah tingginya angka anemia dan kurang gizi pada remaja putri sebelum nikah hingga pada saat hamil menghasilkan anak stunting. Berdasarkan hasil SSGI (Studi Status Gizi Indonesia), angka stunting secara nasional mengalami penurunan 1,6% per tahun.

Meskipun ada penurunan, namun stunting tetap menjadi masalah yang mengancam keberlangsungan dan kualitas generasi. Stunting hanyalah dampak dari masalah kemiskinan dan kelaparan yang terus membayangi. Untuk mencegah penurunan kualitas generasi mendatang, pemerintah menargetkan penurunan angka prevalensi stunting di bawah 14%.

Oleh karenanya, banyak program yang dibuat untuk mengatasi stunting ini. Termasuk mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 terkait percepatan penurunan angka stunting, di mana upaya penyelesaian masalah stunting melalui intervensi sensitif yang berkaitan dengan lingkungan layak huni dan sanitasi atau air bersih, serta intervensi spesifik yang berhubungan dengan nutrisi anak dan ibu hamil.

Kerja sama dengan instansi lain pun dilakukan, semisal kegiatan bertajuk "Gerakan Makan Telur Bersama" yang diadakan di Lapangan Desa Kebumen, Sukorejo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Ahad (25/9/2022). Kegiatan ini di prakarsai oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dengan menggandeng Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) untuk upaya pencegahan stunting. 

Tidak hanya instansi terkait, pemerintahan pun berkolaborasi dengan pihak swasta dan asing. Kerja sama BKKBN bersama Tanoto Foundation, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMMAN), Yayasan Bakti Barito, dan PT Bank Central Asia Tbk serta Amerika Serikat, melalui United States Agency for International Development (USAID) telah dituangkan dalam Nota Kesepahaman (MoU). Dengan harapan kolaborasi ini dapat mendukung Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang menargetkan pengurangan prevalensi stunting secara nasional berada pada angka 14 persen di tahun 2024.

Namun, apakah dengan banyaknya program, kegiatan sosial, kerja sama dengan pihak swasta dan asing mampu mengurangi angka stunting di Indonesia?


Akar Masalah Stunting

Perlu diketahui bahwa munculnya stunting itu disebabkan banyak faktor, mulai dari asupan gizi yang kurang, sanitasi serta air bersih yang tidak memadai, fasilitas kesehatan yang kurang, dan rendahnya pengetahuan masyarakat terkait kesehatan. Dan pangkal dari semua itu adalah kemiskinan. Persoalan ini berkaitan erat dengan tingkat kesejahteraan. Masih sangat banyak keluarga-keluarga yang berada dalam kondisi kemiskinan, akibatnya mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan gizinya, bahkan untuk makan 3x sehari saja mereka kesusahan, apalagi di tambah kebutuhan pangan yang selalu mengalami kenaikan harga, tidak mampu menikmati sanitasi yang bersih, sulit memperoleh air bersih karena untuk mendapatkan air bersih, mereka harus mengeluarkan biaya, kemudian tingkat pendidikan yang rendah akibat tidak meratanya pendidikan. Inilah yang menjadi akar masalah stunting, oleh karenanya tindakan tepat untuk mengatasi stunting dengan menyelesaikan akar masalah, bukan hanya sekedar tindakan parsial semisal gerakan makan telur, karena kegiatan ini pun hanya di titik-titik tertentu saja. Atau tidak juga kerja sama dengan pihak asing, karena ini pun bisa menjadi celah bagi program-program asing mengeksploitasi potensi generasi dan mengarahkannya untuk kepentingan asing.

Inilah yang terjadi ketika negara menerapkan kapitalisme, di mana negara berlepas tangan dalam tanggung jawabnya memenuhi kebutuhan mendasar rakyat. Kemiskinan yang dialami oleh masyarakat bukan karena mereka malas bekerja, bukan karena mereka tidak beruntung. Akan tetapi, kemiskinan ini akibat sistem dan kepemimpinan yang kapitalistik. Sebagai negara yang kaya SDA, dikenal dengan slogan gemah ripah loh jenawi-nya, Indonesia harusnya mampu memenuhi dan menghidupi kebutuhan rakyat secara menyeluruh.

Namun, rakyat tidak dapat menikmati kekayaan tersebut akibat penerapan kapitalisme. Kekayaan alam itu justru masuk ke kantong-kantong kapitalis yang serakah dengan dukungan kebijakan penguasa yang tidak berpihak pada rakyat.


Solusi Stunting 

Ada tiga hal yang mesti menjadi titik fokus pemerintah dalam menyelesaikan stunting, yakni pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih. 

Pertama, terkait pola makan, berarti terkait dengan ekonomi, bagaimana bisa ibu hamil dan balitanya mendapat asupan gizi yang baik jika untuk makan saja mereka susah. Di sinilah seharusnya peran negara memberikan lapangan pekerjaan dengan gaji yang layak agar kepala keluarga mampu memenuhi kebutuhan pokok mereka termasuk memberikan makanan bergizi kepada keluarganya. Dengan demikian, si ibu tak perlu bersusah payah juga mencari tambahan penghasilan sehingga bisa fokus merawat pada 1.000 hari pertama kelahiran anak.

Kedua, terkait pola asuh, dalam mengasuh anak, tentu saja ada pengetahuan yang harus dimiliki orang tua. Tidak cukup hanya sosialisasi, oleh karenanya pemerintah tak berhenti hanya pada sosialisasi saja tapi perlu juga memperhatikan sistem pendidikan yang harusnya merata bagi setiap warga negara.

Ketiga, perihal sanitasi dan akses air bersih. Masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan tak akan lepas dengan permasalahan satu ini, lingkungan dengan sanitasi yang buruk sudah menjadi gambaran keseharian mereka. Termasuk juga sarana air bersih, air bersih menjadi barang mahal bagi mereka, maka dengan terpaksa mereka menggunakan air-air sungai atau sumur yang sudah terkontaminasi dengan limbah pabrik pemilik kapitalis.

Dan tidak ketinggalan layanan kesehatan yang memadai, karena sudah menjadi rahasia umum bahwa kesehatan di negeri ini sangat mahal, BPJS yang dianggap mampu memberikan layanan gratis ternyata pada faktanya tidak seperti itu.

Beberapa hal ini tentu bisa dilaksanakan jika Islam yang mengatur urusan masyarakat. Islam,  mengatur kepemilikan, maka negara wajib mengelola kekayaan alamnya sendiri, bukan di serahkan pada swasta dan asing agar hasil kekayaan SDA itu untuk kesejahteraan rakyat. Dengan begitu rakyat akan terhindar dari kemiskinan. 

Dalam Islam, negara wajib menjamin terpenuhinya berbagai kebutuhan mendasar masyarakatnya. Negara wajib menjamin kesejahteraan setiap individu, baik anak-anak maupun dewasa. Karena di dalam Islam, wajib mempersiapkan generasi yang sehat, kuat, dan cerdas. Generasi inilah yang nantinya akan membangun peradaban Islam yang cemerlang. 

Akhirnya, untuk mengatasi dan mencegah stunting adalah dengan mengentaskan kemiskinan. Kemiskinan akan selalu menghantui jika negara masih menggunakan kapitalisme dalam mengatur masyarakat. Kemiskinan hanya dapat diatasi dengan penerapan aturan kehidupan yang tepat. Aturan yang bersumber dari pencipta manusia dan alam semesta. Sistem kehidupan yang mampu memberi kebaikan bagi seluruh alam. Itulah sistem Islam yang sempurna sebagai solusi menyuruh, yang menyelesaikan persoalan dari akarnya.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Ema Darmawaty
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments