TintaSiyasi.com -- Guru merupakan pekerjaan yang mulia. Guru adalah para pahlawan yang mencetak generasi bangsa yang maju dan terdidik. Maka sudah selayaknya guru mendapatkan penghargaan atas jerih payahnya. Tapi sayangnya kesejahteraan jauh dari harapan dan sulit didapatkan. Apalagi baru-baru ini beredar kabar, tunjangan profesi guru akan dihilangkan. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) tengah menyusun Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). RUU ini akan menggabungkan tiga undang-undang sekaligus, yakni UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, serta UU Perguruan Tinggi. Mendikbudristek Nadiem Makarim menegaskan, akan ada banyak perbaikan sistem pendidikan yang dimuat dalam RUU Sisdiknas tersebut (medcom.id).
Namun, draf terbaru RUU Sisdiknas tersebut menjadi polemik, karena banyak menuai kritik dari berbagai kalangan. Bahkan, sejumlah fraksi di DPR mengaku menolak RUU Sisdiknas masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) perubahan tahun 2022, karena terdapat sejumlah pasal yang dinilai kontroversial. Salah satunya mengenai tunjangan guru atau tunjangan profesi guru. Dalam pasal 105 huruf a hingga huruf h yang memuat hak guru atau pendidik, tidak satu pun ditemukan klausul hak guru mendapatkan tunjangan profesi guru (TPG). Pasal ini hanya memuat klausul hak penghasilan/pengupahan, jaminan sosial dan penghargaan yang disesuaikan dengan prestasi (beritasatu.com). Pemerintah berharap dengan kebijakan ini, seluruh guru akan mendapatkan tunjangan. Akan tetapi, benarkah kesejahteraan guru dapat terealisasi?
Selain wacana penghapusan tunjangan ini, sejatinya permasalahan di bidang pendidikan sudah terlalu menggunung. Makin lama permasalahan makin menumpuk. Sebelumnya, penghapusan guru honorer pun menuai kritikan berbagai pihak. Belum lagi kurikulum pendidikan yang terus berubah, membuat para guru terbebani untuk membuat silabus pembelajaran. Peningkatan kesejahteraan guru di tengah naiknya harga BBM kebutuhan pokok saat ini tentu sangat diharapkan. Akan tetapi, alih-alih meningkatkan penghargaan terhadap guru, tunjangan guru malah akan dihilangkan dalam RUU Sisdiknas. Padahal guru memiliki peran yang sangat penting untuk mendidik generasi bangsa. Sudah selayaknya guru mendapatkan jaminan kebutuhan hidup, sehingga tidak perlu mencari pekerjaan sampingan hanya demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sederet potret buram di bidang pendidikan ini tidak lepas dari kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Sistem ini sudah jelas gagal dalam mewujudkan kesejahteraan guru. Dalam kapitalisme, pemerintah menganggap guru sama saja seperti buruh, tenaganya diekploitasi tanpa diberikan tunjangan. Terlebih lagi perhatian pemerintah terhadap pendidikan sangatlah minim. Bahkan, dana pendidikan tidak dijamin sepenuhnya oleh pemerintah. Pemerintah terkesan lepas tangan dari kewajibannya membiayai pendidikan. Guru sebagai tenaga pengajar seharusnya mendapatkan kesejahteraan atas jasanya. Karena guru adalah sosok yang sangat dibutuhkan bangsa untuk mencentak generasi penerus yang handal.
Berbeda dengan sistem Islam, yang memandang bahwa pendidikan menempati posisi yang sangat penting. Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap Muslim. Guru yang menyampaikan ilmu begitu berjasa dan haruslah dimuliakan. Semua guru mempunyai kedudukan yang sama, tidak ada pembedaan. Semua guru mendapatkan gaji yang layak untuk membiayai kehidupan keluarganya. Sebagaimana yang dilakukan Umar bin Khaththab ra ketika menjadi khalifah, beliau memberikan gaji kepada para guru sebesar 15 dinar per bulan, atau setara dengan Rp 50 juta per bulan.
Pendanaan gaji guru dan pegawai pendidikan yang lain dapat diambil dari Baitul Mal. Pemasukan Baitul Mal sangat banyak dan beragam, misalnya dari pengelolaan kepemilikan umum (sumber daya alam) yang dikelola negara, jizyah, wakaf, dan kharaj. Tentu sangat berbeda dengan anggaran negara kapitalisme saat ini yang sebagian besar hanya bertumpu pada pajak dan utang.
Syariat Islam adalah aturan yang datang dari wahyu Allah SWT. Syariat Islam jika diterapkan secara menyeluruh (kaffah) akan mampu menyelesaikan masalah apa pun, termasuk masalah pendidikan. Alhasil, rahmat bagi seluruh alam akan dirasakan seluruh umat manusia jika syariat diterapkan.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Triana Noviandari
Pegiat Literasi
0 Comments