TintaSiyasi.com -- Menurut BKKBN jumlah remaja Indonesia yang mencapai 64 juta jiwa rentan menjadi pengguna narkoba, seks pranikah dan HIV/AIDS. Karena itu pihaknya berusaha akan mengawal remaja Indonesia agar dapat menghindari hal-hal tersebut. Namun sejauh ini upaya yang dilakukan pemerintah untuk menangani persoalan seks bebas di kalangan remaja belum menampakkan hasil yang optimal. Terbukti dari terulangnya kasus-kasus seks bebas dengan pelaku remaja. Hal itu terjadi karena penanganan yang dilakukan tidak menyentuh akar persoalannya. Selama ini pemerintah hanya fokus pada pencegahan penyakit menular seksual (PMS), tapi bukan pada faktor-faktor yang mendorong munculnya perilaku seks bebas.
Faktor Penyebab
Ada beberapa sebab remaja di tanah air menjadi demikian permisif, serba boleh dalam pergaulan termasuk seks pranikah. Salah satu faktor utama adalah merosotnya nilai agama. Mayoritas penduduk negeri ini adalah muslim. Akan tetapi keislaman yang marak di negeri ini lebih tampak sebatas ritual ibadah belaka. Termasuk di kalangan remaja. Akibatnya remaja muslim di tanah air menjelma menjadi generasi galau. Memperturutkan hawa nafsu termasuk nafsu syahwat.
Banyak orang tua yang sudah merasa puas bila anaknya melakukan shalat, bisa membaca al-Quran, dan menutup aurat. Akan tetapi orang tua dan masyarakat kurang peka dengan kemaksiatan lain seperti pacaran. Padahal aktifitas asusila, seperti meraba lawan jenis, berciuman hingga berzina sudah dianggap hal yang biasa dalam pacaran yang dilakukan para remaja.
Merosotnya pemahaman agama menyebabkan keimanan masyarakat juga semakin tipis. Tidak ada lagi perasaan takut pada remaja untuk melakukan perbuatan asusila. Orang tua juga tidak merasa berdosa membiarkan anaknya berpacaran, dan masyarakat juga tidak menganggapnya sebagai permasalahan. Padahal keimananlah yang bisa menjadi rem penahan seorang muslim dari berbagai kemaksiatan termasuk perzinaan. Nabi saw. bersabda:
“Tidaklah berzina orang yang berzina ketika dia berzina sementara dia beriman, tidak seseorang meminum khamr ketika dia meminum sedangkan dia beriman, tidaklah seseorang mencuri ketika mencuri sedangkan dia beriman…” (HR. Bukhari)
Di sisi lain masyarakat juga makin tidak peduli dengan tingkah laku remaja. Kegiatan pacaran bahkan yang menjurus pada mesum terus dibiarkan. Akhirnya para remaja tidak malu lagi mempertontonkan tindakan asusila seperti berduaan, berpelukan bahkan berciuman di muka umum.
Keadaan ini semakin diperparah dengan masuknya tayangan pornografi dan pornoaksi ke tengah masyarakat. Dengan alasan seni dan budaya beragam tayangan dengan konten pornografi dan pornoaksi dapat disaksikan oleh remaja di ponsel-ponsel mereka. Padahal konten pornografi adalah stimulan/rangsangan besar bagi kawula muda yang baru memasuki usia pubertas. Masa di mana hormon-hormon seksualnya tengah meluap. Pornografi dan pornoaksi menjadi legal di tanah air di bawah payung demokrasi. Dengan dalih kebebasan berekspresi dan seni, beragam jenis pornografi dan pornoaksi bertebaran di tengah masyarakat.
Di sisi lain, kondisi perekonomian dan gaya hidup konsumtif juga membelit remaja. Kemiskinan menjadi alasan klasik yang mendorong remaja terjun ke dunia prostitusi. Di Bandung, ketika pemkot melarang praktek pengemis dan pengamen jalanan, banyak di antara pelakunya yang melakoni profesi PSK untuk menyambung hidup.
Tidak semua remaja menjadi pelacur karena tekanan ekonomi. Ada segolongan remaja yang melacurkan diri karena gaya hidup. Keinginan untuk memiliki gadget baru, parfum mahal, baju keren, dan asesoris mewah lainnya memancing remaja untuk terjun ke dunia pelacuran.
Sementara sistem pendidikan yang ada tidak berhasil membentuk kepribadian Islami pada diri siswa. Bahkan, sistem pendidikan malah menanamkan nilai-nilai demokrasi dan liberalisme, disadari atau tidak, yang memberikan “pembenaran” kepada kebebasan remaja.
Terakhir, tidak ada sanksi yang dapat diberlakukan pada remaja yang melakukan perbuatan asusila termasuk perzinaan. Pertama, karena remaja masih dikelompokkan di bawah umur sehingga tidak dapat dijerat oleh undang-undang yang ada. Kedua, dalam KUHP perbuatan asusila baru dapat dikenakan pada tindak pemerkosaan, atau pada pasangan yang masih lajang. Para remaja yang melakukan tindakan asusila biasanya hanya dikenakan sanksi wajib lapor dan mendapat pembinaan. Tanpa sanksi yang memberikan efek jera. Pantas bila makin remaja di tanah air berada dalam darurat seks bebas.
Selamatkan dengan Islam
Islam ketika diterapkan niscaya mampu membangun generasi yang bersih dan berkepribadian Islam jauh dari seks bebas. Hal mendasar yang diwajibkan Islam dalam hal ini adalah kewajiban negara, orang tua dan seluruh kaum Muslim membina dan menanamkan ketakwaan pada diri kaum Muslim termasuk remaja.
Dalam hal ini, Islam dengan tegas menyatakan zina sebagai dosa besar. Jangankan melakukannya, umat Islam bahkan diminta untuk menjauhkan diri dari segala perbuatan yang mendekati perzinaan seperti berkhalwat, memegang tangan lawan jenis, berciuman, cumbu rayu, dsb. Maka aktifitas pacaran yang lazim dilakukan remaja adalah tindakan-tindakan yang mendekatkan pelakunya pada perzinaan. Allah SWT berfirman:
“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS al-Isra’ [17]: 32).
Islam juga mewajibkan keluarga, masyarakat dan negara melindungi semua anggotanya termasuk remaja. Dalam keluarga, selain wajib menjamin kebutuhan hidup anak-anak mereka, seorang ayah dan ibu juga wajib mendidik anak-anak mereka agar memiliki kepribadian Islam. Membentuk pribadi yang paham dan taat pada hukum-hukum Allah, sehingga remaja tidak akan jatuh pada tindak asusila apalagi melakukan perzinaan.
Masyarakat juga diwajibkan mengawasi dan mencegah terjadinya kemaksiatan. Satu kemaksiatan terjadi sama dengan merusak tatanan sosial dan mengundang kemurkaan dari Allah SWT., apalagi perbuatan zina yang telah jelas diancamkan azabnya oleh Allah dan RasulNya.
“Jika telah nampak zina dan riba di satu negeri, maka sungguh penduduk negeri itu telah menghalalkan bagi diri mereka sendiri azab Allah.” (HR. Hakim)
Menyelamatkan remaja tidak akan berjalan bila negara tidak mengambil peran. Bahkan peran negara amat besar dalam menjaga moral masyarakat. Negara wajib menjamin kehidupan ekonomi warganya agar tidak terdorong untuk melakukan tindak kemaksiatan seperti mencuri atau pelacuran. Negara juga harus menegakkan hukum agar nilai-nilai akhlak masyarakat terjaga. Karena itu hukum-hukum Islam yang terkait dengan tindak pidana asusila wajib untuk dilaksanakan. Bagi pezina yang belum menikah, seperti remaja, wajib diberikan sanksi 100 kali cambukan dan pengasingan selama setahun bila dianggap perlu. Allah SWT. berfirman:
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS. an-Nur [24]: 2)
Remaja dalam hal ini dapat dikenakan sanksi pidana bila telah baligh. Sebab ia telah terbebani taklif dan sudah harus mempertanggungjawabkan dan bertanggungjawab atas semua perbuatannya.
Selain itu negara juga akan memotivasi dan memudahkan para pemuda untuk menikah. Dengan pernikahan, maka kehormatan mereka akan lebih terjaga dan kebutuhan biologis juga akan terpenuhi di jalan yang haq. Adapun bagi mereka yang belum mampu, akan diminta untuk menjaga pergaulan dan melakukan shaum sunnah sebagai upaya mengendalikan diri.
Penutup
Telah nampak kerusakan pada para remaja akibat sekulerisme dan demokrasi. Kebebasan yang diusung telah menghancurkan masa depan generasi muda umat! Masa depan umat pun terancam karenanya. Karena itu sekulerisme, demokrasi dan liberalisme itu harus segera dicampakkan. Sebagai gantinya, sistem Islam dengan hukum-hukum syariahnya harus segera diterapkan di bawah naungan sistem Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian. Sekaranglah saatnya kita wujudkan perubahan itu. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []
Oleh: Al Azizy Revolusi
Editor dan Kontributor Media
0 Comments