Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kekerasan Kian Marak, di Mana Peran Negara?


TintaSiyasi.com -- Hari-hari berlalu dengan berita tak mengenakkan yang selalu memenuhi telinga. Mulai dari kasus pembunuhan, tawuran, penyiksaan dan kasus semisalnya. Korban tak memandang usia, mulai dari yang masih berumur harian hingga yang telah tua renta. Pelakunya pun beragam, dari kepala rumah tangga, keluarga dekat, pelajar, aparat keamanan, hingga tokoh agama. Ya, kekerasan semenggurita itu.

Kekerasan yang kian marak, terjadi di mana-mana, menghadirkan tanya, di mana negara? Bukankah negara harusnya menjamin keamanan warganya, memberi perlindungan? Apalagi, kekerasan tersebut tidak sedikit yang memakan korban jiwa. Sebelum beranjak menjawab itu, kita mendapati benang merah bahwasanya negara telah gagal memenuhi kebutuhan rakyat terkait jaminan keamanan.

Patut juga kita garis bawahi bahwa pondasi kehidupan hari ini-lah yang menghadirkan maraknya kekerasan. Bisa dibayangkan, bagaimana mungkin seorang ibu/ayah membunuh anaknya? Paman (yang terkategori keluarga dekat) membanting bayi 4 bulan hingga tewas? (tribunnews.com, 23/10/2022), suami membacok istri hingga melayang nyawanya? (www.tvonenews.com, 23/10/2022), jika pelaku-pelaku ini memiliki ketakwaan? Jelas, takwa benar-benar hilang dari individu hari ini.

Terkait remaja yang terlibat tawuran dengan mengantongi senjata tajam, bagaimana mungkin bisa bertindak sedemikian rupa? Juga seperti yang akhir-akhir ini viral di jagad Twitter, bagaimana mungkin seorang pendeta membunuh temannya di mana beberapa hari dihabiskan untuk mempelajari tutorial membunuh tanpa suara? Semua kekerasan ini (dan lainnya yang tidak disebutkan) jelas karena mereka tidak menjadikan agama sebagai pegangan.

Akidah sekuler yang diadopsi negeri kita menjadikan segala hal berjalan tanpa landasan keimanan. Jika berselisih paham, nyawa taruhannya. Jika prahara ekonomi menimpa, maka saling cek-cok yang berujung hilangnya nyawa. Masyarakat menjadi individu yang amarahnya berkobar-kobar, hilang akal hingga bertindak di luar nalar. Ditambah sistem kehidupan lainnya yang berjalan tanpa pegangan, komplit sudah sebab kekerasan yang terjadi.

Adalah seperti sistem pendidikan, yang harusnya membentuk generasi berkepribadian Islam, yang pola pikir dan pola sikapnya Islam, yang segala sesuatu berlandas syariat. Alih-alih seperti itu, pendidikan sekarang justru melahirkan generasi yang bertindak berdasar akal semata, yang sebagian besar akalnya tumpul. Hati nurani individu pun seakan telah mati hingga melenyapkan nyawa seakan hal biasa.

Kehidupan keluarga dan masyarakat pun sama parahnya. Anak-anak sedari dini sudah diperlihatkan bahkan hidup berdampingan dengan kekerasan dan individu lain yang bernaluri tumpul. Seolah hal biasa, mereka tidak diberi mantel pelindung. Ialah karena kehidupan di dua ranah ini (khususnya), kering keimanan.

Ditambah media yang setiap saatnya menayangkan kekerasan, tidak memilah (lagi) mana yang patut ditayangkan. Fakta-fakta seperti ini yang menjadi konsumsi sehari-hari anak, yang berbuntut pada terbentuknya individu yang tumpul nuraninya dan "biasa" dengan kekerasan.

Sekularisme menjadikan pengaturan terkait semua ini tidak berlandas aturan agama. Pun negara, seolah menihilkan perannya sebagai penanggung jawab kebutuhan rakyatnya. Jaminan atas keamanan inilah yang termasuk kewajiban utama negara. Oleh karenanya, negara wajib menyediakan keamanan dan rasa aman bagi tiap individu rakyat.

Begitulah negara dalam kapitalisme, "entah ke mana" jika berkaitan dengan kepengurusannya terhadap rakyat. Penguasa seolah menghilang, padahal (awalnya) berjanji setia mengurus rakyat, berkoar-koar menjadi yang terdepan untuk rakyat. Itu yang terjadi saat mereka hendak mendulang suara rakyat. Saat berada di kursi kekuasaan, seolah hilang ingatan.

Dengan demikian, kita butuh akidah yang benar dalam membangun negara yakni akidah Islam semata dengan khilafah sebagai negaranya. Ketika pondasinya Islam, seluruh sistem lainnya yakni pendidikan, media, ekonomi pun lainnya berjalan berlandas syariat Islam. Sehingga, nihil ditemukan negara yang menelantarkan rakyatnya, apalagi terkait keamanan.

Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya (pada diri, keluarga dan masyarakatnya), diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya” (HR. Tirmidzi no. 2346, Ibnu Majah no. 4141).

Pada hadis di atas jelas bahwa keamanan, salah satunya adalah kebutuhan yang harus terpenuhi. Pun menunjukkan betapa pentingnya pemenuhan kebutuhan tersebut, karena Rasulullah mengkiaskan bahwa tatkala tiga kebutuhan tersebut terpenuhi, laksana memperoleh dunia secara keseluruhan.

Oleh karena itu, adalah hal yang wajar jika negara yang memisahkah agama dari kehidupan tidak memenuhi kebutuhan penting ini. Adalah karena ia berjalan berdasar aturan buatan manusia, bukan berdasar Alquran dan hadis. Menjadi wajar pula jika negara yang berjalan berpegang pada syariat Islam menjamin keamanan rakyatnya, karena berjalan berdasar hukum Islam.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Khaulah
Aktivis Back to Muslim Identity
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments