TintaSiyasi.com -- Kasus suap korupsi tidak pernah absen dari pemberitaan di negeri zamrud khatulistiwa. Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Mahkamah Agung (MA) untuk segera mengevaluasi integritas secara menyeluruh mulai dari hakim agung sampai hakim di pengadilan negeri, terkait kasus dugaan suap yang menjerat Hakim Agung Sudrajad Dimyati pada Sabtu (24/9/2022).
Menteri Polhukam Mahfud MD mengatakan pemerintah akan membentuk konsep besar sistem peradilan di Indonesia. Hal tersebut dilakukan untuk reformasi hukum peradilan pasca insiden kasus korupsi Hakim Agung Sudrajad Dimyati. Dalam konsep besar bersama 29 aktivis, tokoh, dan pakar hukum akan dibuat integrasi sistem peradilan sehingga fungsi dan batasan kewenangan setiap lembaga hukum bisa diatur lebih jelas (nasional.kompas.com).
Kasus suap Sudrajad Dimyati menambah panjang daftar penegak hukum korupsi. Sebelumnya kasus korupsi jaksa Pinangki Sirna Malasari sebagai tersangka. Pinangki diduga menerima hadiah atau janji berkaitan dengan Joko Soegiarto Tjandra (news.detik.com). Selain itu juga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi. Tersangka kasus dagang perkara di Mahkamah Agung itu tertangkap bersama menantunya, Rezky Hebriyono (nasional.tempo.co).
Sistem peradilan negeri ini membutuhkan pembenahan dan perubahan. Banyak kasus suap menyuap di lembaga peradilan menunjukkan bahwa keadilan dalam sistem demokrasi kapitalisme merupakan sesuatu yang dapat diperjualbelikan atau disebut supply dan demand keadilan.
Demand berarti pengadilan bukanlah tempat meminta keadilan tetapi tempat untuk memenangkan keadilan dengan segala cara instan berupa materi atau uang.
Sedangkan supply merupakan pengadilan yang dapat memberikan keadilan sesuai dengan pesanan kapitalisme, asasnya sekularisme yang menjadikan orang berwatak materialistis mengambil gaya hidup hedonis, minim ketaatan pada aturan Allah. Oleh karena itu, hakim sekalipun yang harusnya menegakkan keadilan akan tergiur ketika diberi imbalan harta banyak untuk memuluskan suatu kasus sistem politik.
Demokrasi meniscayakan aturan yang dibuat manusia serba terbatas dan sarat kepentingan. Aturan hukum akan memihak pada siapapun yang menguntungkan, tidak ada sanksi tegas dan menjerakan bagi pelaku. Sehingga hal inilah akan semakin menyuburkan tindak korupsi.
Problem korupsi yaitu problem sistemis dan cacat bawaan sistem demokrasi kapitalisme. Korupsi tidak mungkin diberantas tuntas. Ada lembaga super anti korupsi atau akan dibuat konsep besar peradilan. Menghapuskan sistem demokrasi kapitalisme yang rusak dan merusak.
Sistem Islam tegak berlandaskan pada akidah Islam. Islam bersumber dari Allah, Sang Pemilik segalanya. Aturan Islam bisa menyelesaikan permasalahan umat manusia, termasuk korupsi. Islam mengharamkan tindakan suap menyuap. Pihak-pihak yang terlibat mendapatkan laknat Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda, “Allah melaknat penyuap dan yang disuap dalam urusan hukum” (HR Tirmidzi). Dan hadis lain, “Yang menyuap dan yang disuap masuk neraka” (HR. Ath – Thabrani).
Dalam Islam, kedudukan hakim amatlah penting, diperintahkan Allah untuk adil dengan menerapkan syariat-Nya di pengadilan.
Khilafah akan serius dalam menumpas praktik suap terutama di tubuh peradilan. Jabatan hakim hanya diisi oleh orang-orang alim dan benar-benar bertakwa sehingga perlu adanya penanaman akidah yang kuat pada diri setiap individu.
Akidah Islam melahirkan kesadaran setiap manusia akan diawasi oleh Allah SWT akan lahir kontrol dan pengawasan internal. Hakim hanya mengadili mengguakan hukum Islam yang berasal dari Allah. Hukum Islam satu-satunya hukum yang menjamin keadilan umat manusia, bebas dari intervensi manusia, dan tidak bisa ditafsirkan sesuai hawa nafsu seperti halnya hukum sistem demokrasi kapitalisme.
Hakim wajib menerapkan hukum secara adil dan menjerakan sesuai ketetapan syariat Islam. Para pelaku korupsi akan dikena takzir sesuai sanksi yang kadar dan jenisnya.
Allah SWT berfirman: "Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan" (QS. Al-A'raf 7: Ayat 96).
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Sahna Salfini Husyairoh, S.T
Aktivis Muslimah
0 Comments