TintaSiyasi.com -- Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menko Maritim dan Investasi Luhut B. Pandjaitan, hingga Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kompak mengatakan perekonomian tahun depan makin gelap.
Presiden Jokowi mengatakan, "Kalau kita baca baik di media sosial di media cetak, di media online semuanya mengenai resesi global, tahun ini sulit dan tahun depan sekali lagi saya sampaikan akan gelap, dan kita tidak tahu badai besarnya seperti apa sekuat apa tidak bisa dikalkulasi," saat Pengarahan Presiden kepada seluruh Menteri/Kepala Lembaga, Kepala Daerah, Pangdam dan Kapolda di JCC Jakarta, Kamis (29/09/22).
Sementara Menko Luhut mengatakan "Dari berbagai laporan yang kami lihat, kondisi geopolitik ini masih sangat berpengaruh dalam beberapa waktu ke depan. Dan tidak bisa dihindari, akan menekan dunia secara global," saat Pertemuan Presiden dengan Kementerian/ Lembaga, Kepala Daerah, BUMN, Pangdam, Kapolda, Kajati Seluruh Indonesia di Jakarta, Kamis (29/9) (CNBC Indonesia, 30/09/2022).
Dan Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi ekonomi dunia jatuh ke jurang resesi pada tahun depan. Perkiraan itu ia buat berdasarkan kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan bank sentral di sejumlah negara seperti AS dan Inggris demi meredam lonjakan inflasi. Sri Mulyani memastikan kebijakan itu akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi sehingga ancaman resesi kian sulit dihindari (CNN Indonesia, 27/09/2022).
Naiknya Dana Parpol
Ancaman resesi terjadi hampir di seluruh penjuru dunia. Anehnya saat resesi di depan mata, Indonesia justru meningkatkan dana bantuan untuk parpol. Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengusulkan kenaikan bantuan dana partai politik (parpol) tiga kali lipat. Jumlahnya naik dari Rp 1.000 per suara menjadi Rp 3.000 per suara.
Menurut Mantan Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay kenaikan dana bantuan parpol di saat krisis seperti saat ini dirasa kurang tepat. Alasannya di tengah kondisi krisis keuangan dan kenaikan BBM, ia melihat seharusnya pemerintah memprioritaskan terlebih dahulu bagi kebutuhan yang langsung dirasakan rakyat. Karena itu kenaikan bantuan parpol, apalagi sampai tiga kali lipat, dirasa kurang pantas (Republika.co.id, 22/09/2022).
Hal ini jelas kurang pantas dan sama sekali tidak tepat, justru menunjukkan abainya negara atas nasib rakyat yang terancam hidup sulit, namun peduli pada parpol yang akan jadi kendaraan politik meraih kursi. Ini menunjukkan secara nyata bobroknya sistem kapitalis demokrasi, yang lebih berpihak kepada parpol.
Pasalnya penguasa yang terpilih dalam sistem ini merupakan orang dari anggota parpol. Parpol sendiri mengeluarkan biaya cukup besar untuk memenangkan kontestasi pemilu. Hal ini menjadikan biaya politik dalam sistem ini sangatlah mahal. Karena itu partai-partai politik dalam sistem demokrasi menggunakan berbagai cara untuk mengumpulkan dana partai, salah satunya menuntut pemerintah untuk menaikkan bantuan dana parpol. Alhasil penguasa yang berhasil meraih kursi kekuasaan berhutang besar pada partai menjadikan peguasa harus berpihak pada partai sebagai bentuk timbal baliknya.
Sementara undang-undang yang dihasilkan dari kursi kekuasaan justru semakin menyengsarakan rakyat. Partai berdana besar tersebut sama sekali tidak akan memberi perhatian kepada masyarakat. Padahal mereka dipilih oleh rakyat dan dana parpol sendiri ditanggung oleh APBN yang tidak lain adalah uang rakyat.
Islam Memprioritaskan Umat
Adapun penerapan sistem ekonomi kapitalisme telah menjadi penyebab utama resesi. Resesi adalah keadaaan dimana kondisi ekonomi negatif atau menurun dalam dua kuartal atau lebih secara berturut-turut. Resesi bisa membuat perusahaan melakukan PHK besar-besaran, akibatnya jumlah orang miskin akan bertambah, jumlah pengangguran akan meningkat dan daya beli masyarakat semakin melemah.
Umat membutuhkan penguasa yang peduli dan mengurus kebutuhannya. Umat juga membutuhkan politik ekonomi yang menjamin kesejahteraan. Hanya Islamlah yang mampu mewujudkan semua itu. Karena dalam islam seorang pemimpin atau penguasa adalah pelindung bagi rakyat. Dan politik dalam islam adalah riayah su'unil ummah atau pengurus urusan rakyat. Jadi dalam islam tidak akan ada antara penguasa dan partai hanya aktivitas timbal balik menguntungkan segelintir orang.
Kepemimpinan dalam Islam adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban dunia dan akhirat. Dalam Islam juga tidak akan ada yang berebut kekuasaan karena sadar betul akan tanggung jawab di hadapan Allah SWT, "Imam adalah raa'in (penggembala) dan dia bertanggungjawab atas rakyatnya" (HR. Bukhari).
Pemimpin wajib menjaga rakyat dalam hal agama agar tetap bertauhid kepada Allah SWT dan wajib memenuhi segala kebutuhan rakyatnya serta wajib menjamin kesejahteraan dan menjamin keamanan seluruh rakyat. Tentu, pemimpin yang memiliki kesadaran ini hanya akan ada jika sistem islam diterapkan dalam kehidupan.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Ikeu
Member Ksatria Aksara Kota Bandung
0 Comments