TintaSiyasi.com -- Diberitakan sebelumnya bahwa Indonesia masuk dalam 100 negara paling miskin di dunia. Hal ini diukur dari Gross National Income (GNI) atau pendapatan nasional bruto per kapita. Mengutip World Population Review, Indonesia masuk dalam urutan ke-73 negara termiskin di dunia. Pendapatan nasional bruto RI tercatat US$3.870 per kapita pada 2020.
Seolah kontradiksi dengan keadaan itu, Range Rover baru resmi justru meluncur di Indonesia. Kendaraan tersebut merupakan generasi kelima dan dibanderol mulai Rp 5,9 miliar dengan status off the road. "Hingga akhir tahun, Indonesia cuma kebagian jatah 50 unit mobil. Range Rover baru ini memang sangat-sangat terbatas," ujar Irvino, dikutip Senin (26/9/2022). Meski mahal dan baru diluncurkan, namun stok yang tersedia di Tanah Air ternyata sudah nyaris habis.
Dalam basis perhitungan terbaru, Bank Dunia menaikkan garis kemiskinan ekstrem dari US$1,9 menjadi US$2,15 per kapita per hari. Dengan asumsi kurs Rp15.216 per dolar AS, maka garis kemiskinan ekstrem Bank Dunia adalah Rp32.812 per kapita per hari atau Rp984.360 per kapita per bulan.
Dari fakta ini maka bisa dilihat adanya ketimpangan di masyarakat. Di tengah masyarakat yang hidup susah dalam garis kemiskinanan, ada segelintir orang kaya yang membeli mobil mewah yang harganya sangat fantastis.
Kesenjangan sosial yang sudah sangat ekstrem saat ini adalah buah dari diterapkannya kapitalisme oleh negara. Sistem ekonomi kapitalisme menjadikan uang sebagai pengendali satu-satunya distribusi barang dan jasa. Artinya, siapa saja yang memiliki uang, maka mampu mengakses segala kebutuhan. Sedangkan orang miskin dengan segala keterbatasannya maka harus rela tak terpenuhi kebutuhannya karena tak memiliki uang.
Kapitalisme dengan mekanisme pasar bebasnya juga yang meniadakan peran negara dalam mengurusi rakyatnya. Negara akan menyerahkan seluruh kebutuhan rakyat kepada swasta. Sehingga pelayanan yang diberikan akan disesuaikan dengan harga yang dibayarkan. Karena untung rugi adalah tujuan yang hendak dicapai setiap pengusaha dalam hal ini swasta.
Karenanya akan kita temukan kelas-kelas dalam pelayanan negara seperti kesehatan, pendidikan, dan yang lainya. Di mana pelayanan ini akan menjadi minim bagi si miskin dan mewah bagi si kaya.
Kapitalisme juga beranggapapan bahwa subsidi yang diberikan pada rakyat menjadi beban negara, akan tetapi pada saat yang sama menjadikan pajak dari rakyat sebagai sumber pemasukan terbesar kas APBN.
Solusi yang dikeluarkan negara berupa bantuan sosial ternyata malah lebih menambah masalah. Pendataan yang buruk menyebabkan bansos menjadi tak tepat sasaran. Nominalnya yang kecil pun ternyata masih harus terpotong karena korupsi berjamaah di setiap level dari pusat hingga daerah, membuat kebijakan bansos justru menambah masalah.
Maka sesungguhnya kapitalismelah yang menjadi akar problem sosial yang begitu besar. Kapitalisme yang diterapkan negara menimbulkan kemiskinan yang semakin merajalela dan ketimpangan yang begitu tinggi.
Islam Solusi Kemiskinan
Berbeda dengan kapitalisme, Islam memberi solusi tuntas dalam problem sosial yang terjadi termasuk di dalamnya kemiskinan. Islam memandang bahwa penyebab utama terjadinya ketimpangan adalah pada buruknya distribusi kekayaan. Di mana distribusi kekayaan ternyata tak bisa dilepaskan dari peran pemerintah. Oleh karena itu, peran sentral pemerintah menjadi faktor kunci terselesaikannya permasalahan ini. Pemerintahlah yang memiliki kewajiban menjamin kebutuhan umat, baik itu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan.
Anggaran yang digunakan negara untuk membantu individu yang tidak mampu, pertama-tama diambil dari pos zakat, sesuai dengan surah At-Taubah: 60. Apabila zakat tidak mencukupi, negara wajib mencarinya dari pos lainnya di Baitulmal. Apabila pos lainnya pun kosong, kewajiban menafkahi orang miskin beralih pada kaum Muslim secara kolektif.
Kriteria miskin sendiri dalam Islam bukanlah dihitung rata-rata seperti halnya kapitalisme. Akan tetapi dihitung satu per satu kepala, apakah setiap orang sudah tercukupi kebutuhan primernya, yaitu berupa sandang, pangan, dan papan. Kepala keluarga yang menjadi pihak pencari nafkah pun akan dipermudah dan difasilitasi dalam bekerja, baik itu akses pada modal tanpa riba, pelatihan, hingga penyediaan lapangan kerja.
Jika kepala keluarga tidak mampu memenuhinya, maka yang wajib membantu adalah kerabatnya. Pendataan yang baik disertai perangkat pemerintah yang amanah akan meniscayakan pelaksanaan sensus tersebut. Jika seluruh kerabatnya tak mampu memenuhi kebutuhannya, maka kewajiban memberi nafkah jatuh kepada pemerintah yang diambil dari kas negara yaitu Baitul Mal
Secara teknis mengatasi problem sosial ini bisa dilakukan dengan cara langsung yaitu kaum Muslim secara individu membantu orang-orang yang miskin.
“Tidaklah beriman kepada-Ku, siapa saja yang tidur kekenyangan, sedangkan tetangganya kelaparan, sementara dia mengetahuinya” (HR Ath-Thabrani).
Kemudian bisa juga dengan skema dharibah (pungutan insidental) kepada orang laki-laki Muslim yang kaya, hingga kebutuhan umat terpenuhi. Jika sudah terpenuhi, pungutan tersebut tidak diperlukan lagi dan negara akan menghentikan skema ini.
“Dan pada harta benda mereka, ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta” (TQS Az-Zariyat: 19).
Oleh karena itu, kemiskinan akan bisa teratasi dan ketimpangan pun tak akan terjadi. Dalam masyarakat Islam, orang kaya akan bahu-membahu membantu masyarakat miskin untuk bisa memenuhi kebutuhannya. Sehingga, dalam kondisi pandemi, kelebihan harta si kaya akan mengalir pada masyarakat miskin, bukan pada bursa saham atau lainnya.
Negara pun sebagai pihak sentral, disertai dengan bank data yang akurat dan pejabat yang amanah, akan mampu menghimpun dana dari para aghniya (orang kaya) jika Baitul Mal defisit. Sehingga, tidak harus berutang apalagi kepada negara kafir harbi fi’lan yang telah jelas menyebabkan mudharat.
Dalam sistem ekonomi Islam, mekanisme kepemilikannya akan mengharamkan SDA (sumber daya alam) dikuasai asing ataupun swasta. Sehingga, akan menghantarkan pada kas negara yang kuat, stabil dan defisit anggaran akan jarang terjadi.
Maka dari itu, sudah saatnya kembali kepada Islam kafah, yang terbukti memberikan solusi tuntas dalam segala masalah, menggantikan sistem kapitalisme yang jelas rusak dan merusak sampai sekarang. []
Oleh: Nur Hidayah
Sahabat TintaSiyasi
0 Comments