TintaSiyasi.com -- Pada Jumat, 23 September 2022, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bersama organisasi filantropi dan sejumlah perusahaan swasta yakni Tanoto Foundation, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMMAN), Yayasan Bakti Barito, dan PT Bank Central Asia, Tbk., serta pemerintah Amerika Serikat, melalui United States Agency for International Development (USAID) membuat Nota Kesepahaman Bersama (MoU) untuk ikut membantu BKKBN menekan prevalensi stunting yang ditargetkan turun 14% pada tahun 2024.
Penargetan penurunan stunting hingga 14% di tahun 2024 dilakukan semata-mata untuk menghadapi bonus demografi mendatang. Bonus demografi yaitu fenomena saat usia produktif sangat banyak yang diprediksi akan terjadi pada tahun 2030. Akan sangat disayangkan bila pada saat Indonesia tengah menikmati manisnya bonus demografi tersebut, sedangkan kualitas SDM masih rendah karena generasinya banyak yang menderita stunting.
Permasalahan stunting di negeri ini tak jua terlihat hilal akan berakhirnya. Berbagai upaya pemerintah untuk mengatasi masalah ini tampaknya tidak membuahkan hasil yang nyata. Permasalahan ini kian hari kian runyam.
Stunting dan kemiskinan adalah dua hal yang sangat erat kaitannya. Walaupun kemiskinan bukan satu-satunya penyebab stunting, namun sungguh nyata bagaimana besarnya hubungan antara 2 hal tersebut. Kemiskinan membuat keluarga kesulitan untuk menjangkau makanan dengan gizi yang cukup. Boro-boro memikirkan kandungan gizi, untuk bisa sekedar menunda lapar saja sudah bersyukur.
Gemah Ripah Loh Jinawi, begitu yang sering kita dengar untuk menggambarkan bagaimana kaya dan suburnya negeri ini. Menjadi paradoks, di negeri dengan kekayaan sumber pangan dan energi yang berlimpah, masih saja ada masalah anak stunting dan kurang gizi.
Apa sebabnya? Apakah sumber pangan ini tidak cukup? Jawabannya bukan. Tetapi ini terjadi karena salahnya tata kelola ekonomi yang ditopang sistem perpolitikannya. Saat ini Indonesia merujuk pada sistem ekonomi kapitalisme dan sistem politik demokrasi. Sistem inilah yang menjadikan adanya kesenjangan sosial dan kemiskinan sehingga sumber pangan menjadi sulit terjangkau. Kapitalisme dengan pasar bebasnya, hukum rimba berlaku, yaitu yang kuat akan makin kaya dan yang lemah makin tersingkirkan. Kapitalisme juga membiarkan kekayaan alam dikuasai swasta dan asing, sehingga memiskinkan rakyatnya sendiri. Maka mustahil untuk dapat menyelesaikan masalah stunting bila masih menerapkan sistem ini.
Dikatakan bahwa saat ini BKKBN tengah bekerja sama dengan sejumlah perusahaan swasta dan asing (USAID) untuk menekan prevalensi stunting. Hal ini malah menegaskan bagaimana pemerintah ingin berlepas tangan dari tanggung jawabnya mensejahterakan rakyat. Ditambah dengan sistem saat ini, kapitalisme, maka bekerja sama dengan asing berpotensi menjadi pintu masuk program-program asing yang ingin mengeksploitasi potensi generasi dan mengarahkan pembangunan SDM demi kepentingan asing sendiri.
Satu-satunya solusi untuk menyelesaikan stunting di negeri ini hanyalah dengan penerapan sistem ekonomi Islam. Dengannya, kesejahteraan rakyat akan terjamin. Karena Islam dengan tegas menyatakan bahwa kekayaan alam adalah sepenuhnya milik rakyat yang sistem pengelolaannya diserahkan kepada negara untuk kemakmuran rakyat. Negara juga memiliki kewajiban untuk menyantuni rakyat yang lemah dan memenuhi kebutuhan pokok setiap individu tanpa terkecuali sehingga kemiskinan dapat terentaskan. Wallahu a'lam. []
Oleh: Saffana Afra
Aktivis Muslimah
0 Comments