Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

KDRT Terus Berulang Bukti Rapuhnya Pondasi Keluarga Saat ini

TintaSiyasi.com -- Pasca kabar dugaan KDRT yang yang mencuat dari salah satu public figure yang santer dikabarkan karena adanya dugaan perselingkuhan dari sang suami. Kasus KDRT sebenarnya bukan kali ini terjadi, kekerasan fisik yang seringkali dialami oleh kaum hawa ini memang banyak menyisakan trauma, terlebih jika sudah berumah tangga kasus KDRT ini seringkali menjadi pemicu retaknya biduk rumah tangga hingga akhirnya berujung perceraian.

Di Indonesia sendiri tercatat melalui situs resmi polri.go.id (5/10/2022) disana disebutkan bahwa data Simfoni PPA sepanjang 2022 saja, berdasarkan tahun kejadian yang diakses pada 12 Juli 2022, menunjukkan jumlah Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) 3.131 kasus dengan korban sebanyak 3.238 orang. 
Data diatas adalah data yang terlapor, sehingga bisa dipastikan kasus KDRT sebenarnya ibarat gunung es, yang tidak terlihat justru lebih besar.

Tulang Rusak, Kok Disakiti?

Menilik jumlah kekerasan terhadap perempuan membuat kita harus memberikan perhatian besar kepada masalah ini, bahwa mengapa KDRT dianggap sebagai solusi dari pasangan untuk menyelesaikan masalah?
Ikatan pernikahan yang Allah ta’ala gambarkan didalam Al-Quran adalah sebuah perjanjian yang kokoh (mitsaqon gholizoh) justru ternodai dikarenakan adanya perang mulut dan perang fisik dengan berbagai pemicu.

Penyebab besar kandasnya hubungan rumah tangga dipicu besar oleh perselingkuhan, ekonomi dan juga KDRT. Berbagai regulasi (UU) digodok dan dikeluarkan sebagi langkah serius pemerintah untuk menekan angka kekerasan yang seringkali menimpa perempuan. Namun sayang seribu sayang UU regulasi yang dibuat tidak menjadikan laki-laki ataupun para suami berpikir ribuan kali untuk “mengangkat” tangannya untuk memberikan pelajaran kepada istrinya.
Kemiskinan adalah mendominasi alasa perceraian, para laki-laki yang dipandang sebagai tulang punggung, dipundaknya lah tugas utama sebagai pencari nafkah justru tidak cukup para istri harus rela turun tangan untuk membantu perekonomia keluarga hingga akhirnya ketidakmapanan finansial ditengah beratnya himpitan ekonomi hari ini menjadi alasan perceraian.

Perselingkuhan menjadi salah satunya, tidak adanya batasan yang jelas antara pergaulan laki-laki dan perempuan menjadikan hubungan yang harusnya terpisah justru melanggar batas norma kesopanan. Bukti tidak adanya pemahaman antara masing-masing pihak terhadap batasan yang harus dan tidak seharusnya. Ibarat kata witing tresno jalaran soko kulino, cinta hadir karena terbiasa. Terbiasa bertemu, berinteraksi, memberi perhatian. Hingga rumah tangga yang harusnya terjaga terancam pupus disebabkan adanya orang ketiga.

Sungguh ketiga faktor ini adalah butuh pemahaman yang didasari pada kesadaran hubungan dengan Sang Pencipta. Sejatinya manusia diciptakan sudah memiliki seperangkat aturan berupa pakem-pakem yang harus diikuti, bukan hanya dalam kehidupan rumah tangga, bermasyarakat bahkan bernegara.

Jika ketiga faktor itu adalah hal yang biasa menjadi pemicu permasalahan rumah tangga, menandakan bahwa lemah dan rapuhnya landasan pernikahan hari ini, Tidak hanya individu namun negara pun harus turun tangan mengatasi ini. Bahwa KDRT akan selamanya terjadi sebab problem mendasar keluarga hari ini adalah system yang diterapkan adalah segala sesuatu dalam kehidupan dipisahkan dari agama. Menjadikan segala perbuatan manusia bebas nilai, tidak lagi berpedoman kepada nilai-nilai agama yang menjadi filter seseorang dalam berbuat.

Butuh Peran Negara

Negara berperan penting dalam menerapkan syariat Islam kafah dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk aturan keluarga. Penerapan Islam kafah akan mewujudkan masyarakat sejahtera, aman, dan damai, serta akan menciptakan lingkungan yang sangat kondusif bagi terwujudnya keluarga keluarga muslim taat syariat.

Ketika terjadi pelanggaran syariat Islam, seperti tindakan kekerasan suami kepada istrinya, Islam menetapkannya sebagai tindak kejahatan (jarimah). Untuk itu, negara akan menerapkan sistem sanksi Islam yang akan menghukum para pelakunya dengan hukuman berat sesuai ketetapan Islam. Sanksi tersebut akan membuat pelaku jera dan mencegah siapa pun bertindak serupa. Sanksi tersebut pun tidak akan berpengaruh bagi perekonomian keluarga tersebut karena negara akan menjamin penuh semua kebutuhan hidup mereka. Membuat rumah tangga sakinah mawadah warahmah terwujud bukan hanya peran individu semata, perlu ada sinergi masyarakat dan juga negara yang akan memberlakukan aturan yang benar dari yang Maha Benar yaitu Allah aza wa jala. Wallahualam bissawab


Oleh: Nurhayati, S.S.T
Pemerhati Kebijakan Publik
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments