Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tragedi Kanjuruhan Antara Represif Terlembagakan dan Fanatisme Kesukuan


TintaSiyasi.com -- Aparat penegak hukum di Indonesia sepertinya, terbiasa menciptakan ketertiban umum dengan kekerasan sebagai pilihan paling mudah dan murah. Sebab tindakan resperesif dan kekerasan yang di lakukan oleh aparat, bukanlah yang pertama kali terjadi, sudah ada deretan panjang tindakan represif kepolisian sebelumnya, semua itu bisa dilihat pada jejak digital yang bertebaran di media sosial ataupun data Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (kontras) dan mungkin yang paling fatal adalah peristiwa yang masih hangat diperbincangkan, yaitu pertandingan sepakbola Arema FC vs Persebaya yang diwarnai insiden yang menyebabkan ratusan korban meninggal dunia pada Sabtu (01/10). 

Insiden diawali dengan adanya tindakan represif aparat keamanan, dengan melakukan pemukulan dan penendangan suporter yang ada di lapangan, sehingga aksi aparat keamanan ini (Polri dan TNI) mendapatkan reaksi dari suporter, kemudian dilakukan penembakan gas air mata. Akibatnya, para suporter berusaha keluar ke satu titik. Kemudian di pintu keluar terjadi penumpukan massa dan dalam proses penumpukan itu, banyak suporter yang mengalami sesak napas dan kekurangan oksigen. Hingga menurut data dari Tim Kedokteran Polisi (Dokpol), total ada 450 yaitu meninggal dunia 125 orang, korban luka berat 21 orang, dan korban luka ringan 304 orang.

Tindakan represif aparat ini, tentunya sangat disayangkan, terlebih larangan penggunaan gas air mata tertuang dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations. Namun aparat tidak menyerap aturan tersebut dan diduga menyalahi prosedur hingga harus menggunakan kekuatan berlebihan saat menertibkan massa.

Di negara yang menganut kapitalisme sekuler, lumpuhnya peran negara, membuat para korporasi dan oligarki membangun kekuatan-kekuatan penopang untuk menumpuk modal dan memperkuat kekuasaan melalui korupsi sebagai "budaya" mereka lalu membangun struktur yang bersimpul satu sama lain untuk saling melindungi tidak terkecuali aparat penegak hukum melalui kaki tangan aparat bermental borjuis sehingga mudah disuap dan itu memang berguna untuk mensiasati hukum, hingga seolah mendapat wewenang yang luas dan cenderung untuk disalahgunakan. 

Hal itu tidak saja terbukti dengan duduk manisnya para pejabat polri di kursi strategis pemerintahan. Namun perintah "Amankan" dari atasan juga di terjemahkan sebagai izin kekerasan dan kesewenang-wenangan yang kerap dilakukan dalam menciptakan ketertiban umum untuk kenyamanan masyarakat.

Impunitas atau tidak adanya penegakan hukum atas kekerasan oleh aparat hingga berujung pada pembunuhan, menjadikan kejadian serupa terus berulang. Dan adanya tragedi ini, ini semakin menegaskan bahwa negara yang menerapkan ideologi kapitalisme sekuler telah gagal dalam menjaga nyawa dan keamanan rakyatnya.

Sebagaimana pernah disampaikan oleh Prof. Dr. Sudjito, S.H., M.Sc selaku pakar hukum, dikatakannya kondisi hukum di Indonesia akan semakin terpuruk jika masih terus berkutat pada penerapan paradigma hukum yang lebih cenderung sekuler, materialistis serta mengandung cacat ideologis. Terlebih hukum buatan manusia itu sendiri, dipenuhi berbagai kepentingan tertentu. 

Hal ini berbeda jika di dalam sistem Islam 
di mana para penegak hukum seperti tentara militer atau polisi diharuskan berada di bawah koridor etika dan hukum syarak, dengan begitu mereka berkerja untuk sistem bukan individu atau kelompok sehingga bebas dari intervensi pihak mana pun. Sebab tugas dan fungsinya sangat mulia, yaitu untuk menegakkan kemakrufan dan mencegah kemungkaran jadi mereka adalah orang-orang pilihan, baik secara fisik, psikis, dan ketaatannya kepada hukum syarak, serta ketakutannya kepada Allah semata. 

Di dalam Islam tentara militer maupun polisi diberi pelatihan khusus dengan tsaqofah khusus yang memungkinkannya melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik (nidzomul Islam 177) sehingga mereka akan sangat berhati-hati dalam menjalankan tugasnya terlebih di dalam Islam nyawa manusia sangatlah mahal (QS. Al maidah 32).

Represifitas adalah tindakan yang sangat tidak mencerminkan nilai kemanusiaan dan tidak dapat dibenarkan, terlebih upaya penertiban suporter melewati batas, karena melakukan kekerasan sampai penganiayaan bahkan pembunuhan seperti yang terjadi pada tragedi Kanjuruhan, di dalam fiqh jinayah Islam dapat dikategorikan kepada tindak pidana Jarimah qisas-diyat sebab telah membunuh atau menganiaya orang lain tanpa hak dan dapat diancam dengan hukuman setimpal dengan apa yang dia lakukan atau jatuh qishas atau hukuman diyat. Dan Hukuman itu ditentukan oleh syarak tidak mempunyai batas terendah atau tertinggi tetapi menjadi hak manusia.

Dengan adanya sanksi tegas di dalam sistem Islam, sebab berpatokan pada wahyu Allah SWT adalah bukti, bahwa Islam sangat membela dan memperhatikan keselamatan jiwa seseorang. Hal ini jauh berbeda dengan kapitalisme sekuler yang dianut saat ini, di mana hukumnya dibuat oleh manusia, rentan dengan berbagai kepentingan, sehingga rasa aman apalagi keadilan hanya sebatas khayalan. 
 
Sepak bola yang sepatutnya hanyalah sebuah permainan, namun bagi supporter Indonesia khususnya, bisa dipandang berbeda, karena sebuah klub sepak bola seolah dianggap sebagai perwakilan identitas kedaerahannya. Fanatik kesukuan seperti itu juga pernah terjadi masa jahiliah akibat masyarakat Arab belum mengenal sistem kesatuan umat, namun Islam muncul untuk merobohkan ikatan-ikatan semacam itu. Kemudian membangunnya dengan akidah Islam dan mabda (ideologi) Islam dan hanya satu ikatan yang diakui oleh Islam yaitu ikatan persaudaraan antar kaum Muslim. Sesuai firman Allah, sesungguhnya orang-orang Mukmin itu bersaudara (QS. al-Hujurat 10) dan tidak ada ikatan selainnya. Bahkan Rasulullah SAW juga mengharamkan sikap ashabiyah, kecaman Islam terhadap para penganut paham sukuisme, fanatisme golongan dan sejenisnya, amatlah keras, sampai-sampai Rasulullah SAW juga bersabda:

"Bukan termasuk golongan kami orang yang mengajak ashabiyah, bukan termasuk golongan kami orang yang berperang karena ashabiyah, dan bukan termasuk golongan kami orang yang mati karena ashabiyah" (HR. Abu Dawud).

Konsep Islam dalam menata kehidupan manusia itu terkandung dalam dua prinsip, yaitu akidah dan syariah. Dan dengan akidah dan syariah itulah Rasulullah SAW berhasil membentuk manusia-manusia berakhlak mulia. Jadi jelas bahwa Islam telah memerangi fanatisme (kebanggaan) dengan segala macamnya, yang menjadi kebanggaan manusia, kecuali kebanggaan terhadap kebenaran yang ditegaskan oleh wahyu dan tegak dengannya langit dan bumi.

Namun degilnya fanatisme ala jahiliyah kini seolah dibiarkan tumbuh kembali, karna virus jahat yang bernama sekulerisme yang kini merebak di tengah masyarakat, di mana masyarakat digiring untuk menjauh dari aturan agamanya, menempatkan agama hanya sebatas ibadah ritual, sehingga tidak menghasilkan masyarakat yang salih dan bertakwa, justru sebaliknya masyarakat saat ini hanya diarahkan untuk menikmati kehidupan sebatas materi, kebebebasan tanpa batas dalam segala hal sehingga kemaksiatan, kerusakan moral, dan kebodohan pun kembali merajalela

Padahal akidah Islam merupakan dasar-dasar keimanan sebagai landasan esensial bagi kehidupan manusia, dan syariah juga merupakan tata aturan yang menyangkut perilaku manusia,
maka selain dari keluarga yang mengedukasi dengan menanamkan akidah sejak dini, peran negara juga mutlak dibutuhkan untuk menjaga akidah umat, karena hanya negara yang memiliki wewenang untuk memberi sanksi hukum yang tegas, dan memberi efek jera atau membuat kurikulum pendidikan yang berdasarkan pada akidah Islam.

Jadi, sudah seharusnya masyarakat dan negara mencampakkan kapitalisme sekuler, yang telah terbukti gagal dalam segala hal, mengakibatkan kerusakan di berbagai lini terus berulang, dan segera menggantinya dengan menerapkan syariah secara kaffah dalam naungan sistem Islam yang hanya bersumber dari Allah SWT. Sebagaimana telah dicontohkan Rasulullah SAW yang telah berhasil dalam menciptakan individu-individu yang berkepribadian Islam serta membawa Islam dalam peradaban yang gemilang.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments