Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Islam Mampu Wujudkan Keadilan dan Kesejahteraan Buruh


TintaSiyasi.com -- “Besar pasak daripada tiang” itulah peribahasa yang tepat untuk menggambarkan kondisi ekonomi yang dialami masyarakat hari ini, di mana rakyat di tekan oleh inflasi lonjakan harga bahan pangan dan bahan bakar yang menjulang tinggi, sementara itu pemasukan dari hasil kerja yang flat malah semakin menambah kesulitan rakyat untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga yang semakin membengkak harganya. Di tengah himpitan ekonomi yang bagaikan angin topan bagi kaum pekerja mayoritas negeri ini yakni kaum buruh yang demi menyambung penghidupan untuk keluarganya, membuat mereka lagi-lagi dipaksa oleh keadaan untuk kembali turun ke jalan, menyerukan keadilan.

Untuk yang ke sekian kalinya pasukan buruh kembali menggelar aksi demonstrasi. Aksi kali ini ditunjukkan di depan Istana Merdeka pada pukul 10.15 WIB pada Rabu, 12 Oktober 2022 dini hari. Dilansir dari CNN Indonesia (12/10/22) bahwa aksi tersebut diikuti oleh puluhan ribu buruh dari DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Selain diselenggarakan di Jakarta, aksi tersebut juga akan dilakukan di beberapa kota industri lainnya, seperti Bandung, Surabaya, Makassar, Aceh, Batam, Medan dan Banjarmasin.

Said Iqbal selaku Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengungkapkan bahwa aksi buruh tersebut dilatarbelakangi adanya kenaikan bahan makanan, transportasi dan sewa rumah yang sangat dirasakan oleh buruh. Sebagaimana kebijakan pencabutan subsidi BBM dan listrik yang berlaku beberapa waktu lalu, membuat kenaikan harga yang signifikan yang dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat terlebih kaum buruh.

Adapun tuntutan yang coba diserukan dalam aksi buruh tersebut, setidaknya ada enam tuntutan, salah satunya adalah menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), menolak Omnibus Law (UU Cipta Kerja), menaikkan Upah pada tahun 2023 sebesar 13 persen dan menolak PHK besar-besaran akibat ancaman resesi global pada tahun 2023.


Kapitalisme Biang Kesengsaraan Kaum Buruh

Dari beberapa uraian poin tuntutan yang diserukan para demonstran buruh ini terdapat beberapa poin penting yang menunjukkan wajah acuh penerapan sistem bobrok kapitalisme demokrasi. 

Pertama, terkait kenaikan harga-harga bahan pokok. Ini dipicu oleh naiknya harga BMM yang disebabkan pengurangan jumlah subsidi BMM yang dinilai pemerintah telah banyak membebani APBN. Belum lagi tarif listrik yang beberapa waktu lalu naik, juga rencana kenaikan tarif tol bulan ini yang tak masuk di akal sebab disfungsinya jalan tol saat musim hujan yang tergenang oleh banjir. Hal ini menunjukkan potret abainya negara dalam memberikan pelayanan terhadap rakyat. 

Kedua, adanya Omnibus Law (UU Cipta Kerja) telah jelas-jelas menambah kesengsaraan kaum buruh. Undang-undang tersebut menggelar karpet merah bagi investor kapitalis, alhasil sebagai konsekuensinya kesejahteraan dan hak-hak buruh dipangkas habis. Cuti, tunjangan, dan pesangon buruh yang sudah minimal semakin diminimkan. Belum lagi persoalan PHK yang acap kali menjadi solusi di tengah badai krisis ekonomi hari ini, menjadi cermin derajat buruh yang dianggap sebelah mata di muka dunia. Lengkaplah sudah derita buruh yang kian tercekik oleh sistem ekonomi kapitalis hari ini. Buruh bukannya semakin sejahtera, tetapi malah jatuh dalam lubang hitam kesengsaraan.

Ketiga, upah minimum bagi buruh yang tak manusiawi. Upah dalam tatanan sistem ekonomi kapitalis tidak akan mampu menyejahterakan buruh. Hal ini dapat dilihat dari standar penetapan upah yang tidak jelas dan jauh dari kata adil yakni berdasarkan KHL (Kebutuhan Hidup Layak), di mana upah ditentukan dengan menghitung kebutuhan layak bagi seorang buruh selama satu bulan. Penetapan upah yang demikian membuat buruh hidup dalam batas standar hidup yang paling minimal, yakni pada taraf hidup yang amat sederhana. Hal ini menjadi wajar dalam sistem kapitalisme hari ini. Dalam kapitalisme dikenal konsep upah besi (The Iron Wage’s Law) di mana upah yang diterima kaum buruh layaknya besi yang kaku dan tidak dapat ditekuk-tekuk lagi. Lebih mirisnya nilai upah buruh tersebut tidak diletakan pada angka yang tinggi, namun justru pada angka yang pas-pasan atau bahkan sangat rendah yang dikenal sebagai upah minimum. Alhasil buruh akan tetap menjadi budak para korporasi karena ketergantungan hidupnya pada upah minimum yang tak manusiawi.

Dalam kapitalisme demokrasi, semboyannya “dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat” hanyalah pemanis buatan barat agar rakyat terlena oleh bujuk rayu sistem sekuler lagi kufur ini. Padahal kenyataannya justru “dari rakyat, oleh rakyat, untuk oligarki” di mana penguasa dan pengusaha bermodal besar (para elite kapital) bersatu membodohi rakyat. Penguasa memungut pajak dari rakyat dan menyusun seperangkat aturan dan kebijakan untuk rakyat namun aturan dan kebijakan yang dihasilkan hanya menguntungkan para elite kapital dan malah menyengsarakan rakyat. Sehingga dalam hal ini rakyat lagi-lagi dipaksa untuk membayar lebih kepada para oligarki agar dapat menikmati bahan bakar yang seharusnya sudah menjadi kewajiban negara untuk mengadakannya secara cuma-cuma. 

Dengan demikian dalam kapitalisme demokrasi rakyat hanya dipandang sebagai target pasar yang dapat menghasilkan pundi-pundi dolar bagi para elite kapitalis, sebagaimana asas yang mendasari sistem ini yakni mengambil manfaat sebanyak-banyaknya dengan biaya yang sekecil-kecilnya. Alhasil rakyat yang notabenenya adalah buruh akan dikuras habis tenaganya dengan upah yang minim, sedangkan hasil produksi dikuasai para elite kapital untuk dijual dengan harga selangit untuk mendapatkan untung sebanyak-banyaknya. Dengan begitu hanya kaum bermodal saja yang akan merasakan makmur. Sedangkan rakyat jelata dan kaum buruh akan hancur lebur dalam dekapan sistem ekonomi kufur yang ditetapkan hari ini, di mana adil dan sejahtera hanya milik pemodal yang punya kuasa.


Islam Jalan Wujudkan Keadilan dan Kesejahteraan Kaum Buruh

Islam adalah agama yang sempurna yang diturunkan Sang Khaliq. Allah menjadikan Al-Qur'an petunjuk bagi manusia dalam segala aspek, termasuk untuk mengatur seluruh kehidupan manusia dalam bidang politik ekonomi. Islam memiliki panduan yang lengkap dari Allah SWT yang Maha Mengetahui baik-buruknya segala sesuatu untuk seluruh makhluknya. Adapun pengaturan Islam untuk mengatasi permasalahan yang terjadi hari ini ialah sebagai berikut:

Pertama, Islam memandang urusan politik sebagai riayah su’unil ummah yakni politik adalah bagian dari mengurusi seluruh urusan umat. Dengan demikian mengurusi urusan umat adalah kewajiban bagi negara. Maka negara berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat yang meliputi sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Negara Islam akan memberikannya secara gratis melalui pembagian jenis kepemilikan, pemanfaatan SDA dan harta serta pendistribusian harta yang telah disyariatkan dalam Islam. Dengan begitu tidak ada monopoli SDA dan SDM oleh pihak-pihak tertentu karena standar acuan perbuatan yang digunakan adalah standar hukum halal haram Sang Pencipta, bukan standar hukum manusia yang sarat akan kepentingan maslahatnya. 

Kedua, Islam mengatur pengupahan yang adil. Standar pengupahan dalam Islam ialah berdasarkan pada manfaat yang diberikan. Sistem pengupahan dalam Islam akan memperhatikan hak dan kewajiban pekerja (ajir) dan pemberi kerja (musta’jir). Tidak ada kelebihan salah satu di antara keduanya di hadapan Allah SWT melainkan karena ketakwaannya. 

Ketiga, Islam memuliakan buruh. Hubungan pekerja dan majikan dalam Islam adalah hubungan tolong menolong dalam kebaikan, bukan hubungan yang mengeksploitasi. Hal ini menjadikan hubungan pekerja dan majikan berjalan harmonis. Selain itu Islam mewajibkan kejelasan dalam perjanjian atau akad/kontrak kerja, seperti terkait jenis pekerjaan, waktu kerja, upah, dan tenaga yang harus dicurahkannya. Dengan adanya akad yang jelas tersebut, antara pekerja dan majikan akan sama-sama rida terkait dengan pekerjaan dan upahnya. Ibnu Mas’ud ra berkata, Rasulullah SAW bersabda,

إذا استأجر احدكم اجيرا فليعلمه اجره
 
Apabila salah seorang di antara kalian mengontrak (tenaga) seorang pekerja maka hendaknya diberitahukan kepadanya upahnya” (HR ad-Daruquthni).

Keempat, Islam menjamin keadilan bagi buruh. Di dalam Islam terdapat profesi yang mengetahui standar upah yang sepadan bagi jenis pekerjaan tertentu, sehingga bisa menjadi rujukan dalam membuat kesepakatan upah. Majikan juga wajib membayar upah pekerja secara tepat waktu dan tidak boleh menunda-nundanya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْطُوا الْأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ. (رواه إبن ماجة والطبراني)
 
Dari Abdullah bin Umar ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, 'Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya'” (HR. Ibnu Majah dan at-Thabrani).

Adapun apabila terdapat perselisihan antara pekerja dan majikan terkait kontrak kerja, maka khalifah dan qadhi siap sedia menjadi pemutus (hakim). Terdapat para hakim yang bertugas menyelesaikan perselisihan di antara dua pihak. Hakim akan mendengarkan penjelasan dari kedua belah pihak, lalu memutuskan secara adil berdasarkan syariat Islam. Dengan begitu keadilan akan dirasakan kedua belah pihak.

Kelima, Islam akan memberikan jaminan ketersediaan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dari Jaribah bin Ahmad al-Haritsi dalam buku Fiqih Ekonomi Umar bin Khattab bahwa tatkala Khalifah Umar ra ingin memperkerjakan seorang pemuda, maka beliau menawarkan kerjanya dengan mengatakan, “Siapakah yang akan mempekerjakan atas namaku pemuda ini untuk bekerja di ladangnya?” Maka, seseorang dari kaum Anshar berkata, “Saya, wahai Amirul Mukminin.” Beliau berkata, “Berapa kamu memberinya upah dalam sebulan?” Ia menjawab, “Dengan demikian dan demikian!” Maka beliau berkata, “Ambillah dia!”

Riwayat ini menunjukkan bahwa Umar ra menawarkan tenaga kerja, lalu datang permintaan kepadanya dari pihak orang Anshar tersebut, dan terjadi kesepakatan tentang upah berdasarkan pada penawaran dan permintaan tersebut. Selain itu negara akan memastikan bahwa majikannya memberikan upah yang sesuai dengan perkerjaan sang pekerja.

Adapun yang terakhir ialah penjaminan kehidupan yang layak. Apabila upah dari pekerjaan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup seorang pekerja dan keluarganya karena dia memiliki keterampilan yang rendah, atau fisik yang lemah, maka dalam kondisi ini negara hadir bukan dari pemberi kerja. Ketika pekerja tersebut sudah mendapat upah tapi tidak cukup untuk kebutuhan dasar yaitu sandang, pangan, dan papan, maka dia terkategori fakir. Dia berhak mendapatkan zakat yang dikumpulkan negara dari para muzaki. Dan apabila masih belum cukup maka negara akan memberi santunan rutin. Negara juga akan menyediakan kursus gratis untuk meningkatkan keterampilannya. Sedangkan kebutuhan lainnya seperti kesehatan, pendidikan, keamanan, dan rekreasi akan disediakan oleh negara Islam bagi seluruh rakyat, baik yang kaya maupun miskin, tanpa dipungut biaya. Dengan sistem politik ekonomi Islam yang adil ini, para pekerja tidak perlu risau akan kebutuhan hidupnya dan bisa bekerja dengan tenang. 

Demikianlah sistem Islam mewujudkan kesejahteraan bagi kaum pekerja. Kesejahteraan ini telah terwujudnya sepanjang masa peradaban Islam dan hanya akan terwujud jika negeri ini menerapkan Islam dalam bingkai negara Islam yang menjadikan Islam sebagai panduan dan sumber hukumnya. []


Oleh: Yuni Sulistiawati
Aktivis Mahasiswa Yogyakarta
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments