TintaSiyasi.com -- Betapa menyedihkannya, negeri ini masih mengandalkan investor asing dalam mengelola pembangunan dan pemberdayaan SDA. Padahal, tak mungkin diberikan secara gratis, tetapi harus ada kompensasi yang diterima Indonesia kedepannya. Sehingga, hegemoni asing kianlah menguat, dan Indonesia makin tak berdaya.
Faktanya, Indonesia negeri subur nan kaya raya. Beragam budaya menjadikan rakyatnya ramah dan makmur. Hamparan tanah yang luas menjadikan banyak investor yang ingin menanam saham. Tak peduli seberapa besar konsekuensinya, yang terpenting mendapatkan keuntungan melimpah.
Begitulah keberadaan investor tak terhitung jumlahnya. Seperti yang akan terjadi di PT Freeport Indonesia (PTFI) yang akan menambah investasi hingga 2041. Investasi yang digelontorkan adalah US$ 18,6 miliar atau Rp 284,58 triliun (kurs Rp 15.300), termasuk pembangunan smelter di Gresik, Jawa Timur. Dimana investasi akan memberikan keuntungan bagi Indonesia mencapai US$ 80 miliar atau Rp 1.224 triliun pada tahun 2041. Dengan catatan harga tembaga berada di kisaran US$ 4 per pound dan harga emas US$ 1,800 per ounce.
Menurut CEO Freeport-McMoran Richard C Adkerson mulai 2021 hingga 2041, PTFI menggelontorkan US$ 100 juta per tahun untuk investasi sosial. Rinciannya adalah pendidikan 29,61%, kesehatan 19,73%, hubungan pemangku kepentingan 15,81%, ekonomi 12,54%, infrastruktur 11,39%, budaya, olahraga, dan sosial 9,72%, dan lainnya 1,21%. (Detik.com, 04/10/2022)
Belum lagi, perkara Ibu Kota Negara (IKN) yang barencana memberikan izin Hak Guna Bangunan (HGB) selama 80 tahun dan bisa diperpanjang hingga 160 tahun. Ini bertujuan untuk menarik investor yang sebelumnya sudah menampung partisipasinya dalam membangun sejumlah fasilitas kesehatan hingga pendidikan dengan porsi kebutuhan Rp123,2 triliun atau 26,4 persen dari total seluruhnya. Sehingga, Badan Otorita IKN telah memetakan potensi-potensi investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan mulai dari sektor komersial hingga esensial. (Kompastv.com, 11/10/2022).
Penjajahan Asing Melalui Investasi
Hakikatnya, asing akan senantiasa menjajah Indonesia dengan berbagai cara, salah satunya investasi. Hanya saja, menurut Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa tidak benar jika investasi di Indonesia dikuasai oleh pihak asing. Dia yakin bahwa kepercayaan global di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga membaik. Caranya dengan penerapan hilirisasi ekonomi yang menjadikan orang daerah menjadi tuan rumah ekonomi.
Begitu pula pendapat pengusaha, Arsjad berpendapat bahwa sektor swasta harus memanfaatkan peluang-peluang perdagangan, investasi, dan pengembangan area baru di IKN. Karena banyaknya peluang yang dapat digarap investor, misalnya di sektor layanan kesehatan dan kebugaran, perumahan dan bangunan komersial hijau, pusat pendidikan kelas dunia, ekosistem energi berkelanjutan.
Artinya, memang kebutuhan asing dalam berinvestasi di Indonesia harus selalu ada. Indonesia memang belum bisa mandiri, ditambah tak percaya akan kemampuan SDM untuk mengelola. Sehingga, hampir seluruh potensi sumber daya alam sudah diserahkan kepada investor untuk digarap.
Walaupun, nantinya akan menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, tetap saja, ada dampak negatif yang akan diperoleh Indonesia, sebab banyak berhubungan dengan investor asing. Pertama, makin meluasnya penjajahan dalam skala mikro dan makro. Kedua, dapat menyerap pengangguran, walau hanya sekadar menjadi buruh.
Namun, tetaplah hegemoni penjajahan dari sistem kapitalisme akan menciptakan ketidakadilan. Asing tidak mungkin ikut andil didalam pembangunan, jika tidak menguntungkan. Maka, asing akan selalu memperhatikan kebijakan apapun yang dilakukan pemerintah Indonesia, agar mengikuti keinginan asing. Inilah bentuk penjajahan yang halus, tetapi bisa menghancurkan kedaulatan Indonesia.
Begitulah karakter kapitalisme yang rakus dan cenderung merusak. Sebagaimana cara mereka merampas SDA Indonesia tanpa henti. Dan tak lupa ketika menawarkan penyelesaian pun sebatas solusi tambal sulam. Asal ada keuntungan, semua akan dilakukan.
Menurut Pakar Ekonomi Dr. Arim Nasim, S.E., M.Si., Ak., CA. mengatakan tidak bisa dipungkiri secara fakta ada secuil manfaat yang didapatkan dari investasi asing, namun sisi lain banyak bahayanya. Sehingga, seakin investasi asing masif dengan kekuatan oligarkinya, dengan kekuatan monopolinya, maka kebijakan negara akan disetir oleh mereka. Walhasil, Negara bukannya mengurusi rakyat, tetapi sebaliknya, mengikuti arahan asing. Akibatnya, Indonesia terjebak dalam jurang penjajahan ekonomi yang semakin parah.
Selamatkan Indonesia dengan Aturan Islam
Islam hadir dengan aturan yang membuat sejuk penganutnya. Karena, sesuai dengan kebutuhan manusia dan menjaga amanah yang menjadi tanggung jawabnya. Oleh karenanya, untuk menghentikan itu semua, pemerintah harus melepaskan sistem ekonomi kapitalisme dan beralih pada ekonomi Islam. Dalam aturan Islam, Negara haruslah mengelola SDA dengan kebijakannya tanpa campur tangan asing didalamnya.
Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yakni air, rumput, dan api; dan harganya adalah haram.” (HR Ibnu Majah)
Artinya, individu dilarang menguasai ketiga elemen diatas. Terutama yang sudah diketahui hasilnya melimpah, dan memang dibutuhkan oleh rakyat. Dalam sistem ekonomi Islam tidak hanya memikirkan cara agar harta bertambah dan bertambah, tetapi senantiasa memperhatikan akumulasi modal. Dan mengatur ekonomi manusia sejak manusia ingin memiliki harta. Inilah yang disebut kepemilikan. Dalam hal ini ada tiga jenis kepemilikan, yaitu individu, umum, dan negara.
Itulah aturan Islam dengan keunggulan sistem ekonomi Islam yang dapat menangani dan menyelesaikan persoalan ekonomi, baik individu, masyarakat, dan negara sehingga mampu menampilkan kestabilan ekonomi yang berdaya dan mengglobal. Tidak mengandalkan pihak asing, apalagi bekerja dengannya. Karena itu bagian dari penjajahan, sedangkan Islam hadir bukan untuk menjajah suatu negeri. Melainkan, membuat negeri menjadi makmur dan mandiri.
Wallahu'alam bishshawab.[]
Oleh: Citra Salsabila
Pegiat Literasi
0 Comments