TintaSiyasi.com -- Chairman of the Board and CEO Freeport McMoRan, Richard C. Adkerson menegaskan bahwa beroperasinya perusahaan Freeport di Indonesia tak semata menguntungkan pihaknya saja. Freeport, kata Richard, juga memberikan dampak positif berupa pemasukan ke kas negara. Richard menjelaskan, faedah langsung yang diterima negara dari beroperasinya Freeport di Indonesia selama periode 1992 hingga 2021 telah mencapai USD 23,1 miliar. Penerimaan negara tersebut didapatkan dari pajak, royalti, dividen, hingga biaya dan pembayaran lainnya.
Melihat proyeksi bisnis yang semakin luas ke depan, Richard mengatakan bahwa faedah langsung yang dapat diterima pemerintah juga akan lanjut membesar. Dia memproyeksikan hingga 2041 nanti, faedah langsung yang dapat didapatkan negara mencapai USD 80 miliar atau setara Rp 1.214 triliun. "Tapi ke depan, dengan operasi kita yang semakin luas, dan pasar copper yang semakin positif, untuk 20 tahun ke depan kita akan memberikan USD 80 miliar dalam bentuk faedah langsung," kata Richard saat memberikan orasi ilmiah di Institute Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Selasa (4/10).
Richard menegaskan, bahwa berdasarkan negosiasinya dengan Presiden Jokowi dan jajaran menterinya, bahwa pemerintah mendapatkan 70 persen faedah ekonomi dari operasional bisnis Freeport di Indonesia. Komitmen tersebut dapat direalisasikan oleh Freeport. Restorasi lahan bekas tambang PT Freeport Indonesia. "70 persen itu lebih dari negara lain yang berpartisipasi di seluruh bumi di sini. Jadi ketika anda mendengar ada yang bilang pemerintah tak mendapat banyak faedah dari PTFI, lihat lah fakta ini," tegas Richard.
Tak hanya dampak positif bagi pemasukan negara, Richard menjelaskan bagaimana PTFI membawa dampak positif bagi masyarakat sekeliling di kawasan area pertambangan. Dalam periode 1992-2021, PTFI telah melakukan investasi sosial mencapai USD 1,9 miliar. Angka tersebut sebanyak 30 persen dialokasikan untuk pendidikan. Lalu sebesar 20 persen dialokasikan untuk kesehatan. Sisanya, sebanyak 16 persen dari USD 1,9 miliar dialokasikan untuk menjalin hubungan pemangku kepentingan.
Pakar Ekonomi Islam Dr. Arim Nasim menyebut bukan mustahil pemegang obligasi adalah Amerika juga. Jika itu terjadi, sejatinya pembelian saham PT Freeport oleh PT Inalum hanya berpindah bentuk saja, tetapi sama-sama mengalirkan keuntungan pada Amerika. Dari sini saja bisa kita melihat bahwa akuisisi saham ini hanya mengalirkan keuntungan bagi asing. Patut dipertanyakan perihal komitmen PT Freeport yang menyumbang pada kas negara atau pernyataan 70% keuntungan mengalir pada negara. Secara faktanya, PT Freeport kerap mangkir dalam membayar pajak dan royalti.
Arim tidak memungkiri adanya secuil manfaat yang didapatkan dari investasi asing, tetapi sisi lain banyak bahayanya. “Kalau kita gabungkan antara manfaat dan bahayanya saya melihat lebih banyak bahayanya dibanding manfaat yang didapatkan, terutama bagi rakyat dan kedaulatan negara,” nilai Arim. Alih-alih mendapat sanksi, PT Freeport malah mendapat tax amnesty (pengampuan pajak).
Saat PT Freeport mengatakan tidak akan membayar dividen, pemerintah pun tidak bisa berbuat apa-apa. Sementara itu, tidak ada jaminan ketika Kontrak Karya diperpanjang, lantas perusahaan tersebut menjadi patuh. Selain itu, negara juga harus membayar utang Rp55 triliun plus bunganya yang dipakai untuk membeli saham PT Freeport. Ini sangat membebani kas negara. Jangankan mengalirkan keuntungan 70%, yang ada menguras kas negara sebab APBN harus terus membayar utang.
Jika ada kebermanfaatan PT Freeport untuk Indonesia, semua itu tidak akan pernah bisa sebanding dengan kerugian besar Indonesia yang kekayaannya telah dikeruk sejak 1976. Mirisnya, keberadaan PT Freeport terus saja diperpanjang. Penderitaan yang seharusnya berakhir pada 2021, bisa berlanjut hingga 2041.
Dr. Arim Nasim mengamati bahwa yang mendapatkan keuntungan atas penambangan PT Freeport ini selain asing adalah rezim. Ada dua keuntungan, pertama akuisisi saham ini merupakan pencitraan yang akan menaikkan elektabilitas. Narasi yang diaruskan media seolah-olah puluhan tahun Indonesia hanya kebagian kurang dari 10%. Padahal, kepemilikan 51% saham oleh PT Inalum tidak serta-merta menjadikan Indonesia memiliki utuh PT Freeport. Selain itu, PT Inalum sendiri tidak utuh dimiliki Indonesia, saham terbesarnya milik asing, yakni Jepang. Keuntungan kedua, kondisi ini menguatkan hubungan AS dan Jokowi. Jangan lupa, akuisisi saham pada 2018 dibarengi perpanjangan Kontrak Karya pada 2021.
Menurut Arim secara filosofis ekonomi kapitalisme adalah alat penjajahan ekonomi. “Negara kapitalis awalnya adalah negara-negara penjajah. Ketika mereka memberikan kemerdekaan secara fisik, mereka pun menjajah dalam bentuk lain, yaitu mengeksploitasi ekonomi dengan cara lain. Dari penjajahan fisik ke penjajahan tidak langsung melalui politik dan ekonomi,” tandasnya. Di bidang ekonomi, lanjutnya, ada dua alat yang digunakan negara kapitalis, yaitu utang dan investasi.
Maka, kata Arim, melalui investasi, mereka bisa meraup keuntungan yang luar biasa dari pengelolaan sumber daya alam yang sejatinya untuk rakyat. “Yang menikmati para kapitalis asing, rakyat hanya dapat limbahnya, banjirnya ketika musim hujan atau dampak-dampak lain semisal pencemaran lingkungan serta dampak negatif lainnya,” tuturnya kesal. Menurut Arim, dampak investasi asing menyebabkan dominasi yang luar biasa terhadap pengelolaan sumber daya alam termasuk sumber daya alam milik publik.
“Akhirnya, masyarakat mendapatkan barang-barang yang harusnya mereka bayar dengan murah, tetapi mereka harus membayarnya dengan harga yang sangat mahal,” ungkap Arim. Ia memberikan contoh, investasi dalam air minum kemasan berdampak masyarakat kesulitan mendapatkan air baik untuk pertanian maupun untuk kehidupan sehari-hari karena sumber mata air dikuasai asing.
“Investasi asing bukan mensejahterakan rakyat tapi justru malah membuat rakyat menderita, bahkan yang dulunya rakyat mendapatkan penghasilan malah menjadi pengangguran,” ucapnya menyebut dampak lain. Ia mencontohkan di daerah Kalimantan sebelum ada investasi asing di bidang minyak, masyarakat hidupnya sejahtera melalui tambak undang dan ikan. Namun, imbuhnya, ketika masuk investasi asing dengan pengeborannya, membuat limbah dan getaran-getarannya menyebabkan tambak tidak produktif lagi.
“Investasi asing juga memunculkan monopoli oligarki sehingga merekalah yang menentukan harga, menciptakan harga, rakyat dan negara bahkan tunduk pada kebijakan mereka. Bukan negara mengendalikan para investor asing, tetapi justru investor asing tadi mengendalikan kebijakan politik dan ekonomi negara,” tambahnya.
Arim mengatakan, Islam membolehkan investasi dengan syarat yang sangat ketat, yakni pertama, investasi asing tidak boleh masuk dalam pengelolaan sumber daya alam milik umum, masuk dalam kategori kebutuhan pokok rakyat, atau kebutuhan hidup orang banyak. “Kedua, tidak boleh investasi asing ada riba, baik dengan bunga atau kontrak-kontrak yang bertentangan dengan syariat. Ketiga, investasi asing tidak boleh menjadi sarana terciptanya penjajahan ekonomi, terciptanya monopoli ekonomi,” terangnya.
Sistem Islam akan mengoptimalkan segala potensi sumber daya alam di negeri-negeri Islam untuk menghidupi rakyatnya. Mari perjuangkan Islam sebagai ideologi global yang mampu menyelamatkan negeri-negeri dari penjajahan kapitalisme di segala bidang. Sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi riil yang mendasarkan pelaksanaannya pada akidah Islam bahwa seluruh harta di dunia ini adalah milik Allah SWT
Oleh karena itu, agar manusia tertib dalam pengelolaan dan penguasaan harta tersebut, terdapat pilar-pilar ekonomi Islam yang terdiri dari kepemilikan (al-milkiyah), pemanfaatan kepemilikan (at-tasarruf fil-milkiyah), dan distribusi harta kekayaan di tengah manusia (tauzi’u tsarwah baynan-nas). Sungguh, pengelolaan SDA oleh asing hanya akan menguatkan penjajahan ekonomi dan menjadikan rakyat makin menderita. Dikatakan penjajahan karena harta kekayaannya dikeruk secara legal.
Begitu pun penderitaan rakyat, ekses negatif senantiasa melingkari kawasan penambangan. Kemiskinan, kriminalitas, hingga pelacuran, menjadi persoalan yang tidak kunjung usai di sana. Sementara itu, yang melegalkan asing untuk mengeruk tambang adalah regulasi pemerintah yang bercorak kapitalisme sehingga liberalisasi menjadi spirit dalam pengelolaan SDA. Oleh karenanya, untuk menghentikan itu semua, pemerintah harus melepaskan sistem ekonomi kapitalisme dan beralih pada ekonomi Islam.
Dalam aturan Islam, kepemilikan barang tambang adalah sebagai milik umum.“Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yakni air, rumput, dan api; dan harganya adalah haram.” (HR. Ibnu Majah)
Islam pun melarang swastanisasi barang tambang yang jumlahnya besar. “Wahai Rasulullah, tahukah engkau apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir.” Rasulullah saw. kemudian bersabda, “Tariklah tambang tersebut darinya.” (HR. Tirmidzi)
Ekonomi Islam tidak hanya memikirkan cara agar harta bertambah dan bertambah terus sebagaimana yang senantiasa menjadi perhatian dari ekonomi kapitalisme melalui akumulasi modal. Ekonomi Islam mengatur ekonomi manusia sejak manusia ingin memiliki harta. Inilah yang disebut kepemilikan. Dalam hal ini ada tiga jenis kepemilikan, yaitu individu, umum, dan negara. Dalam aspek pemanfaatannya, kepemilikan ini tidak boleh tumpang tindih. Individu tidak boleh memiliki harta yang dimiliki oleh masyarakat umum hanya karena individu tersebut memiliki harta banyak.
Sebagai contoh, individu tidak boleh memiliki lahan pertambangan yang kemampuan produksinya besar. Islam tidak mengizinkan adanya investor untuk memiliki ladang minyak atau tambang batu bara. Selanjutnya, terkait distribusi ekonomi, hal ini juga diatur syariat. Secara ekonomis, yaitu melalui mekanisme pasar syariah, seperti jual-beli, sewa-menyewa, tukar-menukar, dsb. Sementara, secara nonekonomis, yakni berupa distribusi harta melalui amal yang telah digariskan Islam bagi individu maupun distribusi oleh negara.
Contoh distribusi harta adalah melalui amal individu adalah pemberian sedekah, memberikan utang, memberikan pinjaman barang, dsb. Sementara, contoh amal distribusi nonekonomis oleh negara adalah berdasarkan ketetapan syariat yang memberikan kuasa kepada negara untuk mengelola harta kepemilikan umum dan kepemilikan negara, serta tidak mengizinkan bagi seorang individu maupun swasta untuk mengambil dan memanfaatkannya secara liar/bebas.
Harta kepemilikan umum seperti minyak, tambang, hutan, dsb, dikelola dan didistribusikan oleh negara demi sebaik-baik kepentingan rakyat. Demikianlah keunggulan sistem ekonomi Islam menangani dan menyelesaikan persoalan ekonomi, baik individu, masyarakat, dan negara sehingga mampu menampilkan kestabilan ekonomi yang berdaya dan mengglobal. Tidak rapuh sebagaimana sistem ekonomi kapitalisme dengan balutan pertumbuhan ekonomi dan label.
Islam akan mengelola sendiri SDA-nya.
Kebermanfaatannya akan seutuhnya diberikan untuk umat. Walhasil, kas negara akan berlimpah dan dengannya pemerintah bisa menjalankan pemerintahannya secara independen, lalu menjamin seluruh kebutuhan pokok umat tanpa harus memungut pajak dari mereka. Inilah yang akan membuka jalan kesejahteraan dan keberkahan bagi umat manusia.
Oleh: Nor Faizah Rahmi, S.Pd.I
Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Remaja
0 Comments