Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Adanya Kenaikan Berbagai Harga, Haruskah Upah Juga Mengalami Kenaikan?

TintaSiyasi.com -- Setelah mengalami drama yang disertai pro dan kontra, akhirnya PT Pertamina (Persero) resmi menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yaitu Pertalite dan Solar per 3 September 2022. Selain itu, harga BBM nonsubsidi juga resmi naik. Pengumuman kenaikan harga BBM ini disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif saat konferensi pers di Istana Negara, Sabtu (3/9/2022).

Jelas saja berita tersebut membuat kepanikan di tengah-tengah masyarakat. Karena dengan kenaikan BBM otomatis akan memberikan sinyal kenaikan berbagai harga. Mengapa? Karena selain BBM merupakan hal pokok dalam distribusi kebutuhan pokok yang mana bisa membuat harga kebutuhan pokok naik, juga karena alat trasportasi public yang belum memadai dan menjangkau pada seluruh wilayah Indonesia maka kebanyakan masyarakat negeri ini bergantung pada transportasi pribadi yang jelas membutuhkan BBM dalam pengoperasiannya. 

Terlihat dari penelusuran Bisnis.com pada Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kementerian Perdagangan hari ini, Sabtu (8/10/2022), mayoritas harga pangan terpantau naik, seperti: minyak goreng, cabai, telur, daging ayam dan bawang merah. Belum selesai masalah di situ. Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Danang Parikesit, mengabarkan bakal memproses persetujuan tarif tol baru untuk beberapa ruas pada hari Jum’at, 7 Oktober 2022. Danang menyatakan, penyesuaian tarif nantinya akan dilakukan secara bertahap tergantung dari angka infasi yang terjadi di daerah masing-masing.  

Jika itu sampai terjadi, bukankah jalan tol juga berpengaruh pada kenaikan berbagai harga ? Otomatis harga barang akan menyesuaikan dari distribusi yang melalui jalan tol itu. Padahal tidak jarang, pada musim penghujan, jalan tol sering tidak berfungsi dikarenakan tergenang banjir. Tak pelak, hal itu semua membuat buruh melancarkan kembali aksi demonstrasi besar-besaran di 34 provinsi secara serempak (12/10/2022). Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengungkapkan, aksi demontrasi tersebut dilakukan untuk menolak harga BBM hingga meminta kenaikan upah sebesar 13 persen. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah pesimis akan adanya “bantuan” negara agar dapat hidup layak.

Adapun tuntutan dari aksi demonstrasi itu adalah tolak kenaikan harga BBM, tolak omnibus law (UU Cipta Kerja), naiknya UMK/UMSK tahun 2023 sebesar 13 persen, tolak ancaman PHK di tengah resesi global, reforma agrarian, dan sahkan RUU PRT. Tuntutan yang diberikan jelas beralasan, tambah Iqbal. Berdasarkan Litbang Partai Buruh, pasca kenaikan BBM, inflasi tahun 2023 diperkiraan akan tembus di angka 7-8 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi di kisaran 4,8 persen. Sehingga dengan naiknya upah buruh yang diajukan, akan menutup kenaikan inflasi pada kelompok makanan, perumahan dan trasporasi yang naik tinggi. 

Ironisnya, di tengah harga-harga yang melambung tinggi, upah buruh terancam tidak mengalami kenaikan karena masih menggunakan aturan turunan UU Cipta Kerja, yakni PP No 36 Tahun 2021. Di mana dalam peraturan ini mengenal batas atas dan batas bawah, sehingga banyak kabupaten/kota yang berpotensi upah minimumnya tidak mengalami kenaikan.
Miris, tetapi itulah yang bisa terjadi. Jelas butuh perhatian khusus dari pemerintah terkait hal ini. Buruh juga memiliki andil dalam bidang ekonomi di negeri ini. Tanpa buruh, roda perekonomian akan terhenti karena tidak ada penggeraknya, dan situlah buruh dibutuhkan. Jika, negeri ini hanya membutuhkan jasa tenaganya tanpa memperhatikan kehidupannya, tidak salah jika disebut dengan perbudakan modern. Tidak sama tetapi serupa. 

Oleh karena itu, masyarakat butuh negara yang memiliki sistem yang menjamin kesejahteraan dan keadilan. Bukan negara dengan sistem yang tidak pernah berpihak kepada masyarakat. Negara yang tidak membuat langkah nyata untuk memudahkan rakyatnya mendapatkan kebutuhan pokok dan cenderung memberi karpet merah kepada para pengusaha / oligarki sehingga terpampang secara nyata penderitaannya.


Oleh: Dwi R Djohan
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments