Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Berantas Korupsi dalam Kapitalisme, Mampukah?

TintaSiyasi.com -- Direktur Eksekutif Progressive Democracy Watch (Prodewa) Wilayah Papua, Leonardus O. Magai mendesak pemerintah memberantas kasus korupsi yang ada di bumi Cenderawasih. Leonardus menyebut kasus dugaan korupsi Gubernur Papua, Lukas Enembe, hanya satu dari sekian banyak kasus korupsi yang terjadi di Papua.

Leonardo optimistis diperlukan peran negara untuk membuktikan Lukas Enembe telah melakukan tindak korupsi. Sebab, menurut dia, kasus korupsi Enembe juga melibatkan sejumlah pejabat elite di Papua. “Karenanya negara harus mampu membuktikan bahwa hukum harus mampu ditegakkan sampai ke akar-akarnya,” kata Leonardo dalam keterangan tertulis.

Leonardo juga menyinggung kasus dugaan korupsi Lukas Enembe merupakan satu dari sekian banyak kasus korupsi di Papua. Dia menyebut Lukas diduga memiliki rekening ‘gendut’ hingga melakukan budaya hidup mewah, seperti memakai jam tangan senilai ratusan juta rupiah (IDN Times, 25/9/2022).

Lagi dan lagi korupsi terjadi. Di mana letak hati nuraninya, akalnya, keimanannya, seakan semua hilang. Pencuri jika dilakukan oleh orang  yang kekurangan makanan atau kesusahan  hidup itu masih kita menaruh rasa prihatin, namun pada kenyataannya tak sedikit pencuri saat ini justru banyak dilakukan oleh mereka konglomerat, pejabat, pemimpin atau penguasa sangat mengecewakan. Seakan tujuan mereka menjadi  penguasa hanya untuk menyalagunakan jabatan, memanfaatkan kesempatan seluas-luasnya untuk merampok uang rakyat.

Yang lebih mengejutkan adalah temuan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) terkait transaksi setor tunai atas nama Lukas Enembe ke akun judi dengan jumlah fantastik sebesar Rp560 miliar. Mengapa sampai bisa dengan mudahnya para penguasa yang dipercayai rakyat untuk bisa memimpin rakyatnya untuk melindungi dan mensejahterakan serta memberikan contoh yang baik tetapi pada kenyataannya justru  banyak yang menjadi penghianat.  Selain itu berita yang juga sama yakni terjadi jejak lima hakim korupsi yang terjaring  KPK  hakim MA tertangkap OTT. 

Sangat Miris, para penguasa, para penegak keadilan justru  berbondong untuk menjadi maling. Ini mengindikasi betapa rapuhnya tatanan kehidupan saat ini, keadilan yang harusnya memberi pengadilan bagi tindak kejahatan justru menjadi agen koruptor. Dari peristiwa ini makin memahamkan kepada kita semua untuk membuka hati dan pikiran bahwa sistem demokrasi memberi banyak peluang bagi pejabat untuk memperkaya diri sendiri. Sementara rakyat yang dikelilingi  kekayaan sumber daya alam tak bisa lepas dari penyakit akut kemiskinan. Memang pada dasarnya manusia memiliki kelebihan, namun disamping itu memiliki pula banyak kekurangan. Keterbatasan dan kelemahan atas dasar ini pulalah, sebenarnya manusia tidak pantas untuk membuat hukum untuk mengatur kehidupan manusia. Telah  sangat jelas ketika manusia memilih aturan hidup dengan buatan manusia itu sendiri yakni kapitalis sekuler demokrasi yang terjadi adalah kerusakan dimana mana, termasuk korupsi semakin terus terjadi tak terbendung. 

Problem terbesar selama ini yang terjadi pada negeri dan seluruh dunia sehingga masalah-masalah yang dihadapi tak mampu dituntaskan adalah karena manusia mencampakkan hukum Allah SWT dan lebih memilih hukum buatan manusia. Sehingga dalam menuntaskan korupsi pun tak pernah membuahkan hasil. Muncul pernyataan bahwa “Karenanya negara harus mampu membuktikan bahwa hukum harus mampu ditegakkan sampai ke akar-akarnya.”  

Mampukah negara yang masih mengadopsi kapitalisme sekuler berasaskan  manfaat, yang telah memisahkan peran agama dari kehidupan memberantas korupsi sampai kebakar-akarnya? jawabannya adalah tidak akan mampu. Terbukti bahwa sistem saat ini tidak bisa menghukum secara adil dan membuat jera para pelaku korupsi. Sistem saat ini hanya dijadikan alat untuk memudahkan manusia  melakukan kejahatan tersebut. Sistem saat ini sangat mempengaruhi pola pikir manusia untuk lebih cinta dunia, bersifat rakus mengagungkan materi, standar kebahagiaan hanya ketika memiliki materi yang melimpah tidak peduli meskipun cara mendapatkannya dengan cara yang diharamkan atau melanggar aturan dan sangat merugikan rakyat. Kita hanya akan merasakan kekecewaan dan lelah bergonta-ganti pemimpin tetapi masih menjalankan tatanan kehidupan yang rusak dan batil. Maka tidak akan kita menemui perubahan ke arah yang lebih baik dan benar.

Masihkah kita mau bertahan pada sistem yang hanya mendatangkan kerusakan? Jawabannya tentu tidak, sebab korupsi hanya bisa diberantas sampai ke akar-akarnya hanya dengan ketika kita menerapkan sistem yang bersumber dari Ilahi Rabbi. Rakyat sangat membutuhkan sistem Islam sebagai pengganti,  yang akan menciptakan kesejahteraan. Dengan sistem ini umat akan terjaga keimanan, ketakwaan dan pola pikir yang benar, melahirkan  pemimpin-pemimpin yang amanah dan bertanggung jawab karena tercipta rasa takut dalam hati kepada Tuhannya. 

Sudah saatnya kita kembali kepada aturan Allah SWT yang menciptakan manusia,  alam semesta dan kehidupan. Islam memiliki segudang solusi untuk mengatasi problem umat.

Terkait masalah korupsi Islam telah memberikan gambaran yang sangat jelas melalui kalamullah Al-Qur'an nur karim dan As-Sunnah sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat.

Seperti kisah di zaman Rasulullah ketika ada seorang wanita mencuri dan akan dijatuhi hukuman potong tangan. Usamah meminta kepada Rasulullah untuk mengurangi hukumannya. Namun Rasulullah tak mengindahkannya meskipun yang memohon adalah sahabatnya.

Seperti Sabda Rasulullah SAW, “Apakah kamu mengajukan keringanan terhadap salah satu hukuman dari Allah? Demi Allah, kalau saja Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti akan kupotong sendiri tangannya” (HR. Bukhari dan Muslim).

Kemudian terjadi pula saat Umar bin Khattab menjabat sebagai khalifah, ia memecat pejabat atau kepala daerah yang melakukan korupsi. Belum lama menjabat, Umar juga menginspeksi kekayaan pejabat negara dan menyita harta yang didapat bukan dari gaji yang semestinya. Harta sitaan dikumpulkan di Baitul Mal untuk digunakan bagi kepentingan rakyat.

Hal yang sama pun tergambar pada ketegasan Khalifah Harun ar-Rasyid terhadap koruptor pada masa itu juga dikenal sebagai masa keemasan (The golden age of Islam). Dalam menjalankan roda pemerintahan, Khalifah Harun ar-Rasyid dikenal tegas dan adil. Salah satu perdana menteri (wazir) bernama Yahya bin Khalid yang ia angkat sendiri terbukti melakukan tindak pidana korupsi kas negara.

Meskipun orang kepercayaan khalifah, karena terbukti bersalah – khalifah pun tanpa ragu memecat dan memenjarakan, menyita dan mengembalikan harta hasil korupsi ke kas negara. Dengan begitu pemerintahan yang dipimpinnya bisa terbebas dari korupsi yang menyengsarakan rakyat.

Dari beberapa contoh kepemimpinan di atas menunjukkan kesempurnaan kepemimpinan dalam Islam. Tak bisa dipungkiri jika Islam diterapkan secara kaffah dalam setiap aspek, tindak korupsi pun bisa dituntaskan tanpa kompromi. Tanpa pandang bulu dan tanpa tebang pilih. Apalagi jika korupsi yang dilakukan dengan meraup uang dengan jumlah yang fantastis, bermilyaran rupiah seperti yang terjadi pada saat ini. Maka, siapa yang terbukti bersalah akan langsung dihukum seadil-adilnya sesuai dengan syariat Islam.  Hanya sistem Islam berwujud yang mampu tuntaskan mewabahnya korupsi dan menutup semua pintu terjadinya korupsi. 

Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Kusnawaroh
Pemerhati Umat
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments