TintaSiyasi.com -- Dilansir dari laman cnbcindonesia (30/09/2022), Presiden Jokowi, Menko Maritim dan Investasi Luhut B. Pandjaitan hingga Menteri Keuangan Sri Mulyani kompak mengatakan perekonomian tahun depan makin gelap. Hal ini lantaran dunia diyakini akan mengalami resesi tahun depan. Ketiganya pun mengemukakan bahaya dari resesi tersebut.
Adalah seperti ekspor dunia akan terguncang karena pasar dunia yang lesu, padahal ekspor berkontribusi sebesar 23% terhadap pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2022. Ini tentu saja berdampak pada kemerosotan PDB Indonesia. Lebih lanjut, nasib eksportir pun berada di ujung tanduk, karena permintaan yang sepi akan berimbas pada keuangan perusahaan.
Biasanya yang terjadi, untuk mengurangi beban maka kapasitas produksi akan dikurangi mengikuti menurunnya permintaan pasar. Selain itu, karyawan pun jadi korban dengan adanya pemotongan gaji, bahkan lebih parah terjadinya PHK. Ini akan berimbas pada menukiknya angka pengangguran. Selanjutnya, daya beli masyarakat akan terpukul karena berkurang/hilangnya pendapatan yang berbuntut pada melonjaknya angka kemiskinan.
Para penguasa negeri, sebut saja yang menyampaikan derita yang akan menunggu negeri ini apabila terjadi resesi tentu lebih paham bahaya yang tengah mengintai. Namun anehnya belum ada langkah pasti yang terdengar yang dilakukan penguasa, setidaknya meminimalisir. Alih-alih demikian, justru terdengar kabar kurang sedap yakni meningkatkan dana bantuan untuk parpol.
Hal ini seperti yang diungkap dalam laman republika.co.id (22/09/2022) bahwa pemerintah melalui Mendagri Tito Karnavian mengusulkan kenaikan bantuan dana partai politik (parpol) tiga kali lipat. Jumlahnya naik dari Rp 1.000 per suara menjadi Rp 3.000 per suara. Ini tentu memakan rupiah yang sangat besar karena tidak hanya diberikan ke pusat tetapi juga di kota dan kabupaten.
Hal ini betul-betul mencederai akal sehat. Bagaimana bisa di tengah bahaya resesi yang mengintai, mereka justru meningkatkan dana bantuan untuk parpol? Bukankah awan gelap beserta badai menunggu di depan sana? Tidak bisakah penguasa bertindak sedikit lebih rasional? Sungguh paradoks negeri ini.
Fakta menyedihkan ini (bantuan dana untuk parpol di tengah ancaman resesi) jelas mengindikasikan abainya negara atas nasib rakyat yang terancam kian tercekik. Di sisi yang lain negara justru lebih peduli pada parpol yang akan/telah menjadi kendaraan politik meraih kursi. Ini juga mengindikasikan betapa negara lebih berpihak pada parpol yang dengannya mereka bakal sampai ke tampuk kekuasaan, meraih materi sebanyak mungkin, mencapai klimaks kebahagiaan.
Sejatinya, bahkan apabila kita tidak menyingkap lebih jauh kita sudah temukan alasan "why" di balik ini. Adalah karena kebahagiaan tertinggi manusia hari ini terkhusus penguasa adalah meraih materi sebanyak mungkin, entah bagaimana caranya. Pun bisa dengan mematikan nurani dan mengedepankan ego. Bukankah jatuhnya banyak manusia di bawah garis kemiskinan penting untuk diperhatikan ketimbang kondisi parpol?
Materi yang menjadi kebahagiaan tertinggi manusia hari ini adalah karena diterapkannya sistem sekuler kapitalisme. Manusia menihilkan peran agama bahkan pada tataran terkait kebahagiaan. Bukankah apabila dikembalikan ke tangan Islam, kebahagiaan tertinggi manusia sejatinya adalah tatkala meraih ridha Allah?
Kembali terkait paradoks yang dipaparkan sebelumnya, ini mengindikasikan secara nyata bobroknya kapitalisme demokrasi. Adalah tatkala kepengurusan terhadap rakyat dinomor-sekiankan sedang kepada parpol justru diprioritaskan. Adalah potret pengusa yang ada dalam sistem sekuler kapitalisme yang kepada rakyat kerap diabaikan sedang kepada parpol selalu siap sedia.
Rakyat sewajibnya menyadari tingkah penguasa ini. Pun bahwa penguasa yang ada sekarang bukanlah potret penguasa ideal. Rakyat sungguh membutuhkan penguasa yang peduli lantas menjadi pelayan rakyat, mengurus kebutuhan rakyat. Rakyat sungguh membutuhkan penguasa yang mereka sadar betul amanah kepemimpinan yang diembankan ke pundak mereka. Penguasa yang meyakini akan ada pertanggungjawaban atas amanah yang dipikul hari ini.
Dengan demikian, patut apabila kita berikhtiar wujudkan sistem Islam karena apabila berkaca pada sejarah, potret penguasa ideal hanya akan terwujud di dalam sistem Islam. Sistem yang melahirkan penguasa yang takut dan tunduknya hanya pada Allah semata. Sistem yang kepengurusan penguasa atas rakyat terikat dan akan selaras dengan aturan Allah.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Khaulah
Aktivis Back to Muslim Identity
0 Comments