Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ancaman Resesi dan Abainya Penguasa


TintaSiyasi.com -- Mengutip berita CNBC Indonesia, ekonomi dunia tengah berada di bibir jurang resesi. Beberapa negara maju telah menunjukkan resesi, termasuk Eropa, Inggris dan Amerika Serikat (AS).

Hal senada juga disampaikan oleh Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani, dimana beliau memprediksi dunia mengalami resesi pada tahun depan. Perkiraan itu ia buat berdasarkan kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan bank sentral di sejumlah negara demi meredam lonjakan inflasi.

Kenaikan suku bunga acuan akan menghambat proses pemulihan ekonomi global. Karenanya Bank Dunia memprediksi ekonomi dunia melambat menjadi 0,5 persen pada 2023 mendatang.

Bukan hanya menteri keuangan, tetapi Mengko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan serta Presiden Indonesia Joko Widodo, mengemukakan bahaya resesi tersebut.

Lantas apa yang akan terjadi kepada warga Indonesia jika resesi benar-benar terjadi? Ekspor Indonesia akan terguncang, karena pasar dunia yang lesu, berpengaruh pada eksportir, rendahnya daya beli masyarakat, yang berdampak pada pengurangan produksi, mengurangi pemasukan perusahaan dan akibatnya terjadi PHK besar-besaran, banyak pengangguran. Dapat dibayangkan bila banyak pengangguran, kemiskinan akan meningkat.


Antisipasi Dalam Negeri

Semua negara besar mengalami kepanikan dengan adanya resesi ini. Dengan segala cara dilakukan, seperti warga Inggris yang saat ini mengalami krisis energi parah, mereka menghemat pemakaian listrik karena ada kenaikkan harga dasar listrik, ditambah lagi ditengah cuaca dingin mereka juga harus menghemat pemakaian listrik untuk heater (pemanas).

Walau sudah ada warning dari sejumlah kalangan pejabat akan resesi dunia, apa yang terjadi di Indonesia? Bukan menghemat pengeluaran, justru menghambur-hamburkan uang untuk kekuasaan.

Dikutip dari laman Republika.co.id, pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengusulkan kenaikan bantuan dana partai politik (parpol) tiga kali lipat. Jumlahnya naik dari Rp 1.000 per suara menjadi Rp 3.000 persuara. 

Mantan Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay, melihat kenaikan dana bantuan parpol di saat krisis seperti saat ini dirasa kurang tepat. Di tengah krisis keuangan dan kenaikan BBM, pemerintah seharusnya memprioritaskan kebutuhan yang langsung dirasakan rakyat. Hadar mengusulkan sebelum Mendagri menaikkan dana bantuan parpol, sebaiknya pemerintah bersama DPR membenahi sistem pengawasan dan laporan lebih transparan dan akuntabel. Karena banyak kasus dan bantuan parpol di daerah menjadi sumber tindak pidana korupsi.

Hal ini jelas menunjukkan abainya negara atas nasib rakyat yang terancam hidup sulit, namun lebih memperdulikan parpol yang akan menjadi kendaraan politik meraih kursi kekuasaan. 

Tampak jelas, bahwa ini semakin menunjukkan secara nyata bobroknya sistem kapitalis demokrasi, yang lebih berpihak kepada parpol. Rakyat dibutuhkan hanya untuk mendulang suara kemenangan.

Umat membutuhkan penguasa yang peduli dan mengurus kebutuhannya. Umat juga membutuhkan sistem ekonomi yang menjamin kesejahteraan hidup mereka.


Umat Membutuhkan Sistem Islam

Nampak jelas kelemahan sistem ekonomi kapitalisme, karena sistem ini dibangun di atas pondasi yang semu (non real), bukan yang sesungguhnya (real).

Berbeda dalam Islam, di mana seorang pemimpin/penguasa adalah pelindung dan bertanggung jawab bagi rakyat dan orang-orang yang dipimpinnya. Karena kelak seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas amanah kepemimpinannya. Seperti hadis Rasulullah SAW :

"Imam adalah raain (pengembala) dan dia bertanggungjawab atas rakyatnya" (HR. Bukhari).

Dalam kepemimpinannya, seorang khalifah merujuk pada politik ekonomi Islam. Ekonomi Islam akan fokus pada kesejahteraan setiap individu masyarakat, bukan kesejahteraan negara secara makro yang tertulis dalam angka, tetapi kemiskinan semakin meningkat.

Dalam memenuhi kebutuhan individu primer rakyatnya yang hidup dalam khilafah, negara akan menempuh tiga strategi kebijakan yaitu:

Pertama, Islam menetapkan tanggungjawab memenuhi kebutuhan pokok individu seperti sandang, pangan, papan dengan cara mewajibkan setiap laki-laki yang balig, berakal dan mampu untuk bekerja, maka Khalifah harus menyediakan lapangan pekerjaan halal seluas-luasnya serta membangun iklim kondusif untuk investasi dan usaha halal.

Kedua, jika individu tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup dan orang-orang yang ditanggungnya, maka beban tersebut dialihkan pada ahli waris dan kerabatnya.

Ketiga, jika poin kedua belum dapat terpenuhi, maka beban tersebut ditanggung oleh negara, dengan menggunakan harta kas yang ada di baitul mal dan harta zakat.

Keempat, untuk biaya pendidikan, kesehatan dan keamanan, negara memenuhinya secara langsung yang diambilkan dari Baitul Mal pos kepemilikan umum.

Sistem ekonomi Islam memiliki imun kuat dalam menghadapi resesi. Ada mekanisme yang akan dilakukan oleh khilafah:

Pertama, melarang penimbunan harta (kanzul mal), yang akan menarik perputaran uang di masyarakat, termasuk harta yang disimpan arau ditahan dalam bentuk surat berharga.

Kedua, mengatur kepemilikan. Islam melarang privatisasi, sehingga sumber daya alam yang melimpah tidak dikuasai oleh korporasi.

Ketiga, Islam menerapkan mata uang yang tidak palsu yaitu berbasis emas dan perak, karena sifatnya yang stabil tidak berubah otomatis ekonomi juga stabil dan produktif.

Keempat, menghentikan transaksi ribawi yang menjadi muara masalah ini dan juga spekulatif.

Kelima, penerapan zakat mal dalam regulasi negara. Zakat mal akan dikelolah secara serius, bukan untuk infrastruktur, melainkan dsisalurkan pada delapan kelompok yang sudah ditetapkan oleh Islam.

Hal inilah yang menjadi khilafah memiliki perekonomi kuat, produktif dan anti resesi selama 13 abad.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Tutik Indayani
Pejuang Pena Pembebasan
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments