Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tunjangan Menghilang, Apa Kabar Nasib Guru?


TintaSiyasi.com -- Kabar Omnibus Law tentang RUU Sisdiknas yang menggabungkan tiga UU sekaligus, yakni UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, serta UU Perguruan Tinggi, makin membuat hati guru nelangsa. Bagaimana tidak, konon berita yang kencang dibincang adalah klausul tunjungan guru yang menghilang. Denger-denger hal itu dilakukan agar setiap guru bisa menerima tunjangannya tanpa harus ikut proses sertifikasi PPG. Jadi kata lainnya, semua guru akan dapat tunjangan, tak hanya yang punya sertfikasi PPG saja yang berhak mendapat tunjangan. Sepertinya bagus kan ya?

Guru model sosok yang digugu lan ditiru kini sedang tergugu memikirkan nasibnya yang ambigu. Seabrek tugas dan kewajiban sebagai pendidik yang disabotase waktunya untuk beragam laporan administrasi, masih harus terkuras dengan keletihan menanggung beban ekonomi yang makin melonjak akibat kenaikan harga BBM. Sontak klausul hilangnya tunjangan PPG di RUU Sisdiknas membuat kehidupan terus guru bergulir menyedihkan, bak sebuah drama kekejaman ibu tiri pada anaknya yang penuh irama duka.

Wajar saja jika kemudian dia tak lagi mampu menghadapi problem siswa dan mengentaskannya menjadi manusia sempurna. Hidupnya menjadi nge-blur sebatas mempertahankan asap dapur terus mengepul. Di tengah sulitnya himpitan beban biaya hidup yang terus meroket naik. Tak ada pilihan selain hanya mampu menjalankan fungsi pendidik sekedarnya, dengan masih harus mengais rejeki dari sumber lain. Tak boleh disalahkan juga, manakala terjadi beban emosi yang tinggi menghadapi riuhnya problem anak didik, hingga berujung kekerasan karena melampiaskan tekanan hidup saat mengajar di sekolah.

Bicara masalah penghilangan tunjangan guru dengan alasan bahwa masih tercover pada tunjangan yang lain, sekilas nampak benar adanya. Pasalnya alasan setiap guru bisa mendapatkan tunjangan tanpa memiliki sertifikasi Pendidikan Profesi Guru (PPG), ini dipandang karena guru masih dapat tunjangan lain dengan mengacu pada UU ASN, UU Ketenagakerjaan, hingga alokasi dana BOS dan bantuan dari yayasan. Tiga sumber tunjangan tersebut dianggap sudah cukup membuat semua guru sejahtera dan tak perlu tunjangan sertifikasi lagi. Tapi jika ditelisik lebih jauh semua itu hanyalah skenario lepas tangannya penguasa dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya. 

Yuk kita coba mikir lebih jauh, tunjangan UU ASN semisal tunjangan istri dan anak, tunjangan kesehatan dan tunjangan beras, nominalnya tidak seberapa besar dan sudah melekat pada semua ASN sebagai gaji kotor. Untuk guru yang bukan ASN semisal guru honorer atau kontrak, maka tunjangan sebagai tenaga kerja akan sangat minim dan bahkan gajinya saja banyak yang jauh di bawah UMR. Bagaimana dengan BOS? Sudah rahasia umum sekolah yang bisa mendapat BOS ini harus rela berhadapan dengan rumitnya segudang persyaratan dan peng-SPJ-annya. 

Opsi terakhir berharap pada bantuan yayasan sebagai tunjangan guru, apakah bisa? Kalau yayasannya memang bonafit dan para pemiliknya mampu plus kredibel, bisa jadi mampu memberikan fasilitas dan tunjangan pada level layak pada semua gurunya. Faktanya yayasan-yayasan pendidikan yang berdiri di atas kaki sendiri harus berjibaku dengan dana pribadi yang diputar sedimikan rupa supaya nafas sekolah masih berhembus. Jadi, bisakah dipahami kalau raibnya klausul tunjangan profesi sebagai guru, faktanya tak mungkin terganti dengan tunjangan bayangan yang sebenarnya sangat jauh bisa direalisasikan. 

Nyatanya pemerintah memang hendak melepas tanggungjawab mewujudkan kesejahteraan pada guru. Kebijakan ini sangat mungkin dan wajar karena lahir dari rahim kapitalisme yang materialistik. Di mana semua dihitung dengan cara matematis. Kalau mengeluarkan dana membuat kerugian pada negara berupa defisit anggaran yang makin naik, maka putus aja pengeluaran itu. Meskipun sebenarnya pengeluaran tersebut adalah hak rakyatnya. Bahkan tanpa harus menjadi guru pun, sejatinya semua rakyat berhak sejahtera. 

Kata sejahtera yang sejak jaman pertiwi ini merdeka jauh tak terwujud. Beda jauh dengan masa Umar bin Khattab kala itu. Beliau membayar gaji guru anak-anak setara dengan gaji yang sangat fantastis. Khalifah ke-2 setelah Abu Bakar membayar guru anak-anak dengan 15 dinar. Jika 1 dinar itu senilai 4,25 gr emas sebagaimana disebutkan dalam kitab Fikih Ekonomi Umar Bin Khattab” karangan Dr. Jaribah bin ahmad Al-Haritsi, itu berarti gaji guru 14 abad yang lalu sudah sebesar 63,75 gr emas. Berapa juta jika dikalikan dengan harga 1 gr emas tahun 2022 saat ini. Di atas 60 juta pastinya, wow.

Tak cukup hanya gaji tinggi bagi guru, semua kebutuhan dasarnya juga ditanggung oleh negara. Semisal kesehatan, pendidikan, keamanan diberikan pada rakyat secara gratis. Semua rakyat dapat tunjangan, ya semua rakyat bukan hanya guru saja. Di samping kebutuhan dasar hidup rakyat dari papan, sandang dan pangan diwujudkan secara mudah dan terjangkau oleh semua rakyat, termasuk guru. Wajar lah jika kemudian guru benar-benar menjadi pendidik dan pencetak generasi berkaliber dunia. 

Penemu-penemu bidang sains masa kekuasaan Islam berjaya di dunia, bertaburan laksana bintang di masa kegelapan Eropa. Sebut saja satu tokoh melegenda Ibnu Sina seorang pakar kedokteran, filsuf dan ilmuwan (980-1037) yang dikenal luas dalam ilmu kedokteran barat sebagai Avicenna. Kemudian Ibnu Firnas, dimana Mattias Paul Scholz dalam bukunya berjudul Advanced NXT: the Da Vinci Inventions Book yang terbit pada 2007, menjelaskan tentang teori Ibnu Firnas yang direkam oleh Leonardo Da Vinci. Ia menjelaskan tentang teori penerbangan dengan konsep menggunakan struktur ujung ekor untuk mengurangi kecepatan saat pendaratan. Struktur ini kemudian dinamai ornithopter oleh da Vinci. Di mana pada tahun 1260 M, Roger Bacon menulis tentang ornithopter theory yang didasari pada eksperimen dan gagasan Firnas. Sayangnya, manuskrip yang ditulis Bacon raib di perpustakaan Spanyol. yang berpengaruh pada berkurangnya pengakuan dunia terhadap penemuan prototipe pesawat Ibnu Firnas.

Lahirnya para generasi cemerlang di atas tak lain dari hasil didikan para guru yang mempunya visi dan misi kuat dalam membangun peradaban. Hal tersebut tentunya tidak mungkin bisa terwujud sendiri tanpa peran negara. Support terbesar pada pendidikan benar-benar telah diwujudkan dalam pemerintahan Islam sejak hijrahnya Rasulullah di Madinah 14 abad lalu. Hingga guru bisa tegak kokoh mendampingi generasi, mencetaknya sebagai pemimpin perdaban dunia.

Support dari kas negara untuk jaminan kesejahteraan rakyat dan juga pendidikan yang sempurna sudah disiapkan dalam Islam. Allah mengatur pemasukan negara dari sumber-sumber yang luar biasa akan mengalir terus. Berupa sumber dari harta umum tambang energi, kekayaan laut dan hutan. Sumber dari harta rampasan perang saat pembebasan sebuah wilayah dari kekufuran. Dan juga sumber dari zakat, baik zakat harta, ternak ataupun pertanian. Bagaimana dengan pajak? Itu hanya pilihan terakhir saja manakala kas negara kosong. Dan itupun akan diambil hanya untuk pembiayaan yang dibutuhkan saja, tidak lebih, setelah itu pajak dihentikan.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Diana Rahayu
Praktisi Lingkungan
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments