Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tetap Kontestasi, Rezim Tak Punya Empati


TintaSiyasi.com -- Saat ini, rakyat dihadapkan pada efek kenaikan harga BBM. Rakyat harus siap menerima kenaikan harga komoditas lainnya karena BBM amat terkait dengan komoditas lain. Sayangnya, di tengah hal ini, beberapa elit politik seakan tetap sibuk mematutkan dirinya dalam mencari pasangan kontestasi. Sungguh semakin memperlihatkan hilangnya empati mereka kepada rakyat.


Kontestasi Elit Politik

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menerima kunjungan Ketua DPP PDI Perjuangan (PDI-P) Puan Maharani pada Minggu (4/9/2022) kemarin. Keduanya menyatakan untuk terus membangun komunikasi politik untuk kepentingan rakyat, bangsa, dan negara. Dia juga menyampaikan bahwa pertemuan ini merupakan sesi awal memasuki musim politik jelang Pemilu 2024. Pihak Puan sendiri mengkonfirmasi bahwa pertemuan ini bukanlah yang pertama dan terakhir. Akan tetap dilakukan pertemuan dengan Prabowo guna mendapatkan kebersamaan tekad (Nasional.kompas.com, 05/09/2022).

Pertemuan keduanya tentu saja berkaitan dengan kontestasi politik menjelang pemilu 2024. Setiap pihak akan melakukan lobi politik guna menemukan siapa saja yang mampu mengakomodir kepentingannya guna memuluskan hasrat politiknya di pemilu mendatang. Terlebih bagi para elit politik yang mencalonkan diri menjadi calon presiden 2024. Aneka ragam usaha juga tetap dimunculkan ke masyarakat luas guna meningkatkan citra diri agar kembali mampu mendapatkan kepercayaan rakyat. Kepedulian dan keberpihakan kepada rakyat diperlihatkan dengan segala bentuk polesan.

Mirisnya ini pun dilakukan di kala masyarakat masih sangat belum siap dengan kenaikan harga BBM yang baru saja diumumkan pemerintah. Alih-alih memperjuangkan suara dan kepentingan rakyat, mereka malah mempertontonkan bagaimana egoisnya kepentingan mereka di atas kepentingan rakyat. Tak ada usaha nyata yang diberikan guna menjaga rakyat dari hantaman pengaruh kebijakan kenaikan harga BBM ini. 


Watak Asli Demokrasi

Inilah watak asli demokrasi yang hanya butuh rakyat saat akan menjabat, setelah menjabat seakan lupa dengan janji-janji politik yang diberikan di masa kampanye. Yang ada di pikiran adalah usaha untuk mendapatkan sebanyak mungkin keuntungan di kala masa jabatan masih ada di tangan. Urusan kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat tak lagi menjadi pemikiran dan prioritas utama. 

Jabatan yang didapatkan di anggap sebagai kesempatan emas untuk mengakomodir kepentingan pribadi dan kelompok, merekalah yang diutamakan di atas kepentingan rakyat. Tak ada air mata saat memperjuangkan hak mereka di depan kebijakan politik yang tak memihak rakyat atau bahkan menyengsarakan mereka. Tak ada lagi kecaman bagi pemerintah yang dianggap dhalim karena tidak memperjuangkan nasib rakyat kecil. 


Islam, Jabatan untuk Melayani Rakyat

Hal ini sangat berbeda dengan Islam. Islam mengatur bahwa jabatan yang diberikan kepada seseorang bermakna pemberian tanggung jawab untuk melayani umat. Usaha yang dicurahkan dalam pelaksanaan jabatan ini bermaksud menghadirkan pemenuhan kebutuhan umat secara maksimal sampai mampu menghadirkan kemaslahatan bagi mereka. Umatlah yang diutamakan di atas kepentingan pribadi atau pun golongan. 

Hal ini sudah terbukti oleh sejarah emas peradaban Islam bagaimana para penguasa dengan didorong oleh kualitas keimanan yang tinggi memperlakukan jabatannya sebagai pemberian pelayanan kepada rakyat sampai pada tingkat yang maksimal. Kisah yang amat masyhur dari Khalifah Umar bin Khattab ra yang setiap malam melakukan patrol guna mencari siapa saja yang tak tertunaikan haknya di hari itu menjadi bukti bagaimana tingkat keamanahan penguasa di dalam Islam. Kisah menjadi zuhudnya Khalifah Umar bin Abdul Aziz ra di kala beliau menjadi khalifah padahal sebelumnya beliau terkenal dengan kekayaan beliau dan kecintaan beliau terhadap minyak wangi. Semua ini ditinggalkan agar beliau tak tersilaukan oleh dunia saat memimpin kaum Muslim. 

Tak ada usaha untuk balik modal dari proses pemilu yang telah dilakukan dengan biaya yang mahal. Dalam Islam, pemilihan penguasa dilakukan dengan proses yang sederhana, praktis dan minim biaya. Sehingga dengan ini dapat meminimalisirkan usaha untuk memperkaya diri setelah menjabat dengan cara yang menyalahi syariat. Selain tentunya dipilih personal-personal yang memiliki ketaqwaan yang tak diragukan lagi karena dengan ketakwaan inilah yang akan mengarahkan penguasa dalam menjalankan amanah kekuasaannya. Terciptalah tata masyarakat dengan penguasa yang selalu amanah dan berempati pada rakyatnya demi mewujudkan kemaslahatan bersama. []


Oleh: Rochma Ummu Arifah
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments