TintaSiyasi.com -- Aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM yang dilakukan oleh ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Purworejo diwarnai adu mulut dengan anggota dewan. Adu mulut dipicu saat mahasiswa yang akan masuk ruang audiensi diperingatkan dan dibatasi untuk masuk ruang audiensi. Hingga akhirnya setelah kurang lebih setengah jam akhirnya semua peserta aksi diizinkan masuk ke ruang audiensi (purworejo24.com, 07/09/2022).
Dalam audiensi yang dilakukan di ruang Arahiwang pada Rabu (7/9/2022) ini para mahasiswa menyampaikan sejumlah tuntutan. Pertama, mereka mendesak DPRD untuk menyampaikan kepada pemerintah pusat bahwa masyarakat Purworejo diwakili menolak kenaikan harga BBM bersubsidi. Kedua, mendesak DPRD Purworejo untuk menyampaikan kepada pemerintah pusat untuk segera menerapkan kebijakan subsidi tepat sasaran. Para mahasiswa akan terus mengawal petisi yang disampaikan melalui DPRD Purworejo pada aksi kali ini. Jika dalam seminggu aspirasinya tidak disampaikan, para mahasiswa mengancam akan menurunkan masa yang lebih besar lagi (kompas.com, 07/09/2022).
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Purworejo Kelik Susilo Ardani mengatakan, pihaknya akan segera mengirimkan surat tuntutan PMII kepada pemerintah pusat melalui DPR RI. Kelik mengapresiasi aksi mahasiswa PMII yang peka dengan situasi dan kondisi masyarakat. Tidak hanya menyuarakan aspirasi, lanjutnya, mahasiswa juga memberikan solusi atas persoalan yang dihadapi bangsa. Kelik menandaskan bahwa aksi seperti ini adalah bagian dari demokrasi yang harus dijaga marwahnya, dan harus dilakukan dengan mengedepankan aspek keamanan dan ketertiban (krjogja.com, 07/09/2022).
Aksi seperti ini memang patut diapresiasi. Terlebih, di tengah ragam kesulitan yang diderita rakyat, pemerintah justru benar-benar tega menaikkan harga BBM. BBM jenis Pertalite naik tidak tanggung-tanggung. Dari Rp 7.650/liter menjadi Rp 10.000/liter. Padahal Pertalite selama ini banyak dikonsumsi jutaan masyarakat menengah ke bawah. Terutama setelah BBM jenis Premium makin langka, bahkan nyaris tak pernah dijumpai di setiap SPBU. Demikian pula Solar subsidi naik dari Rp 5.150/liter menjadi Rp 6.800/liter. Pertamax, yang belum lama ini naik, juga dinaikkan kembali harganya, dari Rp 12.500/liter menjadi Rp 14.500/liter.
Bila kita cermati, karut-marut persoalan BBM di negeri ini tidak jauh dari keberadaan regulasi migas yang hingga saat ini menjadi payung hukum. Yakni Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 terkait minyak dan gas bumi. Menurut para pengamat, posisinya mendesak untuk direvisi. Sebab, terdapat banyak kelemahan, dan ketidakpastian hukum. Serta alasan lainnya, yakni kental akan pengaruh asing. Di mana, adanya dugaan kucuran dana dari USAID (United States Agency for International Development), dalam bentuk reformasi sektor energi ke berbagai pihak di Indonesia.
Bahkan, beberapa kali Undang-Undang ini telah diajukan judicial review (pengujian yudisial) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, menurut para pemohon materi Undang-Undang ini tidak sejalan dengan konstitusi alias bertentangan dengan UUD 1945, terutama pasal 33. Di mana, di dalamnya dinyatakan bahwa perekonomian ini dibangun untuk kepentingan masyarakat. Namun, politik ekonomi migas di Indonesia yang terefleksikan pada Undang-Undang Migas tahun 2001 ini, justru sarat dengan aroma liberalisasi.
Dan begitulah efek dari kuatnya kapitalisme yang selalu meniscayakan memberi ruang privatisasi dan intervensi asing hingga aseng. Terbukanya peluang privatisasi dan intervensi ini membuat Pertamina bukan satu-satunya badan usaha yang berhak mengelola minyak dan gas di Indonesia. Maka menjadi hal yang sangat wajar jika para pengamat pun menyangsikan kemampuan UU Migas untuk menyelesaikan problem minyak dan gas di Indonesia.
UU Migas merupakan salah satu produk dari sebuah sistem demokrasi yang batil. Secara ringkas, kita semua paham bahwa demokrasi bukan dari Islam melainkan milik orang kafir, yang lahir dari antitesa sistem teokrasi. Dalam sistem teokrasi raja bersekutu dengan gerejawan membuat hukum sekehendaknya yang pada akhirnya memeras rakyat mengatasnamakan Tuhan. Dari situlah itu, muncul sistem demokrasi. Berawal dari kesepakatan sebagai jalan tengah agar agama dipisahkan dari kehidupan sebagai akidah dari sistem demokrasi ini.
Demokrasi berhukum dengan selain dari hukum Allah. Padahal Islam mengharuskan kita berhukum dengan hukum Allah SWT. Selain buruk dari segi sejarah dan akidah, demokrasi juga rusak dari segi pilarnya. Pilar dalam sistem demokrasi adalah assiyadah fi râ’yat atau kedaulatan di tangan rakyat. Padahal dalam Islam kedaulatan merupakan kepunyaan Allah sebagai pemilik syariat.
Syariat Islam: Solusi Tepat, Idaman Rakyat
Berdasarkan telaah salah satu bab dari kitab Nidhâm al-Iqtishâdi fi al-Islam karya Syekh Taqiyyudin An-Nabhani, ketentuan syariah Islam terkait BBM, energi dan sumberdaya alam lainnya yang menguasai hajat hidup orang banyak hakikatnya adalah milik rakyat. Hal ini di dasarkan pada sejumlah hadis. Di antaranya riwayat Ibnu ‘Abbas ra yang menuturkan bahwa Rasulullah SAW, pernah bersabda:
“Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga perkara: air, padang rumput, dan api. Harganya adalah haram” (HR Ibn Majah dan ath-Thabarani).
Berdasarkan hadis ini, ketiga jenis sumber daya alam ini adalah milik umum. Hanya saja, statusnya sebagai milik umum adalah berdasarkan sifatnya, yakni sebagai barang-barang yang dibutuhkan masyarakat secara umum (As-Siyaasah al-Iqtishadiyah al-Mutslaa, hlm. 67).
Kemudian Syekh Taqiyyudin An-Nabhani, beliau juga menuliskan di dalam kitab Asy-Syakhshiyyah al-Islaamiyyah, 3/466, bahwa dari hadis di atas bisa digali kaidah hukum: “Setiap benda/barang (sumber daya alam) yang menjadi bagian dari kebutuhan masyarakat secara luas adalah milik umum”.
Dengan demikian, masih menurut Syekh Taqiyyudin An-Nabhani di dalam kitabnya Nidhâm al-Iqtishâdi fi al-Islam, tak hanya air, api, dan padang rumput. Semua sumber daya alam yang menjadi kebutuhan masyarakat secara luas (min maraafiq al-jamaa’ah) adalah milik umum.
Karena menjadi milik umum, maka imam/khalifah (penguasa dalam sistem pemerintahan Islam) harus memberikan akses atas milik-milik umum ini kepada semua rakyatnya, baik miskin atau kaya (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustuur, hlm 365). Karena itu klaim pemerintah bahwa subsidi BBM selama ini salah sasaran karena banyak dinikmati oleh orang-orang kaya adalah alasan yang bertentangan dengan ketentuan syariah ini. Karena sebagai barang milik umum, tidak ada bedanya, baik miskin atau kaya, semua memiliki hak yang sama untuk menikmati semua sumber daya alam milik umum (yang menguasai hajat hidup orang banyak).
Syariah Islam menetapkan bahwa setiap kepemilikan umum wajib dikelola oleh negara untuk kepentingan publik. Negara boleh memberikan kepada rakyat secara gratis atau menetapkan harga murah yang hasilnya dikembalikan kepada rakyat demi kemaslahatan hidupnya. Ini karena negara hanya mewakili umat untuk mengelola barang yang menjadi milik mereka. Pengelolaan seperti ini hanya bisa diberlakukan dalam sistem pemerintahan Islam, bukan sistem demokrasi yang penuh tambal sulam.
Kesimpulan
Dengan demikian, kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM, apapun alasannya adalah kebijakan zalim yang hanya akan menambah beban rakyat yang sudah sangat berat. Kebijakan ini juga akan menimbulkan efek domino bagi rakyat seperti naiknya harga barang-barang khususnya sembako, meningkatkan angka pengangguran akibat PHK, dan meningkatkan angka kemiskinan di Indonesia.
Maka sudah saatnya mengakhiri penerapan sistem demokrasi berikut ideologi kapitalisme dan liberalisme. Karena ideologi ini telah menjadikan pengurusan hajat hidup rakyat termasuk di dalamnya masalah BBM diserahkan kepada swasta bahkan asing melalui mekanisme pasar bebas. Saatnya pemerintah mengelola BBM dan energi berdasarkan ketentuan syariah. Namun, pengelolaan ini akan menjadi sangat mustahil jika negeri ini masih terus menerapkan kapitalisme sekuler liberal. Saatnya berpaling dari demokrasi berikut kapitalisme sekuler liberal yang terbukti banyak mudaratnya menuju kepada syariah Islam yang jelas-jelas akan mendatangkan maslahat dan keberkahan.
Allah SWT berfirman, “Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta" [TQS Thaahaa [20] : 123-124].
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Yanti Ummu Yahya
Sahabat TintaSiyasi
0 Comments