TintaSiyasi.com -- Menurut pemerintah, subsidi bahan bakar minyak (BBM) terjadi pembengkakan dari Rp170 triliun menjadi Rp502 triliun. Angka ini dirasa sudah sangat besar dan menilai tak sanggup menahan beban subsidi sebesar itu (cnnindonesia.com, 03/08/2022). Subsidi untuk bahan bakar minyak ini akan menambah belanja APBN.
Hal ini membuat pemerintah dilanda dilema, pasalnya jika harga bahan bakar minyak dinaikkan akan mengikis daya beli masyarakat terutama untuk kalangan menengah ke bawah. Namun di sisi lain, besarnya subsidi yang diberikan dikhawatirkan akan memberikan efek negatif terhadap pengelolaan keuangan negara.
Dilansir dari Kompas.com (15/08/2022), Menteri Investasi atau kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia memberikan sinyal mengenai kenaikan harga bahan bakar minyak dalam waktu dekat. Karena harga minya dunia melonjak tinggi sampai 100 dollar AS per barel. Pertimbangan ini dilakukan agar APBN dapat lebih sustainable dalam menanggung subsidi BBM.
Ekonom Universitas Gadjah Mada Eddy Junarsin mengungkapkan bahwa beban subsidi BBM yang makin berat mengharuskan subsidi untuk dihitung ulang. Ia juga menambahkan jikalau mengambil alternatif lain dengan menambal subsidi BBM melalui pajak atau pendapatan lain itu masih sulit dilakukan saat ini. Kemungkinan besar kebijakan memangkas subsidilah yang akan dipilih, dampak kelanjutannya tidak hanya pada kenaikan inflasi tapi juga meningkatkan pengangguran.
Hal yang wajar keputusan ini terjadi pada sistem ekonomi kapitalisme, di mana subsidi dianggap sebagai beban negara dan menjadikan prinsip untung rugi dalam melayani rakyatnya padahal sumber daya alam ini adalah milik umum yang haruslah hasil pengolahannya dikembalikan ke masyarakat. Tapi itu hanya ilusi di sistem ini, karena aset yang dimiliki malah diberikan pengelolaannya kepada korporasi dan negara hanya sebagai regulator pembuat undang-undang saja.
Pengelolaan yang diberikan kepada asing membuat negara kehilangan pendapatan dari hasil sumber daya alam. Penyerahannya kepada korporasi juga akan membuat kehidupan rakyat makin mencekik, Ketika subsidi dicabut maka kebutuhan akan ikut naik dan pajak baru terus bermunculan. Sehingga penyebab dasar dari negara merasa terbebani untuk memberikan subsidi adalah karena tata Kelola migas yang salah yaitu dengan sistem ekonomi kapitalisme.
Namun itu semua akan kembali normal pengaturannya jika kekayaan sumber daya alam diatur dengan aturan yang benar yaitu dengan sistem Islam dalam khilafah. Dalam Islam, sumber daya alam dengan deposit yang besar seperti blok cepu, blok rokan, dan sebagainya termasuk harta kepemilikan umum yang harus dikelola oleh negara dan hasilnya didistribusikan kepada rakyat dengan merata.
Distribusi hasil pengelolaan sumber daya alam bisa diberikan secara langsung yaitu dengan subsidi migas kepada rakyat, seperti rakyat bisa mendapatkan BBM dan sumber energi lainnya dengan harga yang sangat terjangkau, karena hanya menanggung biaya produksi. Distribusi tidak langsung bisa diberikan kepada semua fasilitas sarana dan prasarana yang berkaitan dengan kebutuhan pokok secara komunal, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Begitulah cara khilafah dalam mengelola sumber daya alam, negara hadir untuk melayani untuk tercapainya kesejahteraan rakyat bukan untuk transaksi jual beli.
Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Nabila Sinatrya
Sahabat TintaSiyasi
0 Comments