Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kebocoran Data Publik?


TintaSiyasi.com -- Ting-ting. Tiba-tiba ada notification WhatsApp di handphone. Ada chat dari salah satu yayasan yang menyapa dengan nama lengkap saya. Bingunglah. Dari mana yayasan ini mengetahui nama lengkap dari pemilik handphone padahal belum pernah sama sekali berkomunikasi. Bahkan kenal dengan pemilik yayasan pun tidak. Hal itu pun dialami oleh suami.

Tiba-tiba mendapat telepon dari salah satu bank yang suami bukanlah nasabah dari bank tersebut. Si penelepon menawari suami untuk menjadi nasabah dan menawarkan berbagai macam fasilitas yang akan didapat jika menjadi nasabahnya. Aneh tetapi ini nyata dan sudah dialami oleh beberapa orang di sekitar saya. 

Kebingungan ini pun terjawab saat ada kegemparan di salah satu media sosial, Twitter bahwa telah terjadi kebocoran data kartu SIM telepon seluler. Salah satu akun bahkan menyebutkan bahwa penjual dari data tersebut mendapat kebocoran dari Kominfo RI. Namun, Sekretaris Jenderal Kominfo (Kementerian Komunikasi dan Informasi), Mira Tayyiba membantah hal tersebut (1/9/22).
 
Sedang dari Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid mengungkapkan pemerintah dalam hal ini Kementerian Kominfo perlu menjelaskan secara terbuka mengenai informasi kebocoran data ini agar tidak terjadi kepanikan di tengah-tengah masyarakat. Jika mengingat kembali, maka pada tahun 2008 pihak Kominfo memiliki program registrasi kartu SIM prabayar. Di mana masyarakat diminta melakukan pendaftaran dengan menyertakan NIK dan KK sehingga data pribadi tiap-tiap orang telah dikantongi oleh pihak Kominfo. Jadi tidak salah jika terjadi kebocoran, sorotan utama adalah dari program yang dicetus oleh Kominfo ini. Oleh karena itulah, maka diminta dengan sangat kepada pihak Kominfo untuk melakukan penyelidikan secara mendalam dan tidak lepas tangan begitu saja. 
 
Berbicara tentang kebocoran data publik maka hal ini bukanlah pertama kalinya terjadi. Tahun ini saja kebocoran data publik tidak hanya terjadi pada data kartu SIM telepon seluler tetapi juga kebocoran data PLN dilaporkan lebih dari 17 juta dan dijual ke forum peretas breached.to. Data yang bocor mencakup identitas pelanggan, nama pelanggan, tipe energi, KWH, alamat, nomor meteran, tipe meteran, serta nama unit UPI. 

Kemudian ada kebocoran data yang dialami oleh anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk, Indihome. Kira-kira ada 26 juta data yang bocor yang juga dibagikan ke forum serupa. Pada Agustus 2021, dugaan kebocoran jutaan data pribadi dalam aplikasi untuk pelaju antarprovinsi dan antarnegara di Electronic Health Alert Card (e-HAC) juga sempat meresahkan masyarakat Indonesia. Data-data yang bocor tidak hanya sekadar data yang dimuat di Kartu Tanda Penduduk, tetapi juga data hasil tes Covid-19, dan paspor. 

Pada Tahun 2020, kasus kebocoran data juga terjadi, kala itu melibatkan data 91 juta pengguna Tokopedia yang mencuat pada Mei 2020, serta 1,2 juta data pengguna Bhinneka.com dan 2,3 juta data pemilih dari Komisi Pemilihan Umum Indonesia.
 
Sebagai warga negara biasa, melihat fenomena seperti ini membuat kekhawatiran muncul. Tidak hanya terkait privasi tetapi juga terkait kenyamanan hidup dari penguntit (penjahat) atau keamanan hidup dari oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Seperti hal yang saya alami tadi. Belum lagi terkait dengan penipuan yang memanfaatkan iba korban sehingga dengan mudahnya mengikuti permintaan tersangka. Hal semacam ini sudah massif terjadi, sehingg pemerintah harus bertindak tegas agar tidak terjadi kembali, bukan malah saling menyalahkan atau berlepas tangan.
 
Mengapa hal ini termasuk tugas pemerintah? Karena pemerintahlah yang membuat sistem untuk mendata penduduknya dan memberikan fasilitas hidup penduduknya melalui data yang telah dibuat itu. Maka jika sampai terjadi kebocoran data oleh pihak swasta maka pemerintahlah yang bertanggung jawab penuh untuk menyelidikinya sehingga memberikan hukuman yang setimpal pada pelaku termasuk pihak swasta tersebut. Apalagi kalau sampai terjadi transaksi jual beli data oleh oknum dengan pihak swasta itu. Bukankah itu termasuk sebuah pengkhianatan kepada negara? Oknum yang ditunjuk oleh pemerintah dan diberikan sebuah amanah untuk menjaga eh malah dengan mudahnya memberitahu kepada pihak swasta tanpa ijin negara. Lalu bagaimana jika tindakan oknum ini telah mendapat ijin? Nah, jika demikian, kepada siapa lagi hendaknya rakyat harus percaya. []


Oleh: Dwi R. Djohan
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments