Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Konversi Gas ke Listrik, Kebijakan Rezim Kian Mencekik


TintaSiyasi.com -- Masih lekang dalam ingatan bagaimana konversi minyak tanah ke gas pada tahun 2007 yang lalu. Kebutuhan masyarakat terhadap minyak tanah yang kian besar menyebabkan minyak tanah mulai langka dan harganya melambung tinggi. Padahal subsidi yang diberikan sudah melebihi anggaran sehingga pemerintah membuat kebijakan agar masyarakat beralih ke gas. Konversi dimulai dengan melakukan penyuluhan sampai membagi-bagikan kompor gas gratis kepada masyarakat kurang mampu. Harapannya agar masyarakat mau beralih menggunakan gas. Setelah sukses dengan kebijakan tersebut, perlahan minyak tanah mulai hilang dari pasaran. Akankah sejarah kembali terulang? 

Saat ini pemerintah kembali membuat kebijakan konversi gas ke listrik. Dimulai dengan membagi-bagikan satu paket berupa kompor listrik beserta panci dan wajannya. Kemudian mengurangi bahkan menarik peredaran gas elpiji tiga kilogram di beberapa daerah. Penarikan dilakukan secara bertahap terutama di daerah yang masyarakatnya telah menerima paket kompor listrik (Katadata.com).

Konversi gas ke listrik adalah bukti bagaimana kebijakan demi kebijakan yang dibuat rezim terasa kian mencekik. Padahal sebelumnya pemerintah telah menaikkan harga BBM bersubsidi sebanyak 30% sehingga menyebabkan kenaikan harga transportasi hingga kebutuhan pokok.

Namun tak cukup sampai disitu, pemerintah juga akan menarik gas elpiji tabung melon agar tak lagi memberi subsidi pada rakyat miskin. Makanya rakyat diminta beralih menggunakan kompor listrik untuk mengurangi beban APBN. 
Sungguh miris nasib rakyat kecil di negeri ini. Negeri yang mendapat julukan zamrud khatulistiwa karena keindahan alam dan kekayaannya yang berlimpah, tapi ternyata tidak membuat rakyatnya hidup sejahtera. Sudah sulit mencari lapangan kerja ditambah harga-harga yang terus mengalami kenaikan membuat rakyat miskin kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya. Apalagi ditambah dengan beban pajak dan lain sebagainya seolah membunuh rakyat pelan-pelan. Ibarat tikus mati di lumbung padi, kekayaan alam yang dimiliki negara ini tak mampu menjamin kesejahteraan rakyat. 

Para penguasa yang seharusnya mengayomi rakyat malah terus menzalimi dengan membuat kebijakan-kebijakan yang memberatkan. Rakyat dianggap sebagai beban dan pemerintah selalu berhitung untung rugi dalam mengurus rakyat. 


Sistem yang Salah

Kesengsaraan ini berawal dari diterapkannya kapitalisme sehingga terjadi kapitalisasi pada seluruh kekayaan alam di negeri ini. Kekayaan alam yang seharusnya dikelola oleh negara malah diserahkan kepada pihak swasta baik lokal maupun asing. Inilah yang menyebabkan negara kehilangan sumber pendapatan terbesarnya. 

Kemudian negara menjadikan pajak dan utang luar negeri sebagai sumber pemasukan. Utang yang terus membengkak telah menggerus anggaran APBN. Sehingga pemerintah terus mencari cara untuk membayar utang dengan mengurangi subsidi kepada rakyat miskin dan meningkatkan pajak. 

Rakyat kecil terus ditindas karena dianggap sebagai beban, namun di sisi lain para penguasa terus berfoya-foya. Gaji dan tunjangan para pejabat yang fantastis ditambah dengan berbagai fasilitas yang luar biasa membuat kehidupan mereka sangat mewah. Berbanding terbalik 180° dengan kehidupan rakyatnya. 

Maka wajar bila mereka tidak peka dengan kesulitan rakyat karena mereka tak pernah merasakan hidup susah. Bahkan dari statemen yang mereka keluarkan selalu menyakiti hati rakyat dan tidak memberikan solusi sama sekali. Tatkala beras mahal, rakyat disuruh diet. Ketika minyak goreng mahal, rakyat disuruh makan rebusan. Saat BBM mahal, rakyat disuruh jalan kaki. Mirisnya lagi, rakyat dibilang tidak bisa mengelola keuangan dengan baik. Padahal apa yang mau dikelola kalau uangnya saja tidak ada? 


Kembali pada Islam

Kesulitan demi kesulitan yang dirasakan seharusnya membuat umat Islam sadar bahwa sistem buatan manusia tidak akan pernah membawa kemaslahatan dan hanya mendatangkan kerusakan dan kesengsaraan. Maka saatnya kita kembali kepada sistem buatan Allah yaitu Islam. Karena Allah yang telah menciptakan alam semesta, manusia dan kehidupan pasti Dia tahu aturan yang terbaik untuk manusia. 

Dalam sistem Islam, kekayaan alam adalah milik umum maka tidak diperbolehkan individu atau perusahaan mengelolanya. Sumber daya alam hanya boleh dikelola oleh negara dan hasilnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api" (HR. Abu Daud dan Ahmad).

Pada masa Rasulullah datang seorang bernama Abyadh meminta izin untuk penguasaan lahan berupa tambang garam, lalu Rasulullah mengizinkannya. Kemudian seorang sahabat mengingatkannya dengan berkata: "Ya Rasulullah apakah Engkau tahu bahwa yang Engkau serahkan adalah sesuatu yang seperti air mengalir?" Maka Rasulullah mengambil kembali lahan tersebut, sebab tidak boleh sumber daya alam yang menjadi milik umum dikuasai oleh satu atau segelintir orang. 

Selain itu, sistem Islam melahirkan pemimpin yang bertakwa dan amanah. Pemimpin yang bertakwa senantiasa takut kepada Allah dan berpegang teguh kepada syariat Islam. Kekuasaan baginya adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah di akhirat nanti. Sehingga dia tidak akan menzalimi rakyatnya karena berpegang pada sabda Rasulullah SAW: "Ya Allah, siapa saja yang mengurusi urusan dari umatku, lalu ia membuat susah umatku, maka susahkanlah dia. Dan siapa saja yang mengurusi urusan dari umatku, lalu ia sayang pada umatku, maka sayangilah ia” (HR. Muslim). Maka pemimpin dalam sistem Islam akan sungguh-sungguh dalam mengurus rakyatnya. 

Dengan demikian negara Islam akan mengelola sendiri seluruh kekayaan alam milik umum dan hasilnya diberikan kepada rakyat baik secara langsung berupa penyediaan BBM, gas dan listrik murah, maupun berupa pelayanan publik, serta jaminan kesehatan dan pendidikan gratis. Pelayanan ini diberikan kepada seluruh rakyat tanpa memandang dia muslim atau non-Muslim dan kaya atau miskin. 

Bahkan negara juga harus memastikan seorang kepala keluarga mempunyai penghasilan agar dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Sehingga tidak ada lagi rakyat yang kelaparan, putus sekolah dan tidak bisa berobat. Bahkan pada masa kekhilafahan Umar bin Abdul Aziz, tidak ada rakyat yang mau menerima zakat karena sudah tercukupi seluruh kebutuhan hidupnya. 

Oleh karena itu, kembalilah kepada sistem Islam yang pasti akan membawa kemaslahatan dan keberkahan bagi manusia. Apabila seluruh penduduk negeri beriman dan menjalankan syariat Islam, maka Allah akan menjadikan negeri tersebut menjadi baldatun thayibatun wa rabbun ghafur. 

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Rosmita
Pemerhati Kebijakan Publik
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments