Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Menyoal Wacana Penghapusan Daya Listrik 450 VA


TintaSiyasi.com -- Baru-baru ini, wacana pengalihan daya listrik kelompok rumah tangga miskin dari 450 Volt Ampere (VA) ke 900 VA mengemuka. Artinya, daya listrik 450 VA berpotensi akan dihapus. Wacana tersebut diusulkan oleh Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dalam rapat bersama Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan. Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah mengatakan, jika kebijakan tersebut direalisasikan, tentu perubahan daya ke 900 VA tidak bisa serta merta diterapkan. Sebab, kebijakan tersebut membutuhkan penyesuaian data terkini penerima subsidi, serta perlu menyesuaikan dengan tingkat kebutuhan pelanggan tersebut (kompas.com).

Alasan penghapusan daya listrik 450 VA adalah adanya over supply atau kelebihan kapasitas daya listrik. Diperkirakan hingga 2030 terdapat over supply hingga 41 GW (gigawatt). Sedangkan, dalam setahun terdapat kelebihan sekitar 1 GW, dan PLN harus menanggung over supply daya listrik sebesar Rp 3 trilyun pertahun. Untuk mengurangi over supply daya listrik, PLN melakukan upaya peningkatan konsumsi daya listrik, menaikkan daya 450 VA menjadi 900 VA, dan dari 900 VA menjadi 1200 VA. Kebijakan ini diklaim akan menaikkan jumlah konsumsi daya listrik masyarakat.

Masalah over supply daya listrik bermula dari kontrak kerja sama PLN dengan swasta dalam proyek ambisius 35 ribu MW yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo. Untuk merealisasikan mega proyek ini, dibutuhkan dana sebesar Rp1.189 trilyun. Guna menghemat beban pembiayaan, PLN akan menggandeng pihak swasta. Sisanya, 10 ribu MW akan ditangani oleh PLN. Semua pasokan listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik swasta harus dibeli oleh PLN, belum lagi utang PLN sekitar Rp450 T.

Pertanyaannya, mengapa lagi-lagi rakyat yang harus menanggung beban? Padahal persoalan over supply daya listrik itu merupakan kesalahan pengelolaan listrik oleh PLN. Sangat tidak adil apabila PLN yang mengalami over supply, tetapi konsumen (masyarakat) yang harus menanggung biaya dari kelebihan tersebut melalui kenaikan daya listrik. Meski pemerintah mengklaim tidak akan ada penambahan tarif listrik dan subsidi tetap lanjut, tetap saja hal ini memberatkan masyarakat. Pasalnya, penambahan daya listrik jelas akan menambah biaya tarif listrik rumah tangga tiap bulannya.

Penambahan daya listrik untuk masyarakat miskin dan rentan miskin juga tidak akan meningkatkan taraf hidup mereka. Tidak ada urgensi menaikkan daya 450 VA ke 900 VA, sebab dengan daya 450 VA sebenarnya sudah mencukupi kebutuhan listrik rumah tangga masyarakat bawah. Jangankan melengkapi peralatan elektronik di rumah, untuk memenuhi kebutuhan pokok saja harus bersusah payah. Jadi, sangat tidak relevan dengan fakta jika kebijakan mengubah daya listrik 450 VA menjadi 900 VA diberlakukan.

Sungguh miris nasib rakyat yang hidup di bawah kapitalisme sekuler saat ini. "Indonesia dalam derita" sepertinya cocok menjadi headline news di media massa negeri ini. Sudah jatuh tertimpa tangga, rakyat tengah berduka dan kelimpungan mengatasi efek domino kenaikan harga BBM, kini ditambah dengan wacana dihapuskannya tarif listrik 450 VA. Hal ini tentu menambah deretan derita rakyat, jerit tangis rakyat nyaris tak terdengar karena air mata telah kering dan suara pun parau.
 
Sebagai seorang Muslim, sudah seharusnya kita kembalikan segala problematika umat pada solusi Islam. Islam adalah agama sempurna yang memiliki sistem lengkap untuk mengatur segala aspek kehidupan. Adapun terkait kelistrikan, Islam pun punya solusi, di antaranya sebagai berikut:

Pertama, mendudukkan posisi sumber daya energi termasuk kelistrikan sebagai kepemilikan bersama rakyat. Maka, satu-satunya yang berhak mengelola energi listrik adalah negara melalui instansi atau perusahaan negara. Negara tidak berhak mengundang pihak swasta yang berparadigma keuntungan sebagai investor. Swasta hanya diposisikan dengan akad ijarah, negara bisa menyewa peralatan canggih atau tenaga ahli dari pihak swasta, tapi tidak boleh menyerahkan pengelolaan SDA sepenuhnya kepada swasta. 

Kedua, untuk mengelola sumber energi kelistrikan yang bahan bakunya batu bara dan BBM, semuanya diletakkan sebagai sumber energi milik umum. Artinya, negara tidak akan membeli batu bara dari perusahaan swasta.

Ketiga, pendanaan negara harus kuat, sehingga negara tidak akan terjerat ke dalam utang yang menjadikan posisi negara lemah. Sumber pendapatan negara dalam Islam sangat beragam, berbeda dengan sumber pendapatan negara sekuler saat ini yang bertumpu pada pajak. Sebagai contoh, ketika Sultan Muhammad Al Fatih ingin menghancurkan benteng Konstantinopel, yang tentu membutuhkan dana sangat besar. Namun, Kesultanan Utsmaniyah berani mengontrak Orban dan membiayai proyek pembuatan meriam raksasa tercanggih pada zaman itu, demi meruntuhkan benteng Konstantinopel.

Keempat, semua potensi umat baik dari segi dana, teknologi dan ilmu pengetahuan akan dihimpun oleh negara Islam guna melakukan revolusi industri energi dan industri perang secara besar-besaran. Hal ini dilakukan agar kaum muslim dengan negaranya menjadi terdepan di dunia, serta menunjang aktivitas politik luar negerinya, yakni dakwah dan jihad.

Dalam Islam, tugas negara ialah menjamin dan memenuhi kebutuhan masyarakat dengan layak. Apalagi dalam aspek kekayaan milik bersama seperti BBM dan listrik, tugas negara adalah mengelola kekayaan tersebut dengan baik agar seluruh lapisan masyarakat dapat menikmati dan memanfaatkannya. Kepemimpinan adalah konsep pemeliharaan urusan rakyat yang tidak hanya berdimensi dunia tetapi juga akhirat. Penguasa mendapatkan amanah mengurus rakyatnya dan setiap amanah pasti diminta pertanggungjawabannya. Hanya dengan pengaturan Islam sajalah, tugas pokok dan fungsi negara dapat berjalan dengan optimal. Kepemimpinan bukan sebagai ajang memperkaya diri dengan kedudukan dan jabatan yang dimilikinya, melainkan tanggung jawab dan hisab yang berat di akhirat kelak. Tentu saja semua itu hanya akan terwujud bila landasan negaranya berasaskan pada akidah Islam, dan selanjutnya menerapkan Islam secara paripurna. 

Allahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Fera (Ummu Fersa)
Pemerhati Kebijakan Publik
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments