Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Makin Meresahkan, L98T Mulai Dilegalkan


TintaSiyasi.com -- LGBT yang merupakan perilaku menyimpang ini, makin dilegalkan, terutama di negara Barat. Beberapa negara di Asia belakangan ini juga tak mau kalah, ikut melegalkannya, khususnya pemberian undang-undang nasional yang mengatur pernikahan sesama jenis.

Taiwan, Thailand, Vietnam, Singapura, dan Nepal adalah negara-negara di Asia yang melegalkan LGBT, rata-rata negara tersebut memberikan pengakuan hukum terhadap pernikahan sesama jenis. Ada juga negara seperti Brunei, Malaysia, Iran, dan Arab Saudi memberikan hukuman bagi para pelaku penyimpang ini. Sebagian besar negara di Asia meski tidak melegalkan LGBT, namun memberikan kebebasan terhadap para pelakunya melakukan aktivitas penyimpangannya.

Terkait dengan beberapa negara di kawasan Asia Tenggara yang akhirnya mengeluarkan kebijakan melegalkan pernikahan LGBT, pemerintah Indonesia diharapkan tidak terpengaruh untuk melakukan hal yang sama yakni memberikan status legal kepada pernikahan sesama jenis. Namun, jika kita melihat sekarang ini, aktivitas dan pergerakan kaum pelangi di Indonesia makin masif, makin bebas diperlihatkan di tengah-tengah masyarakat. Terbukti dari tontonan, media sosial, media digital bahkan di perayaan peringatan kemerdekaan, kaum ini diberi panggung untk menunjukkan eksistensi mereka. Para aktivis kaum sodom ini pun makin gencar menyampaikan ide-ide mereka dengan propaganda yang dibalut HAM agar mereka diterima dan diakui. 

Para ulama tak tinggal diam, mereka senantiasa mengingatkan akan kemaksiatan kaum LGBT, penolakan oleh berbagai ormas, LSM dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun bergulir. Kekhawatiran masyarakat tentang gerakan kaum LGBT ini bukan tanpa alasan, karena tujuan akhir dari perjuangan gerakan LGBT ini adalah legalisasi perkawinan sejenis. 

Menjadi pertanyaan besar bagi kita, sejauh mana pemerintah mampu bertahan dengan tidak mengeluarkan kebijakan yang mendukung para pelaku maksiat ini? Karena kita sangat paham bahwa saat ini, negeri kita berada dalam sebuah sistem yang di sana tak memakai aturan Ilahi, meski mayoritas penduduknya Muslim, meski sebagian besar rakyatnya masih melakukan ibadah-ibadah mahdah yang menunjukkan keislamannya. Tak lain dan tak bukan karena kuatnya cengkeraman sekularisme di tubuh kaum Muslim sehingga aturan-Nya hanya pada batasan ibadah saja, bukan pada aspek kehidupan. Bahkan tak menutup kemungkinan bahwa pelaku LGBT juga seorang Muslim. 


LGBT dan HAM 

Perilaku LGBT yang dilakukan sejumlah orang menjadi polemik di kalangan masyarakat luas, baik secara internasional maupun nasional. Ada yang pro dan ada yang kontra. Kalangan yang mendukung (pro) LGBT berdalih pada Hak Asasi Manusia (HAM), sedangkan kalangan yang tidak mendukung (kontra) berdalih pada aturan agama dan moral. 

Bagaimana bisa LGBT harus dilindungi eksistensinya dengan dalih Hak Asasi Manusia? Padahal homoseksual adalah perbuatan durhaka, puncak dari pada segala keburukan dan kekejian. Kita hampir tidak mendapatkan seekor binatang jantan mengawini seekor binatang jantan lainnya. Akan tetapi keganjilan tersebut justru terdapat di antara manusia. Oleh sebab itu, maka dapatlah dikatakan bahwa keganjilan tersebut merupakan suatu noda yang berhubungan dengan moral yaitu suatu penyakit psikhis yang berbahaya yang mencerminkan suatu penyimpangan dari fitrah manusia, yang mengharuskan untuk di ambil tindakan yang keras terhadap pelakunya.

Larangan homoseks dan lesbian yang disamakan dengan perbuatan zina dalam ajaran Islam, bukan hanya karena merusak kemuliaan dan martabat kemanusiaan, tetapi resikonya lebih jauh lagi, yaitu dapat menimbulkan penyakit kanker kelamin, AIDS, dan sebagainya. Tentu saja perkawinan waria yang telah menjalani operasi penggantian kelamin dengan laki-laki, dikategorikan sebagai praktik homoseksual, karena tabiat kelaki-lakiannya tetap tidak bisa diubah oleh dokter, meskipun ia sudah memiliki kelamin perempuan buatan. Tentu saja semua itu tidak memberikan ketentraman bagi masyarakat, maka bagaimana bisa dikatakan pro LGBT sama dengan pro HAM. 


LGBT dan Islam

Allah menciptakan manusia sesuai fitrahnya, yaitu makhluk hidup yang berpasang-pasangan dan mengatur tentang kecenderungan orientasi seksualnya didasarkan pada pasangannya, dan mengembangkan keturunan antara suami dan istri melalui pernikahan. Ketentuan ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur'an surah An-Nisa’ ayat 1: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu.”
 
Ketentuan berpasang-pasangan sudah Allah tetapkan maka jika ada yang tak sesuai dengan ketetapan tersebut maka dikatakan sebuah perilaku menyimpang. Dan pasti setiap penyimpangan akan mendapat murka dari Allah SWT. Al Qur'an mengisahkan bagaimana kaum sodom diazab begitu mengerikan oleh Allah akibat tidak mau bertobat dari perilaku menyimpang mereka. 

Oleh karenanya sebagai Muslim yang bertakwa, sudah pasti akan menolak segala tindakan kemaksiatan yang bisa menjadi penyebab Allah turunkan azab-Nya di dunia. Seharusnya nahi mungkar dalam masyarakat ada agar ketenteraman hidup terjaga. Dan tentu saja negara sebagai institusi yang diberi amanah untuk mengayomi rakyatnya harus melaksanakan pengurusan itu dengan tepat. Jika ada rakyatnya yang melakukan keburukan harusnya diambil tindakan sesuai dengan apa yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah, bukan melindungi, mendukung, bahkan memfasilitasi kemaksiatan tersebut.

Seandainya saja setiap Muslim betul-betul kembali pada kehidupan Islam di mana syariat itu tegak maka hal-hal semacam LGBT tentu tak ada, apalagi jika dikuatkan dengan institusi pemerintahan yang menjalankan fungsinya sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah, maka di situlah bisa ditemukan kehidupan yang penuh keberkahan, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. []


Oleh: Ema Darmawaty
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments