Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Lindungi Anak dari Disforia Gender


TintaSiyasi.com -- Gender dysphoria (disforia gender) adalah suatu kondisi yang menyebabkan seseorang mengalami ketidaknyamanan atau rasa tertekan karena ada ketidakcocokan antara jenis kelamin biologis dengan identitas gender mereka. Kondisi ini sebelumnya dikenal sebagai gangguan identitas gender.

Seiring perkembangan zaman, perilaku ini makin marak. Salah satunya apa yang terjadi baru-baru ini. Viral ada seorang calon mahasiswa yang tidak mau menyatakan jenis kelaminnya, alias berjenis kelamin netral. Hingga akhirnya diusir dosen yang melakukan seleksi penerimaan mahasiswa baru. Sontak saja publik menjadi terhenyak, betapa parah paham kebebasan yang menjangkiti generasi saat ini.

Jenis kelamin manusia yang hanya dua atau biner (laki-laki dan perempuan) digugat, dianggap tidak mengakomodasi hak manusia nonbiner. Yang dikenal sebagai wanita-pria (pria yang berperilaku wanita) dan pria-wanita (wanita berperilaku pria). Atas nama hak asasi manusia mereka minta diakui keberadaannya secara legal. Mereka berupaya menjadikan perilaku menyimpang ini sebagai suatu penyakit "disforia gender" yang harus dirangkul dan disembuhkan bukan lagi sebagai tindak kriminal sehingga harus dikenakan sanksi tegas.

Gerakan melawan kodrat ini semakin membesar seiring sistem yang diterapkan di negeri ini berlandaskan Pancasila bercorak kapitalisme sekuler. Di mana agama dijauhkan dalam kehidupan dan dalam mengatur negara. Arus global kapitalisme tak kuasa ditolak oleh bangsa ini ketika Islam tidak diambil sebagai "way of life".

Dampaknya masyarakat semakin jauh dari nilai-nilai agama yang memberikan batasan perilaku, mana yang halal dan haram. Hawa nafsu akhirnya menjadi penentu perbuatan. Tentu saja kebenaran sangat nisbi atau relatif jika ditentukan oleh manusia, tidak ada panduan baku. Sebab kebenaran yang mutlak pasti ditentukan oleh nilai-nilai agama yaitu Islam.

Apa yang terjadi jika manusia mengalami ketidakpuasan terhadap jenis kelaminnya? Manusia akan terjebak dalam kerusakan perilaku yang pastinya akan membawa kesengsaraan baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia akan dihantui kegelisahan hidup karena menentang qodrat dan di akhirat akan mendapat siksa yang sangat pedih.

Hal ini pernah diungkapkan pelaku transgender. Ada seorang pria yang ingin berubah menjadi wanita cantik dengan operasi plastik hingga beberapa kali, meski sudah cantik ternyata ia merasa belum mencapai tujuannya yaitu dicintai oleh pria. Ada juga seorang wanita yang mengganti alat kelamin menjadi pria ternyata ia juga tidak puas menjadi pria hingga akhirnya kembali ke jenis kelamin asal. Ini menunjukkan bahwa prasangka manusia yang melanggar qodrat itu bukan hal baik pada manusia itu sendiri.

Selain itu, perubahan jenis kelamin menyebabkan penyimpangan berikutnya yaitu hubungan sesama jenis. Akibatnya berbagai jenis penyakit pun muncul dari perilaku menyimpang ini, seperti HIV/AIDS, Neisseria meningitidis, Shigella flexneri, dan lain-lain. Lebih bahaya lagi adalah penularan perilaku menyimpang ini di tengah masyarakat sehingga mengundang azab dan murka Allah SWT.

Sebagaimana yang terjadi pada masa Nabi Luth as. Mereka melakukan perbuatan keji, melakukan hubungan sejenis hingga Allah SWT menimpakan azab berupa hujan batu dan gempa kepada kaum sodom, di masa Nabi Luth as tersebut. Turunnya azab Allah SWT kepada kaum yang dilaknat-Nya tercantum dalam firman-Nya : 

"Dan tatkala datang utusan-utusan Kami (para malaikat) itu kepada Luth, dia merasa susah karena (kedatangan) mereka, dan (merasa) tidak punya kekuatan untuk melindungi mereka dan mereka berkata: "Janganlah kamu takut dan jangan (pula) susah. Sesungguhnya kami akan menyelamatkan kamu dan pengikut-pengikutmu, kecuali istrimu, dia adalah termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Sesungguhnya Kami akan menurunkan azab dari langit atas penduduk kota ini karena mereka berbuat fasik" (Q.S Al-Ankabut : 33-34).

Dalam hadis Rasulullah SAW juga melarang keras laki-laki menyerupai wanita dan sebaliknya. Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata,

Rasulullah SAW melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Bukhari no 5885).

Maka jelaslah bahwa ketidakpuasan laki-laki dan perempuan akan qodratnya merupakan tidak kriminal dalam Islam, haram hukumnya dan harus dikenakan sanksi berupa takzir yang ditetapkan oleh hakim yang adil.

Terlebih jika sampai terjadi hubungan sejenis baik gay maupun lesbi maka Islam akan memberikan sanksi yang tegas. Baik berupa takzir untuk pelaku lesbi maupun hudud bagi gay.

Terdapat beberapa hadis yang menjelaskan hukuman pelaku homo:

Pertama, mereka mendapatkan laknat.

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Allah melaknat manusia yang melakukan perbuatan homo seperti kaum Luth… Allah melaknat manusia yang melakukan perbuatan homo seperti kaum Luth… 3 kali (HR. Ahmad 2915 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).

Kedua, dihukum bunuh, baik yang jadi subjek maupun objek.

Dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah SAW bersabda,

Siapa menjumpai orang yang melakukan perbuatan homo seperti kelakuan kaum Luth maka bunuhlah pelaku dan objeknya!” (HR. Ahmad 2784, Abu Daud 4462, dan disahihkan al-Albani).

Maka sudah selayaknya semua pihak menyadari bahaya disforia gender ini, sehingga dibutuhkan kerjasama berbagai pihak untuk melindungi anak dari peraku yang menyimpang tersebut. Adapun langkah yang bisa ditempuh adalah sebagai berikut :

Pertama, tanamkan pada seluruh anak bahwa jenis kelamin yang dimiliki manusia hanya ada dua yaitu laki-laki dan perempuan. Tidak ada yang jenis kelamin yang lain. Bila ada kelamin yang ganda maka akan diputuskan kelamin yang dominan pada seseorang tersebut. Bukan didasarkan keinginan manusia.

Hal ini sebagaimana firman Allah SWT:

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak” (QS. An-Nisa [4] : 1).

Kedua, harus juga dipahamkan bahwa jenis kelamin adalah salah satu ketetapan Allah SWT yang wajib diterima dengan keridhaan. Hal ini merupakan qadha (ketetapan) bukan pilihan yang diberikan kepada manusia. Haram hukumnya menolak qadha yang telah ditetapkan-Nya.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Quran Surat Al-Furqan ayat 2 yang berbunyi: "Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya" (QS: Al Furqan: 2).

Ketentuan Allah SWT merupakan hal terbaik yang diberikan kepada kita.

Hal ini karena Allah SWT mengingatkan kita dengan sebuah firman-Nya :

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS. Al-Baqarah: 216).

Ketiga, anak juga harus diajarkan bagaimana menumbuhkan kebanggaan dengan jenis kelamin yang dimiliki karena Allah SWT menjadikan kemuliaan manusia bukan pada jenis kelaminnya namun ketakwaannya. 

Hal ini dikabarkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:

"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti" (QS. Al Hujurat [49] : 13).

Keempat, anak-anak harus dipahamkan tujuan diciptakan manusia dengan jenis kelamin yang berbeda adalah untuk melestarikan keturunan manusia. Bukan sekedar mencari kenikmatan sesaat. Dengan begitu tanggung jawab manusia sebagai pemimpin di dunia bisa ditunaikan. 

Sebagaimana firman-Nya:

"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi" (QS Al Baqarah: 30).

Kelima, anak harus diajarkan tentang hak dan kewajiban manusia sesuai kodratnya masing-masing. Baik sebagai laki-laki ataupun perempuan yang pasti berbeda. Dimana perbedaan tersebut bukan bentuk diskriminasi antara laki-laki dan perempuan namun bentuk sinergi antara laki-laki dan perempuan, disamping kesamaan kewajiban sebagai manusia.

Seperti halnya perempuan berperan mengandung dan melahirkan sementara laki-laki berperan mencari nafkah. Tentu ini bukan berarti Islam merendahkan perempuan, namun sebaliknya sangat memuliakan peran perempuan sebagian ibu, pencetak pemimpin masa depan sehingga harus disuport dengan memberikan nafkah yang terbaik oleh laki-laki.

Keenam, anak juga harus diajarkan bagaimana mengoptimalkan diri menjalankan seluruh kewajiban masing-masing sesuai aturan Islam. Sehingga kebahagiaan dan ketentraman manusia baik laki-laki maupun perempuan dapat tercipta.

Seluruh langkah ini, tentu saja tidak bisa dibebankan kepada orang tua semata namun butuh peran lembaga pendidikan dan juga negara yang menjadikan Islam landasan dalam membangun generasi. Negara itu adalah khilafah Islam bukan yang lain. Tanpa khilafah penjagaan terhadap generasi tentu akan sangat berat, meski tidak mustahil. Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Diana Wijayanti
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments