Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kritik Kenaikan BBM

TintaSiyasi.com -- Presiden Jokowi resmi menaikkan harga BBM bersubsidi, yakni pertalite dan solar (CNN Indonesia, sabtu 22 september 2022). Kenaikan ini berlaku pada sabtu 3/9/2022 pukul 14.30 WIB. Menurut Jokowi hal ini berkenaan dengan peningkatan subsidi dari APBN. "Yaitu mengalihkan subsidi BBM sehingga harga beberapa jenis BBM yang selama ini dapat subsidi mengalami penyesuaian," kata dia.

Pemerintah memutuskan menyesuaikan harga BBM subsidi Pertalite menjadi dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter, kemudian Solar subsidi dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per liter. Sri mulyani mengatakan  bahwa alasan kenaikan BBM karena tidak tepat sasaran yang sebagian besarnya dinikmati oleh orang kaya. 

Kenaikan BBM memiliki dampak yang sangat signifikan bagi kebutuhan hidup rakyat. Dari kenaikan harga pangan sampai berdampak pada pemutusan tenaga kerja (PHK).  Dampak ini sangat logis akan terjadi, karena BBM adalah sumber energi. Di berbagai sektor pasti membutuhkan BBM. Misalnya di sektor pangan, BBM digunakan untuk transportasi ketika mendistribusikan bahan-bahan pangan di daerah-daerah lain. Sehingga jika BBM naik pasti biaya transportasi naik sehingga berdampak pada harga bahan pangan naik.

Di sektor industri, kenaikan BBM akan membuat biaya produksi membengkak. Sehingga beban biaya pabrik akan bertambah. Sehingga  memicu PHK besar-besaran. Karena PHK adalah langkah yang sangat mungkin dilakukan oleh pabrik. Demi efisiensi proses produksi. Khususnya industri manufaktur, pertanian dan petrokimia. Efek domino lainnya kenaikan bbm memicu terjadinya inflasi. BPS (badan pusat statistik) mencatat, kenaikan BBM nonsubsidi mulai April 2022 memberikan andil sekitar 19 hingga 20 persen terhadap inflasi secara umum (bisnis.com, 2/9/2022).

Tentu keputusan kenaikan BBM ini berpotensi meningkatkan inflasi ke depan. Sehingga  daya beli masyarakat rendah karena harga pangan yang melonjak tinggi, di samping itu PHK terjadi secara massal, dan ekonomi nasional mengalami stagflasi. Imbasnya akan berpengaruh pada kondisi sosial yaitu, makin meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran.

Negara salah kelola sektor migas karena diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme. Di sistem kapitalis, sumber daya alam legal dikuasai oleh swasta. Sehingga merekalah yang mengendalikan pengelolaan migas dari hulu ke hilir. Akibatnya, kapitalisasi dan liberalisasi migas tidak terelakkan. Sedangkan  penguasa di dalam sistem ini  bukan sebagai periayah (pengurus) umat. Melainkan sebagai regulator pemulus jalan keinginan para korporat. 

 Harusnya migas adalah SDA yang notabenenya adalah kekayaan milik rakyat yang harusnya bisa dinikmati oleh rakyat. Padahal jika mereka ingin mengelola SDA migas secara benar. Blok-blok migas lebih dari cukup memenuhi kebutuhan negeri ini. Kondisi ini sangat kontras dengan pengelolaan bbm dalam sistem Islam (khilafah). Sistem khilafah menempatkan negara sebagai periayah (pengurus) kebutuhan umat. Sedangkan sumber daya alam  sepenuhnya akan dikelola oleh negara untuk kebutuhan rakyat.

Sehingga, khilafah tidak akan memberi celah kepada para korporat untuk menguasai SDA. Rasulullah SAW bersabda, “Kaum Muslim berserikat pada tiga hal yakni air, padang rumput, dan api. Dan harganya adalah haram” (HR. Ibn Majah). Dari sini jelas bahwa migas adalah jenis harta kepemilikan umum yang tidak bisa dimanfaatkan langsung oleh rakyat.  Sehingga  supaya rakyat bisa menikmati hasilnya, negara harus menyediakan teknologi canggih, tenaga ahli yang terampil dan biaya yang besar untuk mengelolanya. Dalam hal ini syariat menetapkan hanya negara yang berhak  mengeksplorasi, mengeksploitasi, dan mengelola harta tersebut sebagai wakil rakyat. 

Negara khilafah akan mengembalikan hasil SDA ini dalam dua mekanisme. Pertama secara langsung, yaitu khilafah memberikan subsidi energi seperti BBM, listrik, dan sejenisnya. Sehinga rakyat bisa memenuhi kebutuhan energi  mereka dengan harga yang terjangkau. Karena negara khilafah hanya membebankan biaya produksi saja. 

Kedua, secara tidak langsung. Khilafah boleh menjual migas kepada industri dengan harga yang wajar. Atau menjualnya keluar negeri dengan mendapat keuntungan maksimal. Hasil keuntungan  ini akan masuk ke dalam pos kepemilikan umum yaitu Baitul Mal. Dari dana pos ini, khilafah bisa menjamin kebutuhan dasar publik seperti, pendidikan kesehatan dan keamanan secara mutlak. Alhasil semua  warga khilafah bisa menikmati layanan tersebut dengan gratis.

Konsep pengelolaan migas dalam khilafah akan menghilangkan efek domino kenaikan BBM akibat penerapan sistem kapitalis.  

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Yuli Fikriyah
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments