Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mencari Dukungan dari Rakyat di Tengah Kisruh yang Mencuat


TintaSiyasi.com -- Kontestasi politik mulai menggeliat seiring dengan pesta pilpres yang akan diadakan pada tahun 2024 mendatang.
Partai-partai politik sudah membuat strategi bakal calon yang akan diusung, entah jadi calon Presiden atau wakilnya.

Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden diatur dalam Pasal 6A dan Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan oleh Undang-Undang tentang Pemilihan Umum. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sedikitnya 20% kursi Dewan Perwakilan Rakyat atau sedikitnya 25% suara nasional pada pemilihan umum sebelumnya. 

Dalam kesempatan lain kandidat dari partai Gerindra dan PDIP digadang-gadang akan bersanding pada Pilpres nanti.
Sinyal untuk bisa bekerja sama dalam pemilihan presiden 2024 secara terbuka disampaikan oleh Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto saat menerima kunjungan Ketua DPP PDI Perjuangan (PDI-P) Puan Maharani pada Minggu kemarin.

Keduanya bahkan menyatakan akan terus membangun komunikasi politik.
Prabowo menyatakan, komitmen untuk terus membangun komunikasi dengan PDI-P tak lain untuk kepentingan rakyat, bangsa, dan negara. Dia juga menyampaikan bahwa pertemuan ini merupakan sesi awal memasuki musim politik jelang Pemilu 2024 (Kompas.com, 04/09/2022).

Di tengah carut-marutnya kondisi perekonomian dan kisruh yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia, tak menghalangi ambisi para politikus untuk bersaing memperebutkan kursi kekuasaan. Tentu saja dengan niatan ingin memperbaiki keadaan negara yang sedang dirundung masalah.
Niat tersebut sejalan dengan prinsip yang ditanam bahwa negara akan membaik dengan mengganti pucuk pimpinan. Maka jargon ingin lebih maju dan lebih baik membuat para kandidat melenggang atas dukungan partai tempatnya bernaung.

Di tengah jeritan rakyat akibat BBM (Bahan Bakar Minyak) naik dan berimbas pada naiknya harga-harga dipasaran tidak menjadi prioritas untuk diselesaikan. Solusi yang ditawarkan juga tidak menuntaskan masalah, misal kenaikan BBM dengan memberikan kompensasi BLT atau Bantuan Langsung Tunai tidak lantas membuat masyarakat merasa aman karena masalah lain akan bermunculan akibat efek domino yang ditimbulkan dengan kenaikan BBM ini.

Kurangnya empati dari para kandidat menunjukkan watak asli para pendukung kapitalisme demokrasi. Pesta Pilpres lebih menggiurkan ketimbang menyelesaikan urusan rakyat. Kenyataannya mereka tetap butuh suara dari rakyat, namun imbas dari dukungan tersebut hanya menggembirakan sesaat. Pertanyaannya, apakah dengan mengganti pemimpin lantas bisa menyelesaikan masalah? Berkacalah pada setiap pergantian pemimpin, sejauh mana perubahan sudah terealisasi? 

Rakyat sudah muak dengan janji-janji, sudah lelah dengan penderitaan yang seolah tiada berakhir. Keringat diperas pun tak mampu menutupi kebutuhan yang kian hari kian membengkak, belum lagi biaya kesehatan dan pendidikan yang dikomersialisasi. Masihkah kita akan percaya dengan wajah baru akan membawa perubahan?

Dalam sistem kapitalis yang diadopsi oleh hampir semua negara di dunia saat ini, profit dan benefit menjadi tolak ukur dalam setiap aktivitasnya. Mengurus rakyat seperti beban berat yang tidak ingin ditanggung tanpa imbalan. Pemimpin negara menjadi tuan bagi rakyatnya dan pada kenyataanya rakyat mencari makan sendiri untuk biaya sandang pangan dan papan. 

Jika halnya demikian, pantaskah bersikukuh dalam pelaksanaan Pilpres yang hanya mengganti siapa yang akan duduk nantinya namun mekanisme dan sistem kerja tetap sama seperti semula. 


Politik Islam sebagai Solusi

Politik dalam Islam adalah menguatur dan nengurusi umat, terlebih dalam memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa. Memilih pemimpin dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan Imamah dan Imarah dalam kehidupan bersama.

Posisi pemimpin dalam Islam sebagai junnah (perisai) bagi rakyat yang akan mengurus, membela dan memelihara urusan umat karena hukumnya wajib sebagai pelaksana syariat Islam 
Rakyat menjadi tanggung jawab yang harus diurus, bukan sebagai konsumen.

Dalam Islam politik mendapat tempat dan kedudukan yang hukumnya bisa menjadi wajib. Pentingnya politik dalam Islam tercermin dalam ungkapan Imam Al Ghazali, “kekuasaan dan agama adalah saudara kembar yang tidak bisa dipisahkan.” Sejak awal turunnya Islam, kaum muslimin sudah berpolitik yaitu menghukumi persoalan dengan syariat Islam, ikut dalam kegiatan bernegara seperti berjihad, mengirim utusan ke penguasa non-Islam, bahkan mendirikan negara.

Contoh politisi dan negarawan terbaik telah ada pada diri Rasulullah SAW, Khulafaur Rasyidin, serta para pemimpin Islam terdahulu. Orientasi politik dalam Islam bukanlah meraih kekuasaan setinggi-tingginya. Kekuasaan hanyalah jalan untuk menegakkan hukum-hukum Allah SWT. 

Tujuan politik dalam Islam adalah menerapkan syariat Islam sebagai solusi fundamental bagi permasalahan umat manusia termasuk dalam hal jaminan terpenuhinya kebutuhan pangan masyarakat. Politik Islam Inilah yang harus diperjuangkan oleh umat sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW di Madinah yang berikutnya dikenal dengan istilah khilafah. 

Sifat dan karakter para pemimpin pada masa Khilafah terbukti mempunyai nilai lebih di atas rata-rata jika dibandingkan dengan para pemimpin atau pejabat sekarang. Mereka bukan sekedar basa-basi pemanis kampanye dan sumpah jabatan namun terbukti melakukan langkah-langkah nyata dalam proses jabatannya.  

Para pejabat yakin bahwa setiap kebijakan yang diambil akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat. Balasannya hanya dua, surga atau neraka. Kekuatan iman inilah yang akan menjadi pegangan pertama sehingga tidak mau dan tidak tertarik untuk melakukan kemaksiatan walau dengan imbalan dan iming-iming yang menggiurkan. 

Dengan panduan syariah Islam, para pejabat pada masa Khilafah mempunyai sifat dan karakter baik. Di antaranya memberikan rasa aman kepada masyarakat. Khilafah juga memiliki komitmen mencukupi kebutuhan masyarakat. Ini adalah hal penting yang menjadi fokus tugas khilafah dan seluruh pejabatnya. Sebab sejatinya itulah esensi adanya negara yakni mejadi pelayan bagi rakyatnya. 

Dengan begitu tidak ada lagi kemiskinan di seluruh wilayah khilafah. Semuanya minimal di atas kriteria mustahiq atau orang yang berhak untuk mendapatkan zakat. Komitmen ini bukan hanya janji atau sumpah jabatan yang minim realisasi alias omong kosong, namun dijalankan dan diwujudkan menjadi kenyataan. Hanya dalam sistem politik Islam, Khilafah Islamiyah, lahir pemimpin yang benar-benar mengurusi urusan rakyatnya (Muslimah Media Center).

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Hafsah
Pemerhati Sosial
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments